Puluhan pekerja dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Batam, melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Pemerintah Kota Batam. Mereka datang untuk meminta harga-harga bahan pokok turun, karena sudah tidak sebanding dengan biaya hidup.
Aksi ini dilakukan pada Selasa, 27 Oktober 2021 kemarin, dalam rangka mendekati pembahasan Upah Minimum Kota (UMK) Batam pada tahun 2022 mendatang.
“Kedatangan kita pagi ini ke Pemko ingin menyampaikan beberapa poin. Tapi ini adalah aksi yang dilakukan secara bersamaan, dalam menyambut pembahasan UMK 2022,” teriak orator saat tiba di lokasi unjuk rasa.
Aksi unjuk rasa tersebut berlangsung damai. Para perwakilan dari FSPMI Batam juga langsung ditemui oleh Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Kadisnaker) Batam, Rudi Sakyakirti.
Ketua Konsulat Cabang FSPMI Batam, Ramon mengatakan poin kedatangan massa adalah penolakan undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker) atau Omnibus Law, PKB, UMK, dan meminta untuk menurunkan harga sembako.
Salah satu poin utama yaitu mengenai harga sembako. Mereka meminta pemerintah menekan harga komoditas kebutuhan pokok, karena upah yang diterima sekarang sudah tidak sebanding dengan biaya hidup di Batam.
“Pemerintah ini sangat mudah menurunkan upah buruh, tapi tidak mampu menjamin stabilitas harga sembako yang dinilai masih tinggi sampai saat ini,” katanya.
Satu lagi, tuntutan yang sudah sangat lama disampaikan, tetapi belum direspon sampai saat ini, yaitu terkait Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang diminta harus berada di Batam.
Permintaan ini muncul karena banyak kasus terkait industri dengan tenaga kerja. Oleh karena itu, menurut mereka sudah seharusnya ada pengadilan yang khusus menangani kasus ini di Batam.
Saat ini PHI yang di Kepri, hanya ada di Tanjungpinang, dan dalam proses penyelesaian hubungan kerja antarpekerja dan industri, juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
“Buruh banyak yang tidak mampu untuk pergi menghadiri sidang. Jadi kalau tidak bisa ada pengadilan di sini, minimal ada bantuan dari pemerintah terkait biaya bagi buruh dalam menghadapi sidang,” katanya.
Menanggapi tuntutan dalam aksi tersebut, Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Batam, Rudi Sakyakirti mengatakan, poin pentingnya menyangkut pengupahan yang dinilai tidak pro pada buruh. Dalam Omnibus Law ada beberapa aturan yang mengatur terkait PHK, cuti, termasuk soal perjanjian kerja bersama (PKB).
Dalam Omnibus Law ada aturan yang mengatur terkait hal ini, PKB harus sejalan dan tidak boleh melebihi apa yang sudah dituangkan dalam Omnibus Law.
“Sedangkan menurut mereka PKB merupakan kesepakatan bersama, jadi tidak harus mengacu pada Omnibus Law. Itu yang mereka tolak dari Omnibus Law,” katanya usai menemui para buruh.
Buruh juga meminta pemerintah daerah untuk mengajarkan biaya dalam membantu buruh dalam menghadapi perkara. Untuk satu perkara diperkirakan ada delapan sidang, dan itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sebab lokasi Pengadilan Hukum Industrial ini ada di Tanjungpinang.
“Dulu memang ada anggaran untuk ini tahun 2012 lalu. Namun seiring adanya perubahan aturan, maka sekarang takada lagi. Tapi nanti saya coba diskusikan bersama komisi IV soal ini,” katanya.
(Kontributor HMS, SIR)