Suara gelas-gelas kaca bertubrukan menandakan persiapan untuk kembali mulai menyuguhkan gelas-gelas berisi kopi, Jumat, 22 Mei 2021, di Becenk Coffe. Hari masih sore bahkan belum lepas dari adzan magrib. “Mbak duduk dulu ya, bisa pesan kira-kira 30 menit lagi, airnya belum panas,” kata seorang karyawan kepada pelanggan pertama mereka di hari itu.
Konon, kata Becenk diambil dari singkatan salah satu pusat perbelanjaan Kota Tanggerang Selatan. “Waktu adekku tanya mau dikasih nama apa, kami lagi mau ke Bintaro Jaya Xchange Mall, dan karna udah pusing kasih nama apa, jadi tiba-tiba aku bilang Becenk Coffee aja ya, eh malah dia ketawa,” kata Rudi (35), barista sekaligus pemilik dari kedai kopi ini, sembari tertawa mengenang Almarhumah Adiknya yang juga menjadi salah satu alasan terwujudnya Becenk Coffee bahkan sampai hari ini.
“Becenk (beceng) itu pistol, supaya cepat, jadi semua disajikan dengan cepat, dan rasa yang mau disampaikan juga tersampaikan dengan cepat,” katanya mengenai filosofi kata Becenk yang ternyata lebih luas dari sekadar nama pusat perbelanjaan Kota Tanggerang.
Berlatarbelakang sebagai seorang karyawan salah satu perusahaan di Batam, yang kemudian memilih untuk mencoba peruntungan sebagai pencipta lapangan kerja, Rudi akhirnya meminta izin kepada ibunya yang saat itu juga sedang sakit untuk mundur dari pekerjaannya di perusahaan tersebut.
Rudi yang awalnya berniat membuka usaha ayam penyet beralih tujuan untuk membuka kedai kopi, terispirasi dari membaca artikel Gerobak Kopi Jenggo yang juga bersamaan dengan dirilisnya Film Filosofi Kopi. Rudi yang bermodalkan uang hasil PHK, yang terbiasa nongkrong ditemani teh kotak, pada tanggal 25 Februari 2017 memilih berangkat ke Tanggerang menuju salah satu kedai kopi hasil rekomendasi adiknya untuk mengenal kopi.
“Kalau ngopi berarti minum kopi, kita nongkrong dulu, kita ngobrol dulu. Bukan datang, makan, kenyang, terus pulang,” kata Rudi menjelaskan perihal alasan ia membatalkan niat awalnya untuk membuka usaha ayam penyet.
20 Maret 2017, Rudi kembali ke Batam dan dengan bermodalkan hasil diskusi bersama barista-barista yang sempat ia temui di Kota Tanggerang, Becenk Coffee yang bertempat di sebelah kiri gerbang Villa Muka Kuning, resmi mulai beroperasi.
Kurang lebih ini adalah tahun ke-4 Rudi berkecimpung dalam dunia kopi, yang tanpa menunggu lama dalam 1 tahun pertama Rudi berhasil menambah pangkalan Becenk Coffee di Puri Agung, Tanjung Piayu, tepatnya Juli 2018. Dalam berproses selama 4 tahun tentu tidak mulus-mulus saja, kedai sepi juga Rudi alami sebagai salah satu tantangan sebagai seorang wirausahawan pada umumnya. Bagi Rudi, tantangan kedai sepi atau banyak kedai-kedai baru bermunculan bukan sesuatu yang seharusnya dianggap ancaman atau saingan. “Rejeki semua sudah diatur Tuhan,” katanya.
Sebagai empunya Becenk Coffee, Rudi tak sungkan terus menjabarkan trik jitu yang ia miliki dalam mempertahankan pelanggan di kedainya. Menurut Rudi, antara barista dan penikmat kopi benar-benar harus memiliki chemistry, sehingga menciptakan tanggung jawab bagi si barista untuk menyiapkan seduhan terbaiknya, serta menjadi alasan kunjungan dari orang yang sama pada hari yang berbeda.
“Enggak peduli rasanya gimana, harganya berapa, kalau chemistry terbangun mereka pasti datang lagi nanti,” kata lelaki berambut gondrong sebahu itu. Ia juga mengenang kejadian 2017, saat itu Becenk Coffee baru buka beberapa bulan, ada perempuan datang. Menyadari si perempuan masih bingung dengan kopi yang ia sediakan, es kopi susu menjadi rekomendasi yang ia ajukan. Bermodalkan sapaan ramah dan obrolan sederhana sampai pertanyaan tentang bagaimana rasa kopi yang ia sajikan, sampai hari ini si perempuan masih memilih duduk di Becenk Coffee.
Tak hanya itu, pengunjung lain yang terlihat akrab memang membuktikan si pemilik Becenk Coffe ini berhasil menciptakan hubungan baik atau lebih ia amini sebagai ‘chemistry’ antara dirinya dengan setiap penikmat kopi yang datang ke kedainya, hingga mereka akan datang lagi, dan datang lagi. (Dwi Alfah, Kontributor HMS)