Kedamaian di Kampung Sukadamai, Tanjung Piayu, Sei Beduk, Batam, Kepulauan Riau, kini terusik. Pasalnya di sekitar lokasi kampung itu bakal ada rencana pembangunan perumahan yang akan dilakukan PT Tanjung Piayu Makmur (TPM). Warga pun menolak selain karena kediamannya akan terganggu, mereka juga khawatir akan dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Masyarakat khawatir, pembangunan perumahan akan merusak hutan mangrove dan hutan lindung di sekitar. Yang pada akhirnya berimbas pada hasil tangkapan warga Kampung Sukadamai yang beberapa di antaranya bekerja sebagai nelayan.
Kampung Sukadamai sendiri pertama kali dihuni medio pertengahan 1990-an, dan bernama Kebun Sayur. Saat itu jumlah KK hanya berjumlah puluhan saja. Angkanya kemudian semakin bertambah seiring berjalannya waktu, dan hingga kini jumlahnya mencapai 500 KK. Di masa awal kependudukan Kampung Sukadamai, warga pun banyak yang bekerja sebagai petani dan nelayan saja.
Penamaan Kebun Sayur didasari oleh kawasan seluas hampir 19 hektare tersebut yang diisi oleh perkebunan berbagai macam sayur dan komoditas lain. Nama kampung lalu berubah lantaran beberapa kebun beralih menjadi rumah-rumah warga.
Awalnya, status lahan Kampung Sukadamai (yang saat itu bernama Kebun Sayur) adalah hutan lindung. Lalu pada 2015, pemerintah mengubah statusnya menjadi kawasan putih atau APL (alokasi penggunaan lahan). Sehingga penggunaan wilayah tersebut bisa diajukan ke BP Batam untuk dipergunakan untuk berbagai kepentingan.
Ketua RW 06 Kampung Sukadamai, Suharno, mengatakan, di tahun itu warga kemudian mengajukan permohonan penetapan lokasi (PL) dan site plan ke BP Batam melalui Koperasi Sukadamai Jaya terhadap wilayah pemukiman mereka tersebut. Akan tetapi, kata dia, pergantian Kepala BP Batam ditambah adanya status ex-officio turut menimbulkan kebijakan-kebijakan baru.
“Selain itu, sejak 2015 sampai sekarang paling tidak ada empat perusahaan yang mengklaim sudah mendapat PL dari BP Batam dan ingin mengubah Kampung Sukadamai menjadi perumahan siap huni,” katanya kepada HMStimes, Jumat, 30 Juli 2021.
Dia menjelaskan, pada 2019 silam, Muhammad Rudi, yang saat itu kembali mencalonkan diri menjadi Wali Kota Batam, dalam kampanyenya menyarankan warga Kampung Sukadamai mengajukan ulang wilayah tempat tinggal mereka ke BP Batam. Saat itu, kata dia, Rudi meminta agar pengajuannya dilakukan oleh tiap KK yang ada di Kampung Sukadamai.
“Pengajuan sudah kami serahkan ke Direktorat Lahan BP Batam dua tahun lalu, mungkin dalam waktu dekat ini PL dan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) sudah keluar,” kata Suharno.
Menurutnya, hal itu yang kemudian mendorong warga Kampung Sukadamai menolak rencana pembangunan yang bakal dilakukan PT TPM. Selain itu, proyek PT TPM juga bakal turut menimbun sebagian wilayah Kampung Sukadamai yang telah mereka ukur dan diajukan ke BP Batam. Sebagian wilayah itu, kata dia, mencakup hutan mangrove dan hutan lindung yang keberadaannya dijaga oleh kelompok tani dan nelayan yang sudah dibentuk dan dibina.
Penolakan terhadap proyek itu kemudian ditunjukkan dengan cara memblokade seluruh akses masuk alat berat ke lokasi pembangunan. Beberapa titik pintu masuk nantinya ditutup ketika ada alat berat yang datang. Warga Kampung Sukadamai bahkan bersolidaritas dan berjejaring dengan warga perumahan sekitar untuk sama-sama menutup akses jalan alat berat yang bakal masuk ke titik proyek.
Suharno juga mengatakan,beberapa warganya pernah didatangi tentara karena menembaki drone yang diduga milik PT TPM dan sedang mengukur lahan. Penembakan drone itu menurutnya merupakan salah satu cara warga Kampung Sukadamai menolak rencana pembangunan perumahan PT TPM, dan pihaknya pun akan terus memperjuangkan tempat tinggal mereka.
“Kalaupun nanti kami harus membayar UWTO, warga siap kok berapapun nominalnya. Itu lah bentuk keseriusan kami untuk taat aturan yang ada,” kata Suharno.
Ketua RW 12 Perumahan Buana Garden, Tanjung Piayu, Firdaus mengatakan, pihaknya mendapat kabar bahwa PT TPM telah menyurati Polsek Sei Beduk untuk pengawalan masuknya alat-alat berat dan alat ukur proyek perumahan tersebut. Selain mengirimi surat ke Polsek Sei Beduk, kata dia, pihak perusahaan juga turut menyurati Lurah Tanjung Piayu sebagai tanda pemberitahuan.
Firdaus menilai, tidak ada etika dari perusahaan dalam rencana pembangunan tersebut. “Rumah liar sekalipun kalau mau digusur ada etikanya. Duduk bersama gitu. Kalau langsung seperti ini mau jadi apa? Saya sudah sampaikan ke Lurah Tanjung Piayu, kami warga Perumahan Buana Garden menolak proyek itu,” katanya.
Dalam suatu pertemuan dengan pihak PT TPM beberapa waktu lalu, Firdaus sempat menanyakan bagaimana perusahaan tersebut memasukkan alat-alat berat mereka. Perwakilan PT TPM pun menjawab akan menggunakan akses jalan di Perumahan Buana Garden. Jawaban itu sontak membuat Firdaus menolak karena dirasa bakal merusak jalan di pemukiman itu.
“Saya juga sudah menghubungi Kanitreskrim Polsek Sei Beduk, memberitahukan kalau proyek ini tetap dilanjutkan bakal ada kericuhan. Lagian Kapolsek Sei Beduk juga memerintahkan Kanitreskrim juga untuk menyelidiki lahan bakal proyek itu milik siapa. PT TPM setahu saya juga baru mengajukan PL ke BP Batam,” kata dia.
Kapolsek Sei Beduk, AKP Awal Sya’ban Harahap, mengatakan, bebas-bebas saja kalau ada pihak yang meminta pengawalan alat berat. Namun, perihal kepemilikan tanah yang akan dibangun oleh PT TPM, Awal menyarankan hal itu ditanyakan ke Polresta Barelang saja.
“Polsek tidak ada hubungannya sama tanah [lahan], hubungi polres saja ya,” katanya melalui sambungan telepon.
Hasil penulusuran di situs resmi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM RI, PT TJM beralamat di Komplek Komersial Panbil Blok F No 1, Muka Kuning. Tepat di dalam kawasan Panbil Mall. Namun, saat dicek ke lokasi, alamat itu merupakan rumah makan khas Batak.
Marketing Panbil, Wartopo, mengatakan, belum pernah mendengar nama PT TJM. Selain itu, kata dia, Komplek Komersial Panbil Blok F No 1, Muka Kuning telah diisi oleh rumah makan khas Batak itu sejak 2016 silam.
“Tapi mungkin saja kantor PT TJM itu ada di lantai dua dan tiga,” katanya kepada HMStimes, Selasa, 3 Agustus 2021.
Pantauan HMS, lantai dua dan tiga di Komplek Komersial Panbil Blok F No 1, Muka Kuning, hanya ruang kosong. Di lantai tiga memang terlihat beberapa ruangan tertutup. Tetapi, beberapa kali ketukan pintu tidak ada sahutan. Tanda tidak ada orang.