Kasus kegiatan pembersihan tangki atau tank cleaning secara ilegal di atas kapal MT Tigerwolf, yang dilakukan oleh PT Jaya Agung Padaelo (JAP) disidangkan di Pengadilan Negeri Kota Batam, Kepulauan Riau. Sidang pertamanya digelar pada 5 Januari 2021 lalu, sementara agenda pemeriksaan saksinya yang kedua digelar secara virtual pada 19 Januari 2021 lalu.
Perkara pekerjaan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) tanpa izin ini sebelumnya melibatkan tujuh orang tersangka, (baca: Polisi Tetapkan 7 Tersangka Kasus Tank Cleaning MT Tigerwolf, Kapal Tidak Disita). Namun, sesampainya di persidangan menjadi satu orang terdakwa saja yakni, Direktur PT JAP, Zulkarnaen Fabanyo. Dia diancam dengan Pasal 102 Juncto (Jo) Pasal 59 ayat (4) Jo Pasal 116 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Zulkarnaen diketahui melakukan pekerjaan ilegal ini ditunjuk oleh PT Buana Lintas Lautan Tbk (BULL). Penunjukan tersebut tertuang dalam surat yang dikeluarkan PT BULL nomor 001/BULL-BTM/SPK/V/2020 dan ditandatangani oleh Fasida Dharma Yudastoro selaku kepala cabang Batam. Pada surat tersebut juga tertuang nama Zulkarnaen Fabanyo beserta nomor teleponnya. Hanya saja, dalam perkara persidangan tidak ada nama Fasida Dharma ataupun PT BULL, baik sebagai saksi apalagi terdakwa.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Rumondang Manurung dalam dakwaannya dengan nomor perkara 1003/Pid.Sus/2020/PN Btm menjabarkan, kasus ini bermula dari patroli rutin Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda Kepri, Dinas Lingkungan hidup dan Kehutanan Provinsi Kepri, pada 29 Mei 2020, yang mendapatkan informasi perihal adanya pekerjaan tank cleaning di sekitaran perairan Kecamatan Galang. Pendek kata, waktu itu, petugas mendapati MT Tigerwolf sedang berlabuh jangkar di sana.
Pemeriksaan pun dilakukan, hasilnya, ditemukan sejumlah karung berisi lumpur (sludge) hasil tank cleaning beserta alat-alat perlengkapannya. Karena karyawan harian PT JAP pada saat itu sudah turun dari kapal, petugas pun meminta keteranga nahkoda MT Tigerwolf, bernama Ashari yang sekarang berstatus saksi. Dari dia diketahui, pekerjaan tank cleaning ternyata sudah berlangsung selama empat hari sejak 26 Mei 2020, tanpa pengawasan petugas Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Batam. Kemudian, seluruh barang bukti dibawa ke kantor Ditpolairud Polda Kepri, dan petugas langsung melakukan penyidikan.
“Selanjutnya terhadap limbah B3 dan alat alat yang digunakan berupa 13 (tiga belas) buah sekop, kain majun, baby bag, jumbo bag, 2 (dua) buah blower electrik dan lampu penerangan beserta sapu, secrap, masker warna putih dan lampu senter dibawa Kantor Ditpolairud Polda Kepri untuk dilakukan penyidikan lebih lanjut,” kata JPU dalam dakwaannya dikutip di laman resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Batam.
Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi dari Laboratorium Quality Control Logistik Minyak dan Gas (PEM AKAMIGAS) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral diketahui, sampel sludge dari MT Tigerwolf terkandung senyawa turunan benzena, amina dan toluena yang masuk kategori limbah B3. Setelah ditimbang, total limbah B3-nya ada sebanyak 1428,5 kilogram.
“Bahwa berdasarkan berita acara hasil permohonan bantuan pengukuran volume limbah B3 oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Metrologi Legal Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemerintah Kota Batam massa Limbah B3 yang ditemukan di kapal MT Tigerwolf setelah penimbangan dengan jumlah 1428,5 kilogram.” kata JPU Rumondang.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim pada pasal 72 persyaratan yang harus dilengkapi oleh badan usaha untuk melakukan pencucian tangki harus memiliki: izin Usaha yang diberikan oleh Direktur Jenderal yang dapat dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah.
Kemudian badan usaha pelaksana pencucian tangki kapal wajib memiliki persyaratan: tenaga pencucian tangki kapal yang berpegalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) orang dan memiliki atau menguasai peralatan dan perlengkapan pencucian tangki kapal.
Hanya saja, hasil pemeriksaan didapati bahwa PT JAP milik terdakwa Zulkarnaen dalam melakukan pekerjaan pengelolaan limbah B3 tidak memiliki izin dari Menteri, Gubernur, Bupati atau Walikota sesuai dengan kewenangannya. Karenanya dia terancam hukuman penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak tiga miliar rupiah. Sebab, perbuatannya itu bertentangan sebagaiamana yang diatur dalam UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Perbuatan terdakwa Zulkarnaen Fabanyo sebagaimana diatur dan diancam dengan Pasal 102 Juncto (Jo) Pasal 59 ayat (4) Jo Pasal 116 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.” tulis JPU.
Adapun barang bukti dalam perkara ini selain dokumen perusahaan dan kapal, tertulis juga yaitu kapal MT Petromax yang sebelumnya bernama MT Tigerwolf (baca:Perkara Belum Selesai, Kapal MT Tigerwolf Sudah Berlayar dan Berganti Nama). Hanya saja kapal tangker berbendera Indonesia dengan nomor IMO 92950505, dari 12 Agustus 2020, sejak masih beperkara di Ditpolairud Polda Kepri, sudah diizinkan berlayar.
Kepala Sub Direktorat Penegakan Hukum Ditpolairud Polda Kepri, AKBP Wiwit Ari Wibisono, mengatakan bahwa kapal MT Tigerwolf tidak termasuk barang bukti dan bukan obyek penyitaan.
“Tidak masalah [berlayar dan berganti nama], yang menjadi barang bukti itu kan limbahnya. Saya lupa berapa banyak, tetapi lebih dari 1 ton. Sebelum berlayar, limbah sudah dikeluarkan dari kapal,” kata Wiwit kepada HMStimes.com, Selasa, 11 Agustus 2020.