Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, meminta PT PLN (Persero) memangkas belanja modal (capital expenditure/capex) hingga 50 persen. Hal ini merupakan salah satu langkah yang diambil Menteri BUMN sebagai upaya untuk menyehatkan kondisi keuangan BUMN kelistrikan itu yang kini punya utang hingga Rp500 triliun.
“PLN itu utangnya Rp500 triliun, tidak ada jalan kalau tidak segera disehatkan. Salah satunya, itu kenapa sejak awal kami meminta capex PLN ditekan sampai 50 persen,” katanya dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI, Kamis, 3 Juni 2021.
Menurutnya, kini PLN telah berhasil melakukan efisiensi dengan menekan capex hingga 24 persen atau sekitar Rp24 triliun. Langkah ini pun mampu mendorong arus kas keuangan PLN menjadi lebih sehat.
Selain memangkas capex, penanganan utang yang besar itu dilakukan pula dengan meminta PLN melakukan negosiasi ulang kepada pihak kreditur untuk bisa mendapatkan bunga yang lebih rendah.
“Alhamdulillah dari PLN sendiri sudah tercapai negosiasi Rp30 triliun,” katanya.
Upaya lainnya, lanjut Erick, dengan meminta PLN untuk melakukan negosiasi pembelian listrik take or pay senilai Rp60 triliun. Ia mengatakan, berdasarkan laporan terakhir, PLN berhasil melakukan negosiasi hingga Rp25 triliun.
“Laporan terakhir sudah Rp25 triliun dan masih ada Rp35 triliun, tapi tanpa dukungan kementerian lain, seperti contoh kompensasi PLN, itu hari ini diketok baru dibayar 2 tahun lagi, itu ada cost-nya alhamdulilah sekarang sudah dibayar 6 bulan,” kata dia.
Menurut Erick, sejumlah langkah yang dilakukannya untuk menyehatkan kinerja PLN telah berdampak positif untuk menyehatkan keuangan PLN. Dalam hal ini, kata dia, diperlukan pula dukungan DPR untuk melakukan transformasi BUMN.
Sepanjang 2020, PLN tercatat mengantongi laba bersih sebesar Rp5,9 triliun. Capaian itu naik 38,6 persen dibandingkan laba bersih tahun sebelumnya yang sebesar Rp4,3 triliun.
Dengan langkah efisiensi dan penghematan yang dilakukan, PLN mampu menurunkan beban usaha cukup signifikan senilai Rp14,4 triliun, dari yang semula sebesar Rp315,4 triliun di 2019 menjadi sebesar Rp301 triliun di 2020.