Sekretaris Komisi III DPRD Kota Batam, Arlon Veristo menyoroti persoalan limbah kapal berbendera Singapura yang dibersihkan di Batam. Dia meminta penghasil limbah bertanggung jawab atas sisa-sisa produksinya yang terancam telantar dan batal dikelola. “Tidak ada alasan,” kata dia kemarin.
Ancaman limbah kapal asing ini sendiri dipicu oleh perselisihan antara perusahaan limbah Indonesia, PT Marry Maritim Mandiri yang menuding perusahaan Singapura, Aeromic Shipping Pte Ltd mengingkari kontrak kerja dan tidak melakukan pembayaran sesuai kesepakatan. (Baca: Derian: Kalau Tidak Bayar, Limbah Kami Kembalikan).
Menurut Arlon, sengketa bisnis antardua perusahaan itu harus segera terselesaikan. Ia mendesak si penghasil limbah untuk memastikan limbahnya dimusnahkan sesuai mekanisme yang berlaku di Indonesia dan tidak boleh lepas tangan begitu saja.
“Ini tanggung jawab penghasil limbahnya untuk memusnahkan limbah-limbah yang mereka hasilkan ke perusahaan yang sudah mengantongi izin dari KLHK [Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan],” kata Anggota Dewan yang membidangi pembangunan, sarana dan prasarana dan lingkungan hidup di Batam itu.
Sementara ini limbah aspal seberat sekitar 40 ton itu masih berada di Gudang Kawasan Pengolahan Limbah Industri (KPLI) Kabil. PT MMM sedang mempersiapkan dokumen untuk mengembalikan limbah ke Aeromic Shipping Pte Ltd, dengan meminta kapal MT Bitumen Eiko yang sudah berlayar pada 28 Agustus 2021 lalu, segera menjemput limbahnya kembali di Batam.
Tom: Siapa yang Menjamin Sisa Limbah Tidak Dibuang ke Laut?
Ketua DPC Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan Hidup (Ampuh) Kota Batam, Budiman Sitompul, mengaku sudah mendengar persoalan limbah yang terancam batal dikelola ini. Dalam perkara ini, ia menyoroti langkah kapal Singapura yang sudah berlayar sebelum pekerjaan pembersihan tangki kapal selesai.
“Kalau yang saya baca, dalam kontrak kerja saja mereka [Aeromic Shipping Pte Ltd) tidak bisa komitmen. Nah, sekarang yang kami pertanyakan sisa limbah yang ada di kapal itu dibersihkan di mana? Di laut?,” kata Budiman Sitompul.
Hal ini dia katakan mengingat setiap tahun terjadi pencemaran di perairan Batam karena kegiatan tank cleaning dari kapal-kapal ‘nakal’. Oleh karena itu, kegiatan ini harus diawasi lebih ketat untuk mencegah pencemaran. Apalagi bila sudah terjadi persoalan bisnis di dalamnya.
“Kapal itu berlayar sebelum limbah mereka benar-benar bersih. Sekarang, siapa yang berani menjamin kalau sisa limbah itu tidak mereka buang sembarangan. Apakah sewaktu keluar dari perairan Indonesia kapal itu dikawal atau diawasi. Ini harus jelas juga,” kata pria yang akrab disapa Bung Tom itu.
Sekarang ini dirinya sedang mempelajari permasalahan terkait limbah yang terancam telantar dan batal dikelola ini. Ia sedang mempertimbangkan langkah selanjutnya yang akan pihaknya ambil apabila telah mempunyai bukti-bukti yang cukup.
“Sekarang kita sedang mempertanyakan pengawasan keluarnya kapal itu kepada Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Khusus Batam. Kemudian kita juga sedang menunggu informasi pekerjaan tank cleaning-nya dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kepri,” kata Budiman Sitompul.