Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Drs. K.H. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, M.A menyatakan, dengan mempertimbangkan rasa keadilan, maka Habib Rizieq Shihab (HRS) seharusnya dibebaskan dari hukuman.
“Kalau kerumunan di masa Covid-19 dianggap sebagai pelanggaran hukum, maka mengapa fakta-fakta kerumunan yang begitu banyak, termasuk yang melibatkan penguasa, tidak dibawa ke jalur hukum,” kata anggota Presidium Pusat Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang lebih dikenal dengan panggilan Din Syamsuddin ini di Jakarta, Jumat, 28 Mei 2021.
“Rasa keadilan rakyat kini terusik. Sangat nyata dan kasat mata ketakadilan tersebut dipertontonkan,” kata Din, yang pernah memimpin Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat itu.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur (Jaktim), Kamis, 27 Mei 2021 menjatuhkan hukuman delapan bulan penjara terhadap Rizieq Shihab, dan lima terdakwa lainnya. Mereka terbukti bersalah melanggar aturan karantina kesehatan.
“Menjatuhkan pidana atas para terdakwa dengan hukuman penjara masing-masing selama delapan bulan,” kata hakim ketua, Suparman Nyompa.
Rizieq Shihab telah ditahan sejak 13 Desember 2020, maka kemungkinan ia akan mendekam di penjara hingga Agustus 2021 mendatang.
Menurut majelis hakim, Rizieq dan lima terdakwa lainnya yakni Haris Ubaidillah, Ahmad Sabri Lubis, Ali Alwi Alatas, Idrus Al-Habsyi, dan Maman Suryadi, dinyatakan bersalah terkait kerumunan massa melebihi batas maksimum, saat acara pernikahan putrinya dan peringatan Maulid Nabi Muhammad di tempat tinggalnya Petamburan, Jakarta Pusat.
Hukuman badan tersebut lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang sebelumnya mengajukan pidana penjara selama dua tahun. Jaksa juga menuntut agar Rizieq dan kawan-kawan dicabut hak mereka sebagai anggota pengurus ormas selama tiga tahun.
Atas putusan ini, Rizieq dan kawan-kawan (dkk) meminta waktu selama sepekan untuk memikirkan hukuman badan tersebut.
Sebelumnya, Rizieq Shihab juga telah divonis pidana denda Rp 20 juta subsider lima bulan penjara atas perkara dugaan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) di Megamendung. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) 10 bulan penjara dan mewajibkan Rizeq membayar denda Rp. 50 juta subsider tiga bulan penjara.
Ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Jaktim Suparman Nyompa dalam persidangan, Kamis, 27 Mei 2021 juga menyebut, terjadi diskriminasi dalam kasus pelanggaran protokol kesehatan (prokes). Hal itu yang menjadi salah satu alasan bagi hakim hanya menjatuhkan sanksi denda dalam kasus Megamendung, Bogor, Jawa Barat.
Pembacaan vonis disampaikan lagsung hakim ketua Suparman Nyompa dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis, 27 Mei 2021.
Ada dua pertimbangan dalam vonis yaitu yang memberatkan dan meringankan. Hal memberatkan, Rizieq dinilai tidak mendukung program pemerintah untuk mencegah penyebaran Covid-19. Sedangkan yang meringankan, Rizieq menempati janji meminta para pendukungnya tidak datang ke persidangan.
Sosok Suparman Nyompa
Suparman Nyompa, SH. MH sendiri berasal dari Makassar, Sulawesi Selatan. Pada 2012 lalu mendirikan pesantren Al Hadi Al Islami di Desa Sogi, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Pesantren yang didirikannya itu tidak memungut biaya dari para santrinya.
Jauh sebelum bertugas di PN Jaktim, Suparman ditempatkan di PN Pangkajene dan PN Makassar. Ia pernah memimpin sidang raja narkoba internasional yang menyeret Amiruddin Rahman alias Aco. Pada persidangan terbuka, Aco ia jatuhi hukuman mati.