Dua mesin sinar-x di lantai 2 Pelabuhan Domestik Sekupang, Kota Batam, Kepulauan Riau, itu tidak dioperasikan secara bersamaan. Hanya satu yang dipakai, satunya lagi dimatikan. Membuat para penumpang yang hendak keluar atau masuk pelabuhan terpaksa mengantri memeriksakan barang bawaanya melalui satu mesin. Beruntunglah beberapa waktu belakangan ini kondisi pelabuhan terpantau tidak terlalu ramai.
Sebetulnya banyak cerita soal alat pendeteksi seharga miliaran rupiah yang umurnya baru genap satu tahun ini. Mulai dari pendahulunya yang dibiarkan rusak selama beberapa tahun dan baru diganti pada tahun lalu, hingga yang terbaru perihal proses pengadaan barangnya disebut-sebut sarat akan aroma korupsi dan sempat diselidiki oleh Kejaksaan Negeri Kota Batam, kemudian dihentikan tanpa ada kejelasan.
Informasi mengenai penyelidikan ini HMS dapatkan dari sejumlah sumber dan kontraktor yang diam-diam bersuara setelah kalah tender. Rupanya selama ini mereka memantau perjalanan mesin-mesin sinar-x yang pernah mereka perebutkan itu, yang proses lelangnya dibuka pada 4 Oktober 2019 lalu, dengan nilai pagu sekitar Rp7 miliar lebih, dan pengadaannya mutlak dimenangkan oleh PT Perkasa Multi Persada itu.
Sumber HMS mengatakan, penyelidikan dilakukan oleh Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Batam. Ada sejumlah pihak yang telah dimintai keterangan, termasuk pihak PT Perkasa Multi Persada, peserta lelang hingga pejabat dari BP Batam. “Ada lah sekitar 20 orang yang dimintai keterangan [oleh Penyidik Kejaksaan]. Pemenang tendernya dari Surabaya juga datang ke sini untuk diperiksa,” kata pria yang menolak namanya disebutkan ini.
Hanya saja menurut dia, penyelidikan tersebut tidak berlanjut. Pasalnya, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam, Polin Sitanggang disebut-sebut telah menandatangai surat perintah penghentian penyelidikan tersebut pada Februari 2020 lalu. “Informasinya memang tidak dilanjutkan dan sudah dihentikan. Biasanya, saat dimulai penyelidikan, ada surat perintah yang ditandatangani pejabat tertinggi, dan saat penghentian juga seperti itu, ada surat perintah dan ditandatangani oleh pejabat tertinggi. Dalam hal ini berarti Kepala Kejari Batam lah,” katanya.
Berdasarkan dari laman LPSE BP Batam, diketahui bahwa lelang pengadaan dua unit x-ray cabin dual view dan satu unit x-ray bagasi dual view ini dibuka pada 4 Oktober 2019. Dalam pengumuman tender, nilai pagu paket sebesar Rp7.350.000.000 yang bersumber dari APBN 2019. Tercatat ada sebanyak 25 perusahaan mendaftar sebagai peserta lelang. Namun, dari 25 perusahaan tersebut, hanya dua perusahaan yang memberikan harga penawaran yakni PT Dassindo Internusa Semesta dengan nilai penawaran sebesar Rp5.731.000.000 dan PT Perkasa Multi Persada dengan nilai penawaran sebesar Rp7.018.000.000.
Dalam perjalanannya, dari dua perusahaan tersebut, PT Perkasa Multi Persada yang bermarkas di Surabaya, Jawa Timur dinyatakan sebagai pemenang dengan nilai negosiasi sebesar Rp7.003.000.000. Sedangkan PT Dassindo Internusa Semesta dinyatakan kalah karena beberapa alasan, yakni tidak memiliki KBLI 46592, tenaga ahli project manager, tidak melampirkan SKA teknik tenaga listrik muda, tidak melampirkan surat ijin bekerja sebagai petugas proteksi radiasi dari BAPETEN, dan alasan lainnya.
Karena kemenangan mutlak itulah mulai berkembang isu di kalangan kontraktor, bahwa perusahaan itu disebut-sebut sengaja dimenangkan dalam tender ini.
Mereka menuding, pemenang tender ini seolah-olah telah diatur sedemikian rupa. Pasalnya, perusahaan ini diketahui telah mengantongi surat ijin atau sertifikat dari BAPETEN sebelum tender dimulai.
“Padahal, syarat mengenai sertifikat atau surat dari BAPETEN ini baru diketahui saat lelang dimulai itu. Dan pengurusannya membutuhkan waktu yang cukup lama, tidak cukup waktu sebulan,” kata dia.
Tidak hanya itu, mereka juga mengatakan kalau dua mesin sinar-x milik Badan Pengusahaan (BP) Batam itu tidak memiliki spesifikasi dan kualitas yang tidak cukup baik. Bahkan kata dia, salah satu mesin sudah rusak dan tidak terpakai.
Karena mendapatkan informasi inilah pada dua pekan lalu, HMS mencoba memastikan kebenaran informasinya itu dengan mendatangi Pelabuhan Domestik Sekupang. Pendek kata dua mesin yang mereka sebutkan ini berada di lantai dua. Dan benar saja, dari keduanya, tampak hanya satu mesin yang beroperasi.
Admin Pelabuhan Domestik Sekupang, Irwan, mengatakan bahwa kedua mesin x-ray tersebut telah berada di sana selama lebih kurang satu tahun. Salah satu mesin mengalami kerusakan pada bagian karpet sejak bulan lalu. “X-ray ini digunakan untuk mengecek barang-barang penumpang yang skala kecil. Mesin hanya bisa mendeteksi logam, narkoba tidak bisa. Kalau narkoba biasanya mengandalkan feeling petugas. Tapi petugas juga kurang, hanya dua orang di pintu masuk karcis. Di x-ray tidak ada petugas,” katanya.
Saat disinggung mengenai harga x-ray tersebut, Irwan memperkirakan harga setiap mesin x-ray tersebut hanya berkisar Rp750 juta hingga Rp1,5 miliar. Ia juga mengatakan bahwa x-ray milik BP Batam tersebut tidak lebih bagus dari mesin x-ray milik Bea dan Cukai yang berada di lantai satu. “Kalau dibandingkan dengan punya BC, bagus punya BC. Karena skalanya besar,” kata Irwan.
Kepala Satuan Kerja Pelabuhan Domestik Sekupang, Laut Sohir, mengatakan, dirinya tidak tahu menahu mengenai proses penyelidikan dugaan korupsi pengadaan yang tahapannya dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Kota Batam itu. Sementara perihal satu unit mesin pendeteksi yang tidak beroperasi itu dia sebut memang sengaja diberlakukan demikian.
“Tidak rusak, memang seperti itu. Satu dioperasikan dan satunya lagi dimatikan kalau penumpang tidak terlalu ramai,” kata dia kepada HMS.
Perihal ini, HMS sudah berupaya mengonfirmasi Kepala Kejari Batam, Polin Sitanggang, dan juga Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Batam, Hendarsyah Yusuf Permana. Hanya saja konfirmasi yang HMS layangkan belum dijawab. Jawaban konfirmasi dari pihak-pihak terkait juga sedang diupayakan dan akan diterbitkan dalam pemberitaan selanjutnya.