Dua pesan itu datang bergantian, Jumat malam, 25 Juni 2021. Pengirim pertama ialah Wakil Ketua Umum I Pemuda Perindo, Benhauser Manik, selang beberapa menit kemudian pesan Ketua Umum Federasi Serikat Buruh Patriot Pancasila, Mangatur Nainggolan, ikut masuk. Isinya singkat saja, dengan pokok yang sama berjudul: Indonesia Darurat Covid-19.
Predikat itu keduanya berikan merespon penanganan pandemi Covid-19 yang masih terseok-seok pascasetahun penyakit itu merebak di Indonesia. Rantai penyebaran dianggap tak terkendali selepas jurus ampuh rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu: 3T atau testing (pemeriksaan), tracing (pelacakan), dan treatment (pengobatan), digempur mobilitas penduduk pada masa libur lebaran.
Membuat pandemi semakin menggila dan korban berjatuhan. Penyebaran berbagai varian baru virus SARS-CoV-2 yang lebih mudah menular, seperti varian Alpha, Beta, dan Delta, juga mulai mengancam. Rumah sakit di sejumlah daerah bahkan mulai penuh. Contohnya, RSUD Bekasi yang terpaksa mendirikan tenda darurat di pelatarannya karena tak sanggup menampung ratusan pasien yang terus berdatangan.
“Lonjakan seolah tidak mampu dihindari. Baru-baru ini viral di media sosial daya tampung RSUD Bekasi, yang mempertontonkan pada ruang publik tubuh yang lemas tergeletak di ruang terbuka, diperiksa petugas di atas mobil pikap dan terbaring di tikar. Gambaran tersebut menjadi salah satu kegagalan tiap individu dalam melaksanakan protokol kesehatan,” kata Benhauser Manik kepada HMS, 25 Juni 2021.
Pemandangan ketidaksiapan rumah sakit itulah yang menjadi alasan utama keduanya menghubungi HMS. Mangatur dan Benhauser sama-sama berpendapat kondisi tak menentu ini dipengaruhi oleh banyak hal, terutama yaitu ketidaksiapan negara menghalau penyebaran virus sejak dini. Dapat dilihat dari munculnya serangkaian kebijakan tanpa implementasi yang efektif. “Catatan ini hasil diskusi kami [bersama Mangatur],” kata Benhauser. “Kesimpulannya negara kita tidak siap, karena berbagai negara sudah berhasil mengatasi penyebaran virus sejak dini, tapi kita masih berkutat dengan penanganan kasus yang meningkat,” katanya.
Virus SARS-CoV-2 ini pertama kali diidentifikas di kota Wuhan, China tengah. Penelusuran media South China Morning Post menemukan kasus awal tersebut terdeteksi pada 17 November 2019. Sempat krisis di masa-masa awal, negara sosialis-komunis dengan jumlah penduduk mencapai sekitar 1.393 miliar (2018) itu mampu memerangi wabah dengan cepat. Dapat dilihat dari total penyebaran yang pada 25 Juni 2021 tercatat hanya berada di 91.693 kasus. Jumlah itu lebih sedikit dari total kasus di Indonesia yang saat ini sudah mencapai 2,25 juta kasus, dan hanya bagian kecil dari jumlah keseluruhan kasus di dunia yang mencapai 180 juta kasus.
China berhasil melakukan pencegahan laju penyebaran Covid-19 secara signifikan. Menurut Our World in Data, di Tiongkok Daratan hanya tinggal 486 kasus terkonfirmasi positif. Total kesembuhan juga tinggi yaitu di angka 86.571 pasien, sedangkan kematian hanya ada 4.636 kasus. Dari data inilah menurut keduanya, seharusnya Indonesia bisa belajar sedari awal. Penanganan pandemi Covid-19 di China dinilai sangat baik karena dapat menekan penyebaran. Cara negara itu menangani pandemi dapat dicontoh Indonesia, karena ada kesamaan karakter, sama-sama sebagai negara besar dengan banyak penduduk.
“Mereka [China] bergerak cepat dan konsisten sedari awal. Sejak kasus pertama ditemukan pemerintah Beijing menutup jalur transportasi darat, laut, dan udara dari dan ke kota Wuhan tempat pertama kali kasus diidentifikasi. Mereka berlakukan lockdown total tanpa ada perdebatan. Ototiritas tidak segan-segan memberikan hukuman kepada warga yang tidak patuh. Bagaimana dengan kita?” katanya.
Kunci keberhasilan China meredam penyebaran virus katanya terdapat pada bagaimana mereka mengelola manajemen bencana, bukan hanya pada strategi isolasi total dan isolasi parsial. Kebijakan diberlakukan dengan implementasi yang efektif. Koordinasi yang baik terjalin antara pemerintah pusat dan daerah, kepatuhan masyarakat, dan pemanfaatan teknologi mutakhir. Hal ini seharusnya menurut dia, sudah bisa diikuti oleh Indonesia, untuk memulihkan kondisi kedaruratan kesehatan dan ekonomi nasional saat ini, bahkan sejak awal.
“Mereka berhasil keluar dari masalah hanya dalam hitungan bulan, sementara kita sudah satu tahun lebih berjuang melawan virus ini, tanda-tanda bebas dari pandemi juga belum ada,” katanya.
Komitmen dan konsistensi menjalankan regulasi dianggap banyak mempengaruhi pandemi tiada akhir di Indonesia. Pengetatan kegiatan terkesan masih pilih-pilih. Kendali penanganan Covid-19 yang terus mengalami perubahan, dari yang semula dipegang penuh oleh Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan, Doni Monardo, hingga sekarang dicampuri oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, setelah ditunjuk Presiden Joko Widodo untuk menangani pandemi 9 di provinsi prioritas, juga dianggap mencerminkan kalau negara memang tidak siap menghadapi pandemi.
“Sederhananya, kalau kendali penanganan terus berubah tentu pelaksana daerah harus mengikuti pola kebijakan dan arahan baru, dan mereka perlu adaptasi lagi untuk itu, butuh waktu” katanya.
Situasi ini semakin diperparah oleh kacaunya koordinasi dan komunikasi di daerah yang membuat peningkatan kasus pada kuartal ketiga tahun 2021 ini semakin meningkat. Di Kota Batam, Kepulauan Riau contohnya. Pada akhir Mei lalu seorang warga dinyatakan positif Covid-19 varian baru atau B.117, yang memiliki tingkat penularan lebih tinggi sekitar 36 persen sampai 75 persen.
Persoalan waktu itu muncul ketika Kepala Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKL-PP) Batam, Budi Santosa, mengatakan, belum mengetahui di mana pasien terpapar. Pasien itu merupakan penduduk Batam yang merupakan WNI bukan warga asing, dan tidak pernah melakukan perjalanan luar kota atau luar negeri selama pandemi. (Baca: Temuan Varian Baru Covid-19 di Batam dan Amburadulnya Komunikasi Gugus Tugas).
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam, Didi Kusmarjadi, mengaku belum tahu identitas warga Batam yang terpapar varian B.117 tersebut. Hal itu dikatakannya lantaran komunikasi antara BTKLPP dan Dinas Kesehatan Provinsi tidak berjalan baik. Bahkan saat itu ia menekankan kalau temuan baru ini menjadi tanggung jawab dari BTKLPP dan juga Dinkes Provinsi Kepri, apabila penyebaran varian baru virus corona menjadi masif di Kota Batam.
“Berkaca dari kasus itu saja kita sudah prihatin. Belum lagi sekarang virus varian baru itu sudah mulai menyebar di Indonesia. Kalau seperti ini terus situasi akan terus tak menentu, tidak ada kepastian kapan pandemi berakhir,” kata dia.
Sekarang pemerintah banting stir lagi dengan mengandalkan program vaksinasi yang ditargetkan menjangkau 70 persen atau 181,5 juta penduduk Tanah Air. Benhauser berharap ini benar-benar dapat mengendalikan atau menghentikan pandemi. Jangan sampai sama seperti jurus ampuh 3T, yang sebelum vaksin ditemukan digadang-gadangkan sebagai jurus andalan. Yang menjadi kebobolan karena banyak masyarakat yangt masih bebas berkeliaran, dan dengan demikian bisa menularkan kepada orang lain.
“Semoga bisa pulih, kita pasti dukung pemerintah asal konsisten dengan kebijakannya. Karena Indonesia sekarang dalam kedaruratan dan menempati urutan ke-17 dari 192 negara yang melaporkan kasus positif Covid-19 di dunia,” katanya.