Penahanan mantan Gubernur Sumatera Selatan yang juga Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI, Alex Noerdin oleh pihak Kejaksaan Agung (Kejakgung), mengundang perhatian berbagai kalangan khususnya fungsionaris Partai Golkar.
Kejakgung Kamis, 16 September 2021 menetapkan Alex Noerdin sebagai tersangka kasus korupsi BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) di Sumatera Selatan (Sumsel). Oleh sebab itu, ia langsung ditahan.
Menangapi hal tersebut, Ketua Mahkamah Partai Golkar, Adies Kadir menyatakan keprihatinan. “Tentunya yang pertama kami Fraksi Partai Golkar DPR RI prihatin terjadi hal tersebut. Karena ini sudah dalam penanganan hukum oleh Kejakgung, jadi kami akan memantau perkembangannya,” katanya kepada para wartawan, Kamis, 16 September 2021.
“Apabila yang bersangkutan ingin didampingi oleh penasehat hukum, kami kan ada Badan Hukum dan HAM (Bakumham), kami siap untuk dampingi beliau, hadapi jalannya penyelidikan dan penyidikan bahkan sampai di pengadilan,” kata Sekretaris F-Golkar ini.
Adies belum dapat memastikan nasib Alex Noerdin ke depannya di Partai Golkar dan DPR RI, lantaran belum ada status yang berkekuatan hukum tetap. “Kalau dalam undang-undang, kan jelas sampai berkekuatan hukum tetap atau yang bersangkutan mengundurkan diri. Jadi kami akan memantau, melihat dulu, karena ini kan tiba-tiba, cukup mengagetkan kami di Golkar,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI ini.
Mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan periode 2010-2019.
Langsung Ditahan
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Supardi membenarkan penetapan Alex Noerdin sebagai tersangka terhitung mulai Kamis, 16 September 2021.
Ia ditetapkan tersangka setelah diperiksa penyidik Direktorat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus sejak Kamis pagi. “Iya, langsung ditahan,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung RI juga telah menetapkan dua orang tersangka lain terkait tindak pidana korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan pada periode 2010-2019.
“Kedua tersangka yaitu CISS dan AYH,” kata Kapuspenkum Kejagung RI Leonard Eben Ezer dalam keterangannya, Rabu, 8 September 2021.
CISS jadi tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP- 22/F.2/Fd.2/09/2021 tanggal 08 September 2021. Dalam kasus ini, ia menjabat Direktur Utama PDPDE Sumsel sejak 2008.
Sementara itu, AYH ditetapkan tersangka berdasarkan surat nomor: TAP- 23/F.2/Fd.2/09/2021 08 September 2021. AYH menjabat Direktur PT Dika Karya Lintas Nusa (DKLN) sejak 2009 sekaligus merangkap Direktur PT PDPDE Gas sejak 2009 dan Direktur Utama PDPDE Sumsel sejak 2014.
Kasus dugaan korupsi ini bermula saat pemerintah provinsi Sumatera Selatan mendapatkan alokasi membeli gas bumi bagian negara dari J.O.B PT Pertamina, Talisman Ltd. Pasific Oil And Gas Ltd. dan Jambi Merang.
Alokasi pembelian gas bumi sebesar 15 MMSCFD itu berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengelola Minyak Dan Gas (BP MIGAS) atas permintaan Alex Noerdin Gubernur Sumsel pada 2010 lalu.
“Bahwa berdasarkan keputusan Kepala BP Migas tersebut yang ditunjuk sebagai pembeli gas bumi bagian negara adalah BUMD Provinsi Sumsel (Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatra Selatan (PDPDE Sumsel),” katanya.
Akan tetapi, dengan dalih PDPDE Sumsel tidak mempunyai pengalaman teknis dan dana, maka PDPDE Sumsel bekerja sama dengan investor swasta PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN).
Leo menyebut PDPDE Sumsel kemudian membentuk perusahaan patungan (PT PDPDE Gas) yang komposisi kepemilikan sahamnya 15 persen untuk PDPDE Sumsel dan 85 persen untuk PT DKLN.
Akibat penyimpangan itu, kerugian keuangan negara yang dihitung Badan Pemeriksa Keuangan RI adalah 30.194.452.79 Dollar AS yang berasal dari hasil penerimaan penjualan gas dikurangi biaya operasional selama kurun waktu 2010 sampai dengan 2019 yang seharusnya diterima oleh PDPDE Sumsel.
“Selain itu, sebesar USD 63.750,00 dan Rp 2,1 miliar yang merupakan setoran modal yang tidak seharusnya dibayarkan oleh PDPDE Sumsel,” katanya.
Tersangka CISS kini ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Sedangkan AYH ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Keduanya ditahan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 8 September 2021 sampai dengan 27 September 2021.
Atas perbuatannya itu, para tersangka dijerat pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, Pasal 3 Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Perubahan Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hingga saat ini, Kejakgung masih mendalami penyidikan untuk menemukan tersangka lain yang diduga ikut bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi Pembelian Gas Bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan Dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan Tahun 2010-2019.