Beredar sebuah video yang merekam keributan antara sekelompok pria di sebuah rumah makan. Rekaman berdurasi 35 detik itu memperlihatkan beberapa orang pria dengan arogannya berteriak-teriak marah hingga membalikkan meja bundar. Salah satu orang yang menjadi sasaran kemarahan mereka adalah Budiman Sitompul, Ketua DPC Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan Hidup (Ampuh) Kota Batam.
Pada 22 Februari 2021, HMS berhasil mewawancarai Budiman Sitompul. Dia menceritakan semua kronologi intimidasi yang ia alami. Siapa saja orang yang terlibat, dan akar masalah yang membuat sekelompok orang ‘suruhan’ itu marah kepadanya. “Benar, dalam video itu adalah saya. Ceritanya panjang, saya ceritakan dari awal, ya,” kata pria yang akrab disapa Tom itu kepada HMS.
Keributan berawal dari DPC LSM Ampuh mendapatkan laporan tentang pengerusakan lingkungan hidup berupa pekerjaan reklamasi, cut and fill, serta penimbunan hutan bakau di Kelurahan Galang Baru, Kecamatan Galang. Pada 6 Februari 2021, dia pun terjun ke lokasi untuk meng-crosscheck kebenaran informasi yang dia terima.
Berdasarkan hasil pengamatannya, ternyata memang ada pekerjaan yang berdampak pada lingkungan hidup di sana. Dia pun mulai mengumpulkan data dan berupaya menjumpai si pemilik lahan. “Kami lihat ada dua lokasi pekerjaan, pemiliknya itu bernama Haryanto alias Akau. Kami menduga kegiatan reklamasi laut di lokasinya itu tidak mengantongi izin, dan sudah berjalan kurang lebih 30 hari,” kata dia.
Dari keterangan Haryanto kepada Budiman, lahan yang dipersoalkan itu katanya sudah dihibahkan kepada masyarakat Pulau Nguan untuk dijadikan perumahan dan pelabuhan. Pendek kata, dalam pertemuan itu dia meminta Haryanto memperlihatkan legalitas atas pekerjaan tersebut. Namun, pemilik lahan tidak dapat memperlihatkan satupun legalitas yang dia punya.
“Kalau mau motong bukit ataupun mereklamasi itu kan harus ada izinnya. Itu yang kami tanya, tapi katanya tidak ada. Katanya ini untuk keperluan masyarakat Pulau Nguan. Tetapi itu persoalan mereka, kami bertanya soal izin, karena kami lihat sudah banyak kerusakan. Tetapi mereka tidak paham soal itu. Jadi intinya, kami duga pekerjaan mereka itu tidak mengantongi izin sama sekali,” katanya.
Budiman Sitompul mengatakan, selang beberapa menit kemudian Ketua RW 004 Galang Baru, Sopian, datang menemuinya mencoba memediasi LSM Ampuh dengan Haryanto, supaya permasalahan legalitas yang dipertanyakan tadi, tidak perlu diributkan lagi karena memang pekerjaan yang dilakukan tersebut murni untuk keperluan masyarakat.
“Mereka bilang tolong dibantu. Saya tanya bantu bagaimana. Dia ajak saya bertemu di kemudian hari, saya setujui. Ternyata dalam pertemuan itu tidak menemukan solusi juga. Akhirnya kami turun lagi ke lokasi, barulah kami tahu ternyata ada dua lokasi pengerusakan di sana. Pekerjaannya juga sama. di daerah yang sama. Lebih parah lagi, itu bakau semua yang dihantam sampai sekarang,” kata dia.
Karena tidak mendapatkan penjelasan, pada 9 Februari 2021, LSM Ampuh melayangkan somasi kepada pemilik lahan dan perangkat setempat. Dalam somasi itu, LSM Ampuh meminta mereka untuk menunjukkan legalitas kegiatan. Apabila tidak juga ditunjukkan, mereka akan melaporkan kegiatan tersebut kepada pihak berwenang atas dugaan terjadinya tindak pidana lingkungan yang melanggar Pasal 98, 109, dan 116, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009.
“Kebetulan tanggal 9 itu Pak RW datang ke kantor. Terus saya bilang, ya sudah terima saja somasi saya ini, somasi ini kan teguran, kalau memang tidak ada legalitas ya sudah hentikan itu pekerjaan. Tidak berani dia terima. Ikut juga RT-nya. Tidak mau juga, intinya mereka tidak mau terima,” kata Budiman Sitompul.
Pada 15 Februari 2021, Budiman bersama seorang rekannya yang berprofesi sebagai wartawan kembali turun ke lokasi, untuk melihat apakah pekerjaan itu sudah dihentikan atau belum. Hanya saja sesampainya di sana mereka tidak bisa masuk ke lokasi, karena tempat itu sudah dipagari dengan timbunan tanah. “Tanah sudah diuruk pakai beko, jangankan mobil, motor pun tidak bisa masuk. Jadi kami temuilah si pemilik lahan, Akau,” katanya.
Dia menjelaskan, si pemilik lahan mempunyai restoran di sekitaran lokasi tersebut, pertemuan berlangsung di sana. Waktu itu, si pemilik lahan katanya tidak mau berbicara dan menyuruh mereka untuk menunggu perangkat setempat. Dia pun menyetujuinya.
Dalam penantian itulah keributan dalam video itu terjadi. Waktu Budiman masih menunggu kedatangan perangkat, tiba-tiba ada segerombolan orang yang datang menemuinya. “Namanya Suherman, dia mengaku sebagai Sekretaris DPD HNSI [Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia]. Jadi dia tidak terima ini, lagi duduk langsung datang marah-marah. Anak buahnya si Suherman ini bawa tabung gas, dia bilang ‘mana mobilnya pecahkan, bakar mobilnya’. Saya bilang, ‘tunggu dulu, Bang, saya di sini bicara aturan, negara kita ini negara hukum, ada aturan ada undang-undang’. Tapi dia tetap tidak terima,” kata Budiman.
Segerombolan orang itu kata Budiman, “Mereka marah-marah, mengintimidasi saya. Tidak ada cerita, tiba-tiba ‘pop’ dibalikkannya meja itu ke arah saya. Bicaralah segala macam mereka. Si Haryanto itu duduk santailah melihat itu, yang punya restoran itu kan dia,” katanya sembari menjelaskan kalau puluhan masyarakat Pulau Nguan juga mendatanginya hari itu. “Saya cuma berdua, saya bilang kita bicara baik-baik. Mereka bilang kau ganggu-ganggu orang tempatan. Tidak berapa lama damai. Intimidasi saja ini, penekanan biar jatuhkan mental, biasalah itu,” kata Budiman.
Dalam peristiwa ini, Budiman belum melaporkan intimidasi yang dia alami. Alasannya kata dia, karena kurangnya bukti rekaman visual. Sebab, hari itu dia bersama seorang rekannya wartawan itu dilarang merekam pertemuan. Bahkan, ponsel si wartawan pun katanya ikut dirampas.
“Saya bawa wartawan satu orang, itu kan dirampas ponselnya, jadi tidak bisa merekam. Kami kekurangan barang bukti bahwasanya mereka ada penekanan. Saya saja terkejut video itu tiba-tiba bisa ada. Karena saya dapatnya dari Whatsapp oleh seseorang, ada yang merekam ternyata. Dia mengirimkan data rekaman itu kepada saya dengan syarat namanya tidak boleh disebutkan,” kata Budiman.
Budiman menjelaskan, perihal pengerusakan lingkungan yang terjadi saat ini sudah dilaporkan pihaknya ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsu) Polda Kepri, 19 Februari 2021. Dia berharap temuan oleh pihaknya itu segera ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian.
“Tentu kami meminta pihak kepolisian menindaklanjuti temuan kami, semua data dan bukti yang ada sudah kami lampirkan dalam laporan pengaduan,” kata Budiman.
Sampai berita ini ditulis, HMS masih berupaya mengonfirmasi pihak-pihak terkait, mulai dari para pemilik lahan, perangkat setempat, hingga ke instansi-instansi berwenang. Jawaban dari pihak yang bersangkutan akan diterbitkan dalam berita selanjutnya.