Presiden RI Jokowi Widodo ikut menanam bibit bakau bersama kelompok masyarakat di Pulau Setokok, Bulang, Kota Batam, Kepulauan Riau, Selasa, 28 September 2021. Meski dilanda hujan, presiden tampak antusias ikut menanam beberapa bibit bakau di kawasan yang ditunjuk sebagai program Percepatan Ekonomi Nasional (PEN) tersebut.
Dalam video yang diunggah laman resmi Sekretariat Presiden, Jokowi mengatakan luas hutan mangrove Indonesia mencapai 3,36 juta hektare. Hal itu menurutnya, membuat Indonesia memiliki sekitar 20 persen dari total hutan mangrove yang ada di dunia.
“Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Artinya kita punya kekuatan dalam potensi hutan mangrove,” katanya.
Meski begitu, Jokowi turut menyampaikan hal yang terpenting dari itu semua adalah bagaimana memelihara, merawat, dan merehabilitasi hutan mangrove yang rusak. Sehingga, betul-betul hutan mangrove di Indonesia dapat terjaga. Dia menjelaskan, selain mampu memperbaiki ekosistem di pesisi pantai, hutan mangrove juga dapat mengurangi abrasi, menjaga habitat di laut, serta mampu mengurangi emisi karbon dibandingkan dengan hutan di darat.
“Sehingga sebagai negara yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia, kita wajib memelihara ini. Kami pun selalu melibatkan komunitas lingkungan hidup dan nelayan dalam menanam dan menjaga hutan mangrove kita,” katanya.
Sementara Ketua PEN Kota Batam, Suhardi, mengatakan, program itu sudah berjalan sejak awal tahun lalu. Menurutnya, kehadiran program PEN memberikan pengaruh berupa pemahaman lebih akan peran, fungsi, serta manfaat hutan mangrove bagi lingkungan dan kehidupan sosial.
“Selama ini, banyak juga keluhan masyarakat akibat rusaknya hutan mangrove yang mengakibatkan menurunnya pendapatan mereka sebagai nelayan,” katanya kepada HMS usai kegiatan bersama Jokowi.
Suhardi menjelaskan, kehadiran Jokowi hari ini menunjukkan bahwa kepala negara pun antusias dalam menjaga hutan mangrove. Sehingga keterlibatan Jokowi saat itu, dipandangnya sebagai sebuah pesan bagi dirinya dan warga pesisir lain untuk lebih peduli dan menjaga hutan mangrove yang ada. Lebih lagi, kata dia, hutan mangrove berperan besar bagi perekonomian dan tatanan sosial masyarakat pesisir.
“Tetapi walau sudah didatangi dan dilihat langsung oleh presiden, kegiatan menanam ini tentu tak bisa berhenti begitu saja. Kedatangan beliau justru kami pandang sebagai bentuk tanggung jawab yang musti diselesaikan,” katanya.
Dia menjelaskan, dipilihnya Pulau Setokok sebagai salah satu lokasi PEN rehabilitasi hutan mangrove lantaran kawasan itu mengalami abrasi parah. Menurutnya, kerusakan pun disebabkan oleh manusia dan tidak sedikit oleh warga sekitar sendiri yang menebang pohon bakau untuk dijadikan arang bakau.
“Situasinya memang sulit, karena berkaitan dengan sumber pendapatan warga itu sendiri. Dua tahun lalu, di lokasi saat ini pernah kami tanam beberapa bibit bakau secara swadaya. Tetapi hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Karena kalau saya lihat, mau seberapa banyak apapun bibit bakau itu ditanam, kalau tidak didukung dengan regulasi pemerintah maka akan sia-sia juga,” kata Suhardi.
Dia menjelaskan, jika berbicara tentang Kota Batam, maka berbicara pula soal tata ruang. Sehingga gerakan rehabilitasi yang terus dilakukan tetapi ternyata lokasinya masuk kategori kawasan industri, maka akan terjadi perubahan fungsi di sana.
“Artinya kegiatan rehabilitasi dan kebijakan pemerintah harus sejalan. Harapan kami jika ini memang kawasan RHL atau hutan lindung ya masyarakat pun dapat dengan tenang menanam bibit bakau di sini,”
“Tadi saya sampaikan ke beliau kalau yang sudah kami tanam saat ini akan kami jaga dengan baik. Saya juga minta ke beliau agar pengelolaan hutan mangrove dapat sepenuhnya diserahkan ke masyarakat atau swakelola,” katanya.