Perkara pemotongan kapal Acacia Nassau berbendera Bahama di Kota Batam, Kepulauan Riau, sungguh berliku. Sudah hampir dua bulan drama kasus ini mencuat ke publik, satu persatu fakta muncul lengkap bersama “skenario” kasusnya. Namun, meskipun episodenya sudah cukup jauh berlangsung, siapa aktor utama yang bertanggung jawab dan sanksi apa yang akan dikenakan sampai sekarang belum terjawab.
HMS berusaha mengurai benang kusut perkara ini bermodal beberapa bocoran dokumen dari berbagai sumber, keterangan dari pejabat terkait juga dikumpulkan guna mendapatkan referensi yang tepat dalam menyingkap area “bermain” mafia perkapalan yang katanya merugikan negara senilai miliaran rupiah dalam sekali operasi ini.
Salah satunya melalui dokumen yang didapatkan HMS. Pada 15 Februari 2021, Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) khusus Batam diketahui telah menerbitkan sebuah surat. Isinya, perihal klarifikasi dan tanggapan serta data pemegang perizinan penutuhan kapal atau pemotong atau penghancur kapal. Surat ini dikirim menindaklanjuti surat Ketua Pelaksana Unit Pemberantasan Pungli Provinsi Kepri, 8 Februari 2021.
Pada butir kedua surat itu disebutkan, kegiatan penutuhan kapal Acacia Nassau di dermaga PT Graha Trisaka Industri belum memiliki persetujuan atau izin penutuhan kapal dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Dithubla). PT Graha Trisaka Industri dinyatakan hanya merupakan Terminal Khusus (Tersus) yang aktif bergerak dalam industri pembuatan kapal dan bangunan lepas pantai sesuai keputusan Dithubla nomor: BX-76/008 tanggal 16 Februari 2015.
Selain itu disebutkan juga, hingga saat ini ternyata hanya terdapat dua badan usaha atau perorangan di Batam yang pernah diterbitkan dokumen otorisasi melaksanakan penutuhan dari Dithubla yaitu: PT Bumi Natura Indonesia dan PT Sentek Indonesia. Dengan kata lain di luar dua perusahaan itu kegiatan penutuhan kapal di Batam selama ini tidak mendapat restu alias ilegal.
Keterangan dalam dokumen dengan nomor: UM2xx/xxxx/KSOP.Btm/2021 itu agaknya semakin memperjelas drama penyimpangan prosedur pemotongan kapal ini, yang prosenya diketahui diurus oleh keagenan PT Pelayaran Sinar Mandiri Sejahtera. Sekaligus membantah surat keterangan izin pemotongan kapal yang pada 10 Februari 2021, sempat HMS dapatkan dari salah satu instansi penegakan hukum setempat. Surat keterangan itu diklaim dikeluarkan oleh KSOP khusus Batam. Isinya menyebutkan, kalau kapal Acacia Nassau memang benar tidak digunakan lagi dan diizinkan untuk di-scrap atau ditutuh di lokasi PT GTI.
Dari surat tersebut diketahui pula, sekarang tengah berjalan upaya antisipasi pungutan liar di KSOP khusus Batam. Langkah-langkah yang dilakukan diantaranya: menerbitkan edaran kepada pegawai dan stakeholder, pembentukan unit kepatuhan internal dan unit pengendali gratifikasi, membuat kotak pengaduan dan layanan masyarakat, serta menerapkan mekanisme pengawasan internal tiap-tiap bidang.
Siapa yang menggolkan proyek ini dan kenapa pemotongan baru dihentikan pada 10 Februari 2021 lalu, setelah 50 persen badan kapal berumur 40 tahun itu terpotong dan sebagiannya telah dijual. Sumber HMS menyebutkan, kalau pemilik kapal ini adalah pengusaha ternama di Batam berinisial Y, yang memiliki pengaruh cukup besar dalam menjalan gurita bisnisnya. “Sulit tersentuh “kerajaan” bisnisnya itu, semua prosesnya kalaupun ada penyimpangan pasti si pemilik kapal kan tahu. Siapa oknum yang membekingi sampai dia berani memotong kapal sebelum izin keluar, dialah yang paling tahu itu,” kata dia kepada HMS.
Perihal perkara pemotongan kapal ini, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Ombudsman Kepri, Lagat Paroha Patar Siadari juga turun gunung mengawasi secara langsung. Dia menyebutkan hasil koordinasinya dengan KSOP Batam, petugas setempat mengaku telah membentuk tim investigasi untuk melakukan penyelidikan kasus pemotongan kapal yang datang dari Pelabuhan Brisbane, Australia, ini.
“Terkait dengan kasus pemotongan kapal Acacia Nassau itu, pertama beliau (Kepala KSOP Batam) mengatakan memang tidak ada izin pemotongan kapal itu dan karena seyogianya izin pemotongan kapal itu pun dikeluarkan oleh Kementrian Perhubungan,” kata Lagat, Selasa 9 Maret 2021.
Dia menerangkan, selama ini KSOP Batam melakukan pengawasan pemotongan kapal berdasarkan surat yang dikeluarkan oleh Kepala KSOP sebelumnya. Hanya saja, karena ada permasalahan yang timbul, Kepala KSOP, Mugen Hartoto, yang baru beberapa bulan ini menjabat langsung mengeluarkan surat penghentian kerja. Dari data HMS diketahui, surat penghentian tersebut baru terbit 10 Februari 2021, dengan nomor: UM.209/X/XX/KSOP/BTM/2021.
“Izin pemotongan tidak ada, tetapi ada keluar surat dari pejabat sebelumnya berupa surat pengawasan pemotongan. Harusnya ada izin dulu baru keluar surat pengawasan. Tetapi ini tidak ada izin tetapi ada surat pengawasan, makanya Kepala KSOP Batam sekarang, Mugen S. Hartoto melakukan investigasi,” kata dia.
Ombudsman Kepri kata dia, sementara ini memberikan kesempatan dan mempercayakan penuh penanganan kasus ini kepada KSOP Batam. Pihaknya menunggu buah kerja hasil kerja investigasi tim yang baru dibentuk itu untuk menindak oknum yang terlibat maupun perusahaan yang mengindahkan prosedur pemotongan kapal.
“Jadi KSOP Batam sudah betul sementara ini dalam prosedurnya. Karena kasus ini sudah viral dan ribut dimana-mana, maka KSOP Batam membentuk tim investigasi. Supaya nanti mereka dapat mengambil langkah-langkah apa saja sebagai aparat penegak hukum. Terkait penindakan yang tepat kepada pihak-pihak yang diduga melanggar. Jadi saya memberikan kesempatan pada KSOP Batam untuk melakukan investigasi dan nanti melaporkan ke Ombudsman Kepri,” katanya.
Sebagai informasi, penyimpangannya terkuak bermula dari adanya informasi aktivitas pemotongan kapal secara ilegal di dermaga galangan Pax Ocean, PT Graha Trisaka Industri. Setakat dengan itu, muncul satu dokumen dari Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, perihal persetujuan keagenan kapal asing (PKKA). Isinya menyatakan, kalau kapal yang diageni oleh PT Pelayaran Sinar Mandiri Sejahtera (PSMS) itu ternyata hanya mendapat izin melakukan kegiatan docking atau pemeliharan di Batam selama 10 hari. (baca: Main Potong Kapal Bahama di Tanjunguncang, Agen: Kok Bisa Tahu?).
Setelahnya, babak baru perkara kapal berumur 40 tahun, yang dibuat pada 1981 itu pun dimulai.
Instansi terkait mulai ambil bagian dan perannya masing-masing. Pada rapat dengar pendapat (RDP), Kamis, 18 Febuari 2021, Sekretaris Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam, Arlon Veristo mengatakan, ketika pihaknya melakukan peninjauan ke lokasi PT GTI, tidak ada dampak lingkungan di sekitaran perairan tersebut.
“Pemotongan itu boleh-boleh saja sepanjang itu berada di lokasi perusahaan yang mengerjakan dan tidak menimbulkan pencemaran. Saat ini kami sedang meminta surat-surat izin mereka. Kalau izinnya lengkap maka tidak akan jadi masalah dan kalau permintaan warga untuk menghentikan aktivitas itu, maka tidak cocok. Karena itu akan merugikan perusahaan yang bersangkutan” kata Arlon Veristo. (baca: Anggota Komisi III DPRD Batam: Pemotongan Kapal Acacia Nassau Tidak Mencemari Lingkungan).
Perkara ini juga mendapat perhatian dari Komisi I DPRD Kota Batam. Pada Senin, 1 Maret 2021, digelarlah rapat dengar pendapat oleh komisi yang membidangi hukum dan pemerintahan itu. Instansi terkait yang diundang untuk hadir diantaranya KSOP Batam dan Bea Cukai Batam. Sementara dari pihak perusahaan yang hadir ialah Asisten Manager HSE PT Graha Trisakti Industri, Supri.
Supri, mengatakan, kapal itu tiba di Batam pada 24 Oktober 2020 dalam kondisi mesin yang masih beroperasi. Sebelum bersandar di perusahaannya, kata dia, kapal lebih dulu didatangi oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Batam untuk dilakukan pemeriksaan bebas Covid-19 bagi seluruh awak atau kru kapal. Ia menjelaskan, seluruh kru kapal berjumlah 18 orang dengan rincian satu warga negara Ukraina dan sisanya warga negara Filipina. Setelahnya para kru kapal dipulangkan ke negaranya masing-masing.
“Kapal itu memiliki berat 31.000,28 ton dan sudah memiliki surat izin masuk dari Bea dan Cukai. Awalnya kapal itu akan dikonversi tetapi terdapat kesalahan pada gambar sehingga dilakukanlah pemotongan badan kapal. Tetapi saat ini pengerjaan pemotongannya sedang ditahan, karena sedang mengurus izin-izinnya di Bea dan Cukai Batam dan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Batam,” kata dia.
Kepala Bidang Pelayanan dan Fasilitas Pabeanan dan Cukai I Kantor Bea dan Cukai Batam, Sumarna, menjelaskan, setiap kapal asing yang masuk ke Batam harus men-submit dokumen di sistem aplikasi yang digunakan oleh perusahaan yang berhubungan dengan kapal itu. Untuk kapal Acacia Nassau, ia menjelaskan kalau kapal itu masuk dalam kondisi kosong atau tanpa barang niaga yang dimuat.
“Dalam kasus kapal ini, posisi kami menunggu selesai docking. Setelah itu baru mereka akan mengajukan outward manifest ketika keluar dari Batam dan akan dikenakan pajak jika dibawa ke luar kota ataupun luar negeri,” katanya sembari menjelaskan, jika satu kapal masuk ke Batam dalam kondisi baru maka harus memenuhi izin Kementrian Perdagangan dan Perindustrian (Kemendag) RI. Hal itu, katanya, tertuang di dalam Permendagri no 118 tahun 2018 dan harus dipenuhi. (baca: KSOP Tidak Pernah Keluarkan Izin Pemotongan Kapal Acacia Nassau)
“Kapal Acacia Nassau ini bukan lagi berstatus alat angkut. Harusnya diubah fungsinya sebagai kapal barang, kalau mau dipotong harus mengubah manifes dulu. Jadinya bukan lagi kapal angkut tapi kapal barang, dan izin itu diajukan ke BP Batam. Sementara izin pemotongan ada di KSOP Batam,” kata Sumarna.
Kasi Tata Kelola Pelabuhan KSOP Batam, Kastono, mengatakan, pihaknya tidak memberikan izin untuk pemotongan kapal Acacia Nassau lantaran hal tersebut merupakan kewenangan Dirjen Perkapalan dan Perlautan. “Prosedur yang harus dipenuhi dan diurus oleh perusahaan ini masih panjang dan banyak. Itu juga sedang diproses, tetapi pihak perusahaan sudah melakukan pemotongan,” kata Kastono.
Ia menjelaskan, selain izin untuk pemotongan yang harus didapatkan dari Dirjen Perkapalan dan Perlautan, tempat dan lokasi pemotongan kapal tersebut juga harus mendapat izin dari otoritas yang sama.
KSOP Batam mengaku telah mengantongi surat jual beli, surat keterangan penghapusan bendera Bahama, surat atau sertifikat registrasi dari Bahama, last port clearance, dan agreement dari PT Graha Trisakti Industri atas kapal Acacia Nassau. Menurutnya, dari 12 surat yang diperlukan, PT Graha Trisakti Industri tinggal menunggu surat izin pemotongan dan izin otorisasi pemotongan dari Dirjen Perkapalan dan Perlautan.