Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha), Azmi Syahputra menilai telah hilang budaya kejujuran, dan tidak ada lagi rasa malu di kalangan pejabat di Indonesia. Hal itu diungkapkannya setelah tertangkapnya Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin, dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK, karena dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa infrastruktur.
Dodi sendiri merupakan anak Alex Noerdin, mantan Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel), yang lebih dulu ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus korupsi di Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi Sumatera Selatan (PDPE), September 2021 lalu.
“Ini miris sekali. Anak dan bapak di satu masa, sama-sama menjabat sebagai pemimpin di daerahnya terjerat kasus korupsi,” katanya dalam siaran pers yang diterima HMS, 21 Oktober 2021.
Menurut Azmi, banyak terjadi OTT di sejumlah wilayah di Indonesia seakan membuat sebagian pemimpin bangsa ini semakin lupa diri. Kejadian OTT bagi pemimpin yang lain belum dijadikan pelajaran, malah seolah berlomba ingin ikut melakukan korupsi dan tertangkap tangan.
“Seolah OTT jadi tren yang menggairahkan bagi pejabat,” kata dia.
Dia mengatakan, praktik minta fee dari proyek menunjukkan sifat pemimpin murahan, tidak memiliki integritas, minim keteladan pemimpin, sekaligus masih menunjukkan sistem birokrasi yang buruk, curang, dan penyimpangan prosedur. Budaya meminta fee dalam satu proyek inilah yang dinilai Azmi sebagai candu sekaligus jalan mudah para pejabat menyelewengkan jabatan yang telah diamanatkan padanya.
“Kalau mencermati sanksi selama ini berupa penjara atau denda maupun perampasan, tidak membuat pelaku korupsi jera, maka sanksinya harus ditingkatkan menjadi hukuman mati,” kata Azmi.
Menurutnya, perilaku korup yang dilakukan para pejabat adalah upaya mengejar dan mempertahankan kekuasaan. Sehingga untuk memuaskan kepentingan pribadi dan satu kelompok, para pejabat korup ini kian terbuai hingga akhirnya tenggelam dan digulung ombak besar komisi anti rasuah.
“Mereka para pimpinan ini tidak mau belajar dari kasus-kasus OTT sebelumnya, mereka punya slogan keliru, mumpung masih menjabat jadi harus bisa dapat uang dari jualan kewenangan dengan korupsi,” katanya.
Azmi menuturkan, pejabat di Indonesia umumnya mempunyai mentalitas semacam itu. Hal itu kemudian, kata dia, diperparah dengan bawahannya yang tidak mengingatkan atasannya yang melakukan praktik korupsi. Lebih lanjut, Azmi menyatakan perbuatan korupsi hanya menambah permasalahan baru dan menciptakan lingkungan kerja terbiasa dengan cara-cara yang korup pula.
“Ini juga terjadi karena mereka mendapatkan jabatan dengan cara tidak bersih, sehingga akan membuat motivasi kerja hanya cari uang dengan cara singkat dan mudah. Yang pada implementasinya, para pejabat korup akan cenderung berkhianat terhadap sumpah jabatan dan melukai masyarakat serta merugikan negara,” kata Azmi.