Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, Sabil Rachman sepakat atas pernyataan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto yang memastikan, PDI Perjuangan tidak menginginkan adanya aturan yang mengizinkan jabatan presiden menjadi tiga periode dan juga menolak penambahan masa kedudukan kepala negara lebih dari sepuluh tahun.
“Mas Hasto (Kristiyanto) saya kira hanya menyampaikan apa yang juga dipikirkan oleh partai lain. Jadi ini bukan hal baru. Golkar juga sejak awal senafas dengan apa yang disampaikan Mas Hasto bahwa kita sungguh-sungguh konsisten menapaki jalan konstitusi, di mana masa jabatan presiden adalah lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk mengemban amanah lima tahun berikutnya,” katanya menjawab pertanyaan HMSTimes, Minggu, 19 September 2021 malam.
Sabil menambahkan, pertanyaan sebenarnya adalah, dari mana titik munculnya ambisi bahwa jabatan presiden bisa lebih dari dua kali?
Menurut Ketua Partai Golkar bidang Kerja Sama Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) ini, wacana jabatan presiden sepertinya berkembang agak liar dalam kurun waktu setahun terakhir. Apalagi makin kuatnya wacana amandemen UUD, yang bisa dijadikan pintu masuk mengukuhkan gagasan tersebut .
“Itu sebabnya saya menganggap bahwa wacana amandemen tidak memiliki urgensi hukum dan politik untuk dilaksanakan. Siapa yang bisa menjamin, bahwa jika amandemen dilakukan hanya akan membahas dan mengubah serta menambahkan pasal tentang posisi haluan negara baru, seperti yang acap kali disampaikan Ketua MPR Pak Bambang Soesatyo, dengan alasan sebagai hal urgen untuk pemandu arah pembangunan?”
Siapa di antara kita bisa menjamin bahwa amandemen tersebut sungguh-sungguh terbatas, kata Sabil Rachman yang juga Sekjen Pimpinan Pusat Kolektif (PPK) Kosgoro 1957 salah satu ormas pendiri Golkar.
Belum Ada Dukungan
Dikatakan, apalagi sampai saat ini belum satu pun partai secara tegas mendukung amandemen, bahkan termasuk Golkar, partai di mana Bamsoet menjadi representasi sebagai pimpinan/Ketua MPR. Karena itu pernyataan pak Hasto adalah konfirmasi atas keraguannya dengan amandemen yang sama dengan Golkar, karena cendrung dapat dijadikan tumpangan agenda-agenda lain, termasuk di antaranya soal kemungkinan membahas perpanjangan masa jabatan presiden.
Doktor bidang Politik dari FISIP Universitas Indonesia Sabil Rachman ini juga menjelaskan, pernyataan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto itu baru bisa cukup kuat, jika jaminan yang sama diberikan partai politik yang lain. “Saya sendiri ragu atas jaminan tersebut tanpa hadirnya jaminan dan komitmen partai-partai yang lain. Terlalu berat jika hanya PDIP dan karena itu harus dibangun komunikasi politik yang lebih intensif terutama dengan partai-partai koalisi pemerintah yakni Golkar, PKB, PPP, Nasdem, Gerindra, dan terakhir jangan lupa juga PAN.
Dalam pernyataan melalui siaran pers, Sekjen Partai PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto menyatakan, usulan amendemen terbatas Undang-undang Dasar 1945 yang dilakukan pihaknya, hanya menekankan soal Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Ia juga memastikan, bahwa PDIP dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak menginginkan jabatan kepala negara ditambah masanya atau bisa diduduki tiga periode.
“PDI Perjuangan sejak awal taat pada konstitusi dan Pak Jokowi sudah menolak dengan tegas berulang kali. Karena ketika Bapak Jokowi dilantik sebagai presiden, salah satu sumpahnya di jabatan itu menegaskan untuk taat kepada perintah konstitusi dan menjalankan konstitusi dengan Undang-undang dengan selurus-lurusnya,” katanya seraya menambahkan, sehingga tidak ada gagasan dari PDI Perjuangan tentang jabatan presiden tiga periode atau perpanjangan masa jabatan itu.