Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mencoret labuh jangkar dari salah satu penerimaan di nota keuangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2020. Alhasil, Pemprov Kepri bakal gagal menarik sumber pendapatan baru yang angkanya mencapai Rp200 miliar per tahun.
Gubernur Kepulauan Riau, Ansar Ahmad, mengatakan, pencoretan sektor penerimaan dari labuh jangkar itu dikarenakan belum ada aturan yang jelas dari Pemerintah Pusat. Meski begitu, kata dia, sektor penarikan retribusi labuh jangkar di wilayah kelautan Kepri telah mendapat pengawasan langsung dari pihak kementerian.
“Ada orientasi berbeda dari masing-masing kementerian. Hal itu yang kemudian menjadi salah satu alasan terkendalanya aturan yang jelas, dan penarikan retribusinya pun belum dapat disetujui,” kata dia di Batam, Senin 22 November 2021.
Menurutnya, salah satu alasan retribusi labuh jangkar belum bisa ditarik karena kapal yang melintas di wilayah Kepri tidak sandar di pelabuhan-pelabuhan yang ada. Meski begitu, Ansar menegaskan bahwa penarikan retribusi dari sektor labuh jangkar masih menjadi prioritas Pemprov Kepri.
“Sekarang, sembari Pemprov Kepri terus melakukan pembahasan dengan pemerintah pusat, kami juga memberikan referensi yang kami miliki. Demi mengejar target APBD, kami juga akan memaksimalkan potensi pemasukkan dari Pelabuhan Tanjung Uban dan Tarempa yang dikelola langsung oleh Pemprov Kepri,” katanya.
Dia menjelaskan, pihaknya juga tengah melakukan pembahasan mengenai potensi bisnis Ship to Ship (STS) yang dapat dilakukan di Pelabuhan Tanjung Uban. Sebab, pemasukan dari sektor kelautan tidak hanya mengenai labuh jangkar saja.
Sementara itu, potensi kehilangan yang akan dialami oleh Pemprov Kepri mendapat sorotan dari Anggota DPRD Kepri dari Fraksi Gerindra, Onward Siahaan.
Fraksi Gerindra juga mempertanyakan keseriusan Gubernur Ansar Ahmad untuk merebut retribusi labuh jangkar, sementara pada APBD Perubahan 2021, DPRD Kepri telah menyetujui usulan anggaran Rp800 juta untuk memperoleh fatwa Mahkamah Agung.
“Fatwa yang dimaksud, ditujukan untuk menggugurkan surat larangan penarikan retribusi labuh jangkar yang tertuang dalam surat nomor UM.006/63/17/DJPL/2021 dan diterbitkan Dirjen Pelabuhan Laut,” katanya melalui sambungan telepon, Senin, 22 November 2021.
Onward menilai, apabila Pemprov Kepri masih berkutat di darat dan tidak memaksimalkan potensi laut, akan sulit meningkatkan APBD di atas Rp4 triliun.
“Mengenai fatwa MA yang tadi saya bahas, hingga saat ini gubernur juga belum melaporkan mengenai bagaimana perkembangan nya. Kami jadinya bertanya, apakah gubernur serius untuk mengelola pendapatan kita dari salah sektor kelautan ini,” kata dia.
Dalam Ranperda APBD 2022, Pemprov Kepri merencanakan PAD sebesar Rp1.348.493.617.641 yang 85 persennya atau Rp1.150.224.138.161 berasal dari pajak daerah.
Dirincikan, 87,46 persen pajak daerah itu berasal dari daratan seperti Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (BBBKB).
Sementara dari sektor kelautan hanya direncanakan sebesar Rp58.116.500.000 atau 4,3 persen dari PAD.
PAD dari sektor kelautan ini berupa retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi kepelabuhanan, retribusi pelayanan pelabuhan, retribusi pemanfaatan ruang laut.