Sudah satu bulan ini Kantor Syahbandar Otoritas Pelabuhan (KSOP) Khusus Batam menahan kapal SB Cramoil Equity. Kapal milik perusahaan asal Singapura itu ditahan karena kedapatan mengangkut 20 ton limbah secara ilegal. Petugas menduga aktivitas mereka berkaitan dengan pencemaran di Perairan Utara Kota Batam, Kepulauan Riau.
Kepala KSOP Khusus Batam, Mugen Suprihatin Sartoto, mengatakan, kapal itu disergap pada 15 Juni 2021, sekitar pukul 23.00 WIB di Perairan Batuampar. Bermula dari aktivitasnya yang mencurigakan. Selama tiga hari kapal berbendera Belize (Marinetraffic: Singapura) itu terpantau berputar-putar di Perairan Nongsa dan Batuampar.
“Ketika didekati patroli KSOP, nahkoda tidak di atas kapal, maka kami tangkap untuk penyidikan,” katanya kepada HMS, 16 Juli 2021.
Dua orang anak buah kapal yang diamankan berinisial MSW dan RRP. Sementara nahkoda kapal berinisial CP, menurut sumber HMS, ia akhirnya menyerahkan diri karena ketakutan diburu petugas. Ketiganya sendiri kata Mugen, sudah mengaku kalau kegiatan pengangkutan limbah tersebut dilakukan secara ilegal.
Pengakuan mereka diperkuat setelah petugas memeriksa Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance): kapal dilaporkan tidak membawa muatan. Namun, faktanya, petugas KNP 330 menemukan 20 ton limbah yang saat ini karakteristiknya sedang diuji oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk mengetahui apakah limbah tersebut mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) atau tidak.
Mugen menjelaskan, sampai sekarang belum ada fakta kalau kapal membuang limbah ke Perairan Batam. Pihaknya masih melakukan pendalaman dan sudah menggandeng KLHK untuk mengungkap kasus ini. “Mereka masih mengatakan [limbah] dibawa ke kapal di High Sea [Perairan Internasional] (East OPL [Out Port Limited]),” katanya.
Namun demikian, karena awak kapal sudah mengakui kegiatan itu ilegal, spesifikasi kapal bukan untuk mengangkut limbah, dan nahkoda tidak mematuhi ketentuan alur pelayaran, dalam waktu dekat si nahkoda akan ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan telah melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2018 tentang Pelayaran.
Menurut keterangan nahkoda kepada petugas, setiap bulan kapalnya mengangkut sekitar 100 ton limbah. Dia sendiri sudah bekerja mengemudikan kapal itu selama 2,7 tahun, dan kegiatan pengangkutan limbah tersebut dia akui, sudah dilakukan Cramoil Singapura sebelum ia bekerja di sana.
“Karena masuk wilayah Indonesia dan dokumen yang ditunjukkan hanya delivery order, maka kami duga demikian [masuk secara ilegal], saat ini sedang didalami penyidik. Karena kami curiga, ini bisa jadi terkait dengan pencemaran yang selalu masuk di Perairan Utara Batam setiap tahunnya. Kami akan terus dalami dan kembangkan penyidikan,” kata Mugen.
Mugen juga melampirkan satu laporan media asing: The Straitstimes, yang isinya terkait Cramoil Singapura. Dalam laporan pada tahun 2018 itu, National Water Agency PUB (Kementerian Lingkungan Singapura) diberitakan telah menghentikan operasi perusahaan. Penghentian dilakukan setelah perusahaan manufaktur, produsen bahan kimia, dan minyak campuran ini kedapatan membuang limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) ke drainase umum.
PUB menemukan air bekas industri yang dibuang mengandung 16 jenis senyawa kimia yang dilarang, dengan tingkat konsentrasi yang sangat tinggi, dan dapat menyebabkan kebakaran di pipa saluran pembuangan dan Jurong Water Reclamation Plant (pabrik pengolahan air).
Cairan Cramoil juga dikatakan berbahaya bagi para pekerjanya, karena mengandung lima jenis logam dan bahan kimia yang melebihi batas aman.
Pelanggaran itu bukan kali pertama yang dilakukan oleh Cramoil, sejak tahun 2010, PUB menyebut perusahaan ini telah melakukan 20 pelanggaran serupa dan telah didenda sebanyak $52.500.
Informasi yang HMS dapat di lapangan, seluruh kegiatan kapal di Batam diurus oleh PT WSH. Mugen belum menjawab apa peran dari perusahaan keagenan tersebut: apakah mengetahui atau juga ikut serta dalam kasus ini. HMS juga sudah mengonfirmasi PT WSH sejak 14 Juli 2021 lalu, tetapi belum dijawab. Jawaban konfirmasi akan diterbitkan dalam pemberitaan selanjutnya.