Kepala Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian RI (Kabareskrim Polri), Komjen Agus Andriyanto mengatakan akan menyerahkan dokumen aduan Indonesia Corruption Watch (ICW) ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Dokumen aduan ICW tersebut mengenai dugaan gratifikasi yang dilakukan Ketua KPK, Firli Bahuri.
Polri, tegas Agus, tak ingin terlibat dalam persoalan tersebut. “Nanti kita kembalikan ke Dewas saja. Kan sudah ditangani (dalan sidang etik),” kata Komjen Agus seraya menambahkan, Polri tidak ingin terlibat dalam persoalan tersebut.
Selain itu, Agus juga mengatakan untuk saat ini Polri akan fokus untuk menangani pencegahan penyebaran Covid-19. Kemudian, membantu pemulihan ekonomi yang terus merosot di masa pandemi.
“Jangan tarik-tarik Polri. Saat ini kita fokus kepada penanganan dampak kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional dan investasi,” kata Agus pekan lalu.
Sedangkan Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri, Irjen Argo Yuwono mengatakan jawaban berbeda. Ia mengatakan pihaknya sudah menangani aduan itu. Masih dalam pendalaman perihal dugaan tersebut. “Sedang didalami laporannya,” kata Argo.
Sebelumnya selain melaporkan dugaan penerimaan gratifikasi, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga telah berkirim surat kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, agar menarik Ketua KPK Firli Bahuri kembali ke Korps Bhayangkara. Pemintaan ini buntut dari kebijakaan dan keputusan Firli yang dianggap merusak citra Polri.
“Dasar kami datang ke sini karena dalam pengamatan kami belakangan waktu terakhir, ada serangkaian kontroversi yang dia ciptakan sehingga tindakan tindakan itu meruntuhkan citra Polri di mata publik,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Selasa.
Berdasarkan catatan ICW, ada tiga hal dari kebijakan Firli yang dianggap merusak citra Polri. Mulai dari persoalan Kompol Rossa Purbobekti hingga tes wawasan kebangsaan (TWK).
“Pertama di tahun 2020, ada kasus pengembalian paksa Kompol Rossa Purbobekti. Yang kedua ada kasus pelanggaran etik yang bersangkutan saat mengendarai helikopter mewah,” kata Kurnia.
Ketiga, yang paling fatal terkait dengan tes wawasan kebangsaan. Karena dalam tes wawasan kebangsaan itu ada dua isu penting yang pertama, pelanggaran hukum karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kedua ada indikasi pembangkangan perintah dari presiden,” kata Kurnia.
Dikatakan, pemintaan yang fokus kepada Firli Bahuri lantaran dia merupakan pimpinan KPK yang juga berstatus anggota Polri. “Pak Firli Bahuri merupakan ketua KPK yang memiliki atau kewenangan tanggung jawabnya tertinggi di KPK. Yang bersangkutan juga masih berstatus sebagai polisi aktif. Maka dari itu, kami melaporkan yang bersangkutan kepada Kapolri selain dari pelaporan-pelaporan yang lain kepada Ombudsman sudah dilalui, Komnas HAM, Dewas, dan sebagainya,” kata Kurnia.
Dugaan Gratifikasi
Sebelumnya ICW juga telah melaporkan Firli Bahuri ke Bareskrim Polri. Pelaporan itu terkait dugaan penerimaan gratifikasi penyewaan helikopter. “ICW pada hari ini kami menyampaikan informasi dan laporan terkait dengan dugaan kasus penerimaan gratifikasi yang diterima oleh ketua KPK Firli Bahuri terkait dengan penyewaan helikopter,” kata peneliti ICW, Wana Alamsyah.
Dugaan gratifikasi itu, kata Wana, karena adanya informasi soal biaya sewa helikopter yang berbeda dengan pernyataan Firli.
Saat proses sidang etik di Dewan Pengawas (Dewas), Firli menyebut harga sewa helikopter per jamnya sekitar Rp 7 juta. Sehingga untuk 4 jam sewa, tagihan yang harus dibayar hanya sekitar Rp30,8 juta.
“Tapi kemudian kita mendapatkan informasi lain dari penyedia jasa lainnya, bahwa harga sewa per jamnya, yaitu 2.750 USD, atau sekitar Rp39,1 juta rupiah,” kata Wana.
“Jika kami total itu ada sebesar Rp 172,3 juta yang harusnya dibayar oleh Firli terkait dengan penyewaan helikopter tersebut,” katanya.
Dengan begitu, menurut ICW ada perbedaan antara pengakuan Firli dengan informasi yang didapat tersebut.
ICW menyebut dalam penyewaan helikopter juga diduga ada konflik kepentingan. Di mana, salah satu komisaris PT Air Pasific Utama selaku pemilik jasa penyewaan helikopter itu, pernah dipanggil menjadi saksi dalam kasus izin Meikarta yang ditangani KPK.
Atas dasar itu, ICW melaporkan Firli. ICW meminta Polri mengusut ada tidaknya tindak pidana gratifikasi. “Kami menganggap dan mengidentifikasi bahwa apa yang telah dilakukan Firli Bahuri, terkait dengan dugaan penerimaan gratifikasi ini telah masuk dalam unsur-unsur pasal 12 B Undang-Undang nomor 31 Tahun VIIhi1999 juncto Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001,” kata Wana.