Musibah tanah longsor yang mengakibatkan sekitar 40 rumah tertimbun terjadi di Kecamatan Ile Boleng, Kabupaten Flores Timur (Flotim), Nusa Tenggara Timur (NTT). Longsor diakibatkan meningkatnya curah hujan.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Flotim, Alfonsus H Betan, mengatakan, saat ini petugas di lapangan masih melakukan pendataan.
“Sekitar 40 rumah tertimbun longsor, dan ada kurang lebih 100 warga di kecamatan itu dilaporkan keluarganya hilang. Para korban diduga tertimbun longsor,” katanya dikutip dari Antara, Minggu, 4 April 2021.
Petugas BPBD bersama TNI dan Polri saat ini terus mencari korban yang dilaporkan hilang. Namun ia enggan menyatakan jumlah pasti korban yang tertimbun.
Alfonsus menambahkan, saat ini Bupati Antonius Hubertus Gege Hadjon, bersama sejumlah pihak sedang berada di lokasi untuk meninjau sejumlah lokasi bencana di daerah itu.
“Sejumlah akses jalan menuju ke lokasi juga terputus sehingga proses evakuasi cukup terhambat,” ujarnya.
Selain itu jaringan telepon dan internet juga putus sehingga koordinasi dari lokasi bencana juga terhambat.
Bangun Jembatan
Sementara itu warga di Waiwerang, Kecamatan Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur, yang juga terdampak banjir dan longsor, membangun jembatan darurat. Warga bergotong royong membangun prasarana perhubungan itu secara mandiri.
“Jembatan darurat yang dibangun warga ini telah mempermudah evakuasi korban meninggal yang sudah ditemukan. Untuk sementara ini jumlahnya sebanyak tiga orang,” kata Camat Adonara Timur Damianus Wuran.
Jembatan darurat dibangun warga setelah akses jembatan utama yang menghubungkan wilayah Waiwerang dengan Waiburak terputus total diterjang banjir bandang berupa aliran lumpur yang membawa serta kayu dan batu besar.
Hingga saat ini, katanya, jumlah korban yang teridentifikasi untuk sementara enam orang. Tiga orang ditemukan tewas dan tiga lainnya masih dalam proses pencarian.
Upaya pencarian dan evakuasi korban, lanjut dia, masih terus berlangsung dengan mengandalkan tenaga manusia baik dari pemerintah daerah bersama warga.
Ia mengatakan belum ada dukungan alat berat untuk membantu pencarian karena persediaan yang terbatas. Sehingga diprioritaskan pada titik lain di Pulau Adonara yang juga mengalami bencana banjir dan tanah longsor yakni di Desa Nele Lamadike, Kecamatan Ile Boleng.
“Jadi kita masih sesuaikan dengan kondisi yang ada di lapangan, meskipun memang pencarian korban sangat sulit pada area timbunan lumpur,” katanya.
Ia mengatakan meski dengan keterbatasan fasilitas yang ada, upaya identifikasi dan pencarian masih terus berlangsung tanpa lelah di lapangan.
Para korban selamat hanya tersisa pakaian di badan. Mereka diberi penanganan darurat berupa layanan kesehatan, pemberian makanan, tempat istirahat, dan sebagainya.
“Kita sudah koordinasi dengan puskesmas di Waiwerang untuk menyiagakan layanan kesehatan bagi para korban yang selamat,” katanya.
Ia menambahkan dampak banjir bandang di daerah setempat memang cukup parah, selain menelan korban jiwa, banyak rumah yang rusak total, kendaraan, dan barang berharga lainnya hanyut dibawa banjir.
Oleh karena itu pemerintah daerah dalam berkoordinasi penangani korban, membentuk posko untuk melakukan penanganan darurat bencana.