Lelaki itu berdiri di antara para undangan di depan aula sebuah hotel berbintang di Kota Batam, Kepulauan Riau. Dia mengenakan setelan jas serba-hitam. Dari balik kacamatanya, dia mengamati orang-orang. Sesekali melempar senyum, menyapa, dan berjabat tangan. Dia adalah salah satu tokoh penting Parsadaan Pomparan Silauraja Indonesia yang mewakili Jakarta. Namanya Frendly Gurning. Seorang akuntan, pemusik, dan aktivis.
Frendly besar dan lahir di Medan. Usianya sekarang 45 tahun. Meskipun usianya masih terbilang muda, tetapi ia punya kisah dan pemikiran yang sama panjangnya. Dalam wawancaranya bersama HMS, gaya bicaranya berapi-api. Penuh semangat. Nadanya terdengar pasti. Suka bernostalgia.
Perjalanan hidup Frendly dimulai saat usianya masih 19 tahun. Ia hijrah ke Jakarta. Tujuannya pun sederhana: menimba ilmu dan menambah pengalaman hidup, syukur-syukur kalau bisa mengubah nasib. Di kota perantauan, dia mengambil jurusan ekonomi akuntansi di Universitas Kristen Jakarta.
Berstatus sebagai mahasiswa dari keluarga dengan kelas ekonomi menengah membuat Frendly harus merasakan asam dan pahit kehidupan. Dia sadar, kiriman bulanan dari orang tua tak bisa sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhannya. Bermodal kemampuan memetik senar gitar yang didapatnya di lapo tuak dan di tongkrongan sewaktu di Medan, Frendly kemudian mengamen usai kuliah.
“Dulu memang ongkos bis ke kampus cuma gopek (Rp500), tapi ya tetap harus disiasati. Jadi kalau ke kampus gak cuma bawa buku, sering bawa gitar juga. Karena mungkin disangka pengamen betulan, kadang malah ongkos bis gak diminta sama supir. Lumayan lah, duit dapat, ke kampus pun gratis,” katanya kepada HMS saat diwawancarai dalam Musyawarah Nasional (Munas) Parsadaan Pomparan Silauraja Indonesia, 23 Oktober 2021.
Aktivitas mengamen rutin dia lakukan bahkan hingga masuk tahun ketiga dirinya berstatus mahasiswa. Gejolak politik yang memanas saat itu, turut membuat Frendly turun ke jalan bersama rekan-rekannya. Dia bahkan ikut dalam demo reformasi menuntut Presiden Soeharto untuk mundur dari jabatannya, dan kini masih aktif di dalam Perhimpunan Nasional Aktivis ’98 (Pena).
Memasuki tahun milenium, Frendly dinyatakan resmi bergelar sarjana akuntansi, nasib pun membawanya bekerja di sebuah perusahaan akuntan publik. Dua tahun setelahnya, pada 2002, dia kemudian berpindah kantor ke perusahaan geo servis, lalu pindah lagi ke perusahaan surveyor. Di tahun 2012, Frendly melanjutkan jenjang pendidikannya ke tingkat strata 2 jurusan manajemen keuangan. Pada tahun 2015 dia lulus dan menyandang Magister Manajemen Keuangan. Sekarang pun ia masih belajar, memperluas wawasan dengan mengambil S1 di fakultas hukum.
“Sekarang saya bekerja di PMA, sebuah industri pertambangan batu bara dan menjabat sebagai General Manager Finance,” katanya.
Dia mengaku bukan dari kalangan pengusaha, tetapi beberapa orang keturunan Silauraja dari pelbagai latar belakang sering berkunjung ke rumahnya. Itu karena selain dia orangnya ramah, suka memberi nasihat, Frendly juga menjabat sebagai Pembina Naposobulung Silauraja se-Jabodetabek. “Jadi kalau di Jakarta, rumah saya itu jadi tempat nongkrong lah. Kita sering berbagi masukan di sana dan mengobrol tentang apa saja.”
Dia pun menilai, secara umum keturunan Silauraja cukup baik dalam berorganisasi dan hal itu berjalan lancar hingga saat ini. Frendly berharap, dalam Munas Parsadaan Silauraja pertama di Batam menghasilkan konsolidasi internal Silauraja di seluruh Indonesia.
“Angan-angan saya, di setiap provinsi ada Parsadaan Silauraja. Tugas utama kepengurusan saat ini adalah mengonsolidasikan seluruh pengurus yang sudah ada. Sekarang kan baru terbentuk Parsadaan Silauraja di 8 provinsi, masih ada puluhan daerah lain,” katanya.
Sebagai perpanjangan tangan ketua umum, Frendly berharap pengurus yang baru terpilih dapat membentuk koordinator di wilayah di pulau-pulau besar di Indonesia. Hal itu perlu dilakukan, kata dia, lantaran jangkauan Ketua Umum belum bisa menjangkau daerah dari Sabang hingga Merauke.
“Jadi komunikasi antarwilayah bisa dilakukan oleh Koordinator Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Artinya tinggal cari tokoh di pulau besar tadi, pasti dia lebih tahu. Jadi melalui koordinasi mereka bisa diinisiasi pembentukan Pomparan Silauraja. Caranya seperti itu lebih efektif, mengonsolidasikan parsadaan,” kata dia.
Dia berharap, pada 2025 mendatang sudah ada keterwakilan Pomparan Silauraja dari tiap daerah minimal 3 orang. Lebih jauh, Frendly mengungkapkan bangga dan puas atas kinerja seluruh panitia Munas Parsadaan Silauraja pertama kemarin.
“Dari awal terbentuk November 2020 lalu, panitia selalu memberikan laporannya ke pengurus. Jadi tiap minggu pasti ada pertemuan virtual, saya bahkan tidak pernah absen walaupun beberapa pembahasan baru berakhir pukul 3 pagi,”
“Saya salute dengan kepanitiaan saat ini, proses merangkulnya bagus, niat orang mengikuti zoom ini juga animonya tinggi. Memang hasilnya memuaskan biarpun ada kekurangan, tapi itu wajar kalau seperti acara ini ada kurang lebihnya tapi pada keseluruhan cukup baik,” kata Frendly.