Kegiatan tank cleaning dua kapal tanker berbendera Malaysia dan Kepulauan Cook di perairan Batu Ampar, Kota Batam, Kepulauan Riau, kini sudah masuk tahap akhir. Dokumentasi yang HMS peroleh baru-baru ini memperlihatkan limbah hasil dari pembersihan tangki tersebut mulai dikemas dalam ratusan karung dan dimuat ke kapal pengangkut. Prosesnya berlangsung tanpa dilengkapi dokumen dan luput dari pengawasan petugas.
Sumber HMS mengatakan, setelah laporan HMS terbit (baca: Dua Kapal Asing Diduga Lakukan Tank Cleaning Ilegal di Perairan Batam), perusahaan mulai mengurus seluruh izin kegiatannya. Sekira pada akhir April 2021, mereka juga buru-buru melampirkan surat pemberitahuan kegiatan kepada Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) khusus Batam dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kepri.
“Setelah kemarin beritanya terbit mereka baru mengurus semuanya [dokumen]. Artinya kerja dulu, kalau ketahuan baru urus dokumen. Intinya kegiatan itu kan sudah jelas tidak memiliki izin dari KSOP dan DLHK. Setahu saya kapal pengangkut juga tidak memiliki izin angkut limbah B3, jeti [dermaga khusus] tempat bongkar limbah tidak memiliki izin, kapal pengangkut tidak memiliki manifes limbah B3, seratus persen kegiatan ini ilegal,” katanya kepada HMS, 10 Mei 2021.
Kepala Seksi Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Kepri, Edison, mengatakan, pihaknya sudah menerima laporan pemberitahuan kegiatan tersebut. Hanya saja, dia belum bisa memastikan kapan surat pemberitahuan itu masuk. Apakah setelah kegiatan atau sebelum kegiatan berlangsung.
“Nanti saya cek di kantor. Karena pemberitahuan itu kalau saya tidak salah masuknya April. Saya cek dulu, ya, biar tanggalnya tidak salah,” katanya kepada HMS, 10 Mei 2021. Dia memastikan tanggal masuknya surat pemberitahuan tersebut untuk menjawab pertanyaan HMS, soal jawaban konfirmasinya pada 17 April 2021, yang menyatakan, pihaknya belum mengetahui perihal aktivitas kedua kapal asing itu dan belum menerima laporan kegiatan tank cleaning tersebut.
Sebetulnya HMS sebelumnya sudah lebih dulu mewawancarai Kepala KSOP Khusus Batam, Mugen Suprihatin Sartoto. Dia mengatakan, bahwa dokumen kegiatan dua kapal itu memang masih berproses. Tetapi intinya, kata dia, semua kegiatan mestinya harus ada izin terlebih dulu, setelah itu barulah boleh berjalan. Apabila hal itu dilanggar, pihaknya tidak akan lagi memberikan layanan terhadap perusahaan-perusahaan yang melakukan penyimpangan prosedur itu.
“Iya mereka masih berproses, barusan dari DLHK kita sudah terima beberapa dokumen yang sudah keluar,” kata Mugen, 30 April 2021.
Ketika ditanyakan soal keterangan Kepala Bidang Keselamatan Berlayar, Penjagaan dan Penegak Hukum (Gakum) KSOP khusus Batam, Letkol (Mar) Eko Priyo Handoyo, pada 17 April 2021, menyebut KSOP tidak ada mengeluarkan surat pengawasan terhadap kegiatan itu. Dia menjawab, “Kalau tidak ada permintaan, kan pengawasan tidak dilakukan. Kalau sudah terjadi, dari kita ya akan dihentikan. Sama saya [sebelumnya] belum ada laporan. Kan, patroli saya terus jalan itu. Kalau tidak melihat mereka melakukan itu, jadi mau ngomong apa,” kata Mugen.
Kabar soal kegiatan tank cleaning tanpa izin dua kapal tangker berbendera Malaysia dan Kepulauan Cook di perairan Batu Ampar, Kota Batam, Kepulauan Riau, sebelumnya sudah mendapat respon pelbagai pihak. Salah satunya dari Komite Peduli Lingkungan Hidup Indonesia (KPLHI). Mereka meminta kasusnya jangan dibiarkan samar, dan pihak berwenang harus segera mengambil tindakan.
“Kami akan segera menyurati instansi terkait supaya pemeriksaan dilakukan terhadap dua kapal asing itu, dan sebelum pemeriksaan dilakukan dan hasilnya dinformasikan kepada publik, kapal itu kami minta jangan dulu berlayar,” kata Ketua KPLHI Kota Batam, Azhari Hamid, Senin, 26 April 2021.
Pihaknya sementara ini sedang mendalami perihal kegiatan kapal dan tujuan kapal itu datang berlabuh di Batam, termasuk mencari informasi perihal legalitas keagenan kapal dan perusahaan yang diduga melakukan kegiatan tank cleaning.
Menurut Azhari, sangat tidak beralasan jika ada kegiatan tank cleaning yang dilakukan dalam suatu daerah administrasi sebuah pemerintahan namun aparat instansi di daerah tidak mengetahui.
“Atau pura-pura tidak tahu hanya sebagai jawaban normatif kepada para pihak, di mana mereka sesungguhnya sangat mengetahui kegiatan tersebut. Ini dugaan KPLHI melihat dari pengalaman yang pernah kami pantau selama ini,” kata Azhari.
Dalam hal ini yang bersentuhan langsung dengan persoalan tank cleaning kata dia adalah Kantor Syahbandar Dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) sebagai otorisasi regulasi tentang kegiatan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Atas adanya kabar ini, ia pun mempertanyakan fungsi pengawasan dua instansi tersebut.
“Bagaimana mau melakukan pengawasan pencemaran jika ada aktivitas yang sangat riskan dengan pencemaran DLH dan KSOP tidak mengetahuinya,” kata dia.
Azhari menerangkan, sesuai prosedurnya jika ada kapal labuh tambat apapun kegiatannya sudah pasti kepengurusannya menggunakan keagenan dan berhubungan langsung dengan KSOP. Demikian pula dengan DLH sebagai kepanjangan tangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), apabila ada aktivitas tank cleaning wajib meminta izin melakukan kegiatan kepada kedua instansi tersebut.
“Ini sudah menjadi standar kegiatan tank cleaning jika kapal melakukan kegiatannya di perairan Indonesia. Memang dari dulu Batam sudah menjadi “keranjang sampah” oleh kapal-kapal asing. Setiap tahun pantai kita tercemar karena ulah oknum kapal laut yang tidak bertanggung jawab, membuang limbah B3 di perairan kita demi memperoleh keuntungan dari efisiensi biaya atas kewajiban melakukan pengolahan limbah di atas kapal sesuai ketentuan,” kata Azhari Hamid.