Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto menyampaikan rasa terima kasih atas kepercayaan Pemerintah Inggris kepada Indonesia untuk menjadi Ketua Dialog Bersama Perdagangan Hutan, Pertanian dan Komoditi (Forest, Agriculture and Commodity Trade /FACT) bersama Inggris.
“Saya senang Inggris mengakui kekuatan Indonesia yang berkomitmen untuk menerapkan pertanian berkelanjutan dan perdagangan komoditas serta sekaligus memperkuat kerja sama bilateral, khususnya di bidang Perubahan iklim,” katanya melalui keterangan tertulis kepada media.
Keterangan tersebut sehubungan dengan kunjungan President Designate of the United Kingdom untuk COP26 (Climate Change Conference of the Parties) Alok Sharma pada Selasa, 01 Juni 2021 di Jakarta.
Ikut dalam kesempatan itu, UK Ambassador to Indonesia and Timor Leste, HMA Owen Jenkins UK dan COP26 Regional Ambassador for Asia-Pacific and South Asia, Ken O’Flaherty.
Mereka membahas beberapa hal terkait COP26 Forest, Agriculture and Commodity Trade (FACT) Dialogue dengan Indonesia bersama Inggris menjadi Co-Chair
Pertemuan juga membicarakan persiapan, kesiapan dan keikutsertaan Indonesia untuk mendukung kesuksesan Konferensi COP26 di Glasgow, UK pada 1-12 November 2021. Dalam pelaksanaan COP26 tersebut, Inggris bermitra dengan Italia yang pada tahun ini menjabat sebagai Presidensi G20.
Menko Perekonomian Airlangga juga menyambut baik diskusi dari Pertemuan Meja Bundar Tingkat Menteri FACT pada bulan April. Khususnya pada pengaturan kolaborasi yang memungkinkan negara untuk bekerja bersama dan mengembangkan peta jalan untuk tindakan.
Pertemuan ini akan menjadi kesempatan yang baik bagi Indonesia untuk membahas Co-Chairmanship, Indonesia dan Inggris tentang Kehutanan, Pertanian dan Dialog Perdagangan Komoditas (FACT). Selain bagaimana kedua pimpinan memainkan perannya guna mengarahkan dialog demi kepentingan terbaik bagi semua pihak.
“Saya ingin menegaskan kembali komitmen Indonesia untuk memperkuat dialog. Sebagai Co-chair, kita perlu berbagi visi dan pemahaman yang sama yang akan mengarah pada saling menguntungkan sebagai mitra yang setara,” kata Airlangga.
Dunia sekarang dihadapkan pada berbagai tantangan yang diperparah oleh Pandemi Global Covid-19 yang belum pernah terjadi sebelumnya. Oleh karena itu, sangat penting untuk berkolaborasi guna memulihkan ekonomi dan mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan, termasuk menurunkan emisi karbon secara signifikan.
Penting bagi negara-negara peserta untuk memanfaatkan Dialog FACT ini guna menemukan solusi umum dalam mengejar upaya untuk meningkatkan tujuan yang berkelanjutan, tanpa mengorbankan kebutuhan esensial untuk pemulihan ekonomi.
Semua pihak juga harus mampu untuk menjauhkan FACT dari fokus pada hal komoditas dan produk saja, seperti minyak sawit, kedelai, daging sapi, dan lainnya. FACT Dialogue harus menemukan solusi holistik antara konsumen dan produsen negara-negara dalam sistem pertanian dan perdagangan komoditas secara keseluruhan. Termasuk meningkatkan upaya keberlanjutan yang ada dan membuka jalan menuju inovasi.
Secara khusus, Menko Perekonomian menggarisbawahi bahwa, kedua negara perlu bekerja untuk mencapai konsensus global di COP26 dalam Glasgow November mendatang.
Diskusi di FACT Dialogue, menurut Airlangga, seharusnya memberi pemahaman lebih baik dari berbagai tantangan dan kompleks di depan. “Kita harus bekerja ke arah kolaborasi dan kerja sama yang akan mengarah ke tindakan kolektif yang inklusif daripada berfokus pada perbedaan. Kita membutuhkan “narasi” baru di luar komoditas tertentu yang “buruk”, dan membantu menghadirkan gambaran seimbang tentang upaya konkret negara-negara produsen dalam mengembangkan pertanian dan perdagangan komoditas yang berkelanjutan,” katanya.
Indonesia telah mengadopsi dan melaksanakan beberapa inisiatif tentang keberlanjutan praktik, seperti Sistem Jaminan Legalitas Kayu (SVLK), Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), dan Karet Alam Berkelanjutan Platform (SNARPI), yang merupakan inisiatif swasta tetapi dengan dukungan penuh pemerintah. “Kami sedang mengerjakan pengembangan sertifikasi lain yang serupa tetapi terintegrasi skema untuk komoditas lain,” kata Airlangga.
Pemerintah Indonesia juga menghargai kerja sama yang sedang berlangsung antara Indonesia dan Inggris di bidang Program Penguatan Kelapa Sawit Berkelanjutan di Indonesia (SPOSI).
Program ini bertujuan, untuk meningkatkan dan mengembangkan produksi minyak sawit berkelanjutan dengan memperkuat kapasitas petani kecil dan meningkatkan penerimaan produk minyak sawit berkelanjutan Indonesia di pasar internasional.
Petani kecil adalah pemain kunci penting dalam industri minyak sawit Indonesia. Pada 2018, petani kecil berkontribusi hampir setengah (5,6 juta hektar atau 46%) dari total areal perkebunan kelapa sawit dan menghasilkan 12,7 juta ton (atau 37%) minyak mentah minyak sawit di Indonesia, kata Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar.
Pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Presiden untuk meningkatkan Standar sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah menerbitkan Rencana Aksi Nasional Minyak Sawit Berkelanjutan. Aksi telah dirumuskan dan dikembangkan oleh multi-stakeholder dalam proses dialog yang transparan dan seimbang.
Indonesia meminta dukungan pemerintah Inggris dalam melawan kampanye negatif terhadap Minyak Sawit dan produk turunannya di Eropa karena kontra-produktif dan hanya menyuarakan mengatur nada negatif.
Ia juga memahami bahwa, Departemen Lingkungan, Pangan, dan Pedesaan Inggris Affairs (DEFRA) mengusulkan untuk memperkenalkan persyaratan uji tuntas untuk perusahaan yang ingin mengimpor minyak sawit. Kebijakan ini akan didasarkan pada Global Reporting Initiative (GRI) standar untuk uji tuntas.
Upaya dari Pemerintah Inggris itu yang secara tidak langsung memaksakan standar pelaporan sukarela ekspor pertanian unggulan Indonesia adalah tindakan hambatan non-tarif yang diskriminatif, tidak adil dan tidak perlu, kata Airlangga.
Terkait perubahan iklim, dikatakan Indonesia berada di garis depan dan di jalur yang tepat memenuhi Nationally Determined Contribution (NDC) serta upaya Indonesia untuk mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan kepentingan nasional untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.
Melalui NDC, Airlangga menyatakan Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi rumah kaca (GRK) sebanyak 29%, melalui usaha sendiri (business as usual) dan 41%, dengan dukungan Internasional, pada tahun 2030.
Dalam akhir sambutannya, Airlangga menyatakan, berterima kasih atas undangan Inggris untuk menjadi Ketua Bersama Dialog FACT untuk berbagi visi dan tindakan di lapangan menuju lanskap berkelanjutan pengelolaan, termasuk kehutanan dan pertanian.
“Saya siap dan tetap berkomitmen untuk bekerja sama dengan Anda dan Pemerintah Inggris Raya tentang masalah perubahan iklim serta ekonomi bilateral kerjasama antara Indonesia dan Inggris,” katanya.