Komite Peduli Lingkungan Hidup Indonesia (KPLHI) mulai menyoroti tumpahan minyak hitam kapal ARK Prestige yang mengundang penyakit dan mencemari perairan Pulau Labu dan Pulau Air, Kecamatan Bulang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Organisasi ini meminta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Kepolisian Daerah (Polda) setempat bersikap tegas menyelesaikan persoalan ini.
“Menyangkut pencemaran ini, instansi terkait harus bertindak tegas. Terutama Polda Kepri harus memberikan atensi secara maksimal dengan segera memanggil pihak PT. Marcopolo beserta pihak keagenan dari kapal tersebut. Perlu ditelusuri lebih jauh accident pencemaran ini mengapa sampai terjadi,” kata Ketua KPLHI Kota Batam, Azhari Hamid kepada HMStimes.com, 9 Februari 2021.
Azhari mengatakan pihaknya menganalisa kalau DLH Kota Batam tidak mengambil peran aktif dalam kasus pencemaran lingkungan ini. Harusnya DLH lebih progresif mengadvokasi dan mendampingi jika perlu menjadi perpanjangan tangan masyarakat untuk membawa persoalan ini ke jalur hukum.
Tidak menutup kemungkinan ada unsur kesengajaan yang terjadi. Pihaknya meminta, DLH tidak lagi sekadar mengunjungi lapangan untuk mengambil sampel, menguji, kemudian melakukan pendekatan dan pembinaan. Karena kalau cara ini terus dilakukan, kasus pencemaran yang berdampak pada lingkungan dan kesehatan warga akan terus berulang.
“DLH harus mencari tahu secermat mungkin kronologi dari lepasnya limbah B3 [bahan berbahaya dan beracun] dari kapal ARK Prestige ini. Harus dipastikan keberadaan kapal tersebut di galangan PT. Marcopolo apakah sedang docking, repair atau ada kegiatan shipbreaking. Artinya, perlu ditelusuri dengan pasti mengingat dari sisi amatan fisik kapal ARK Prestige sudah cukup tua,” kata dia.
Dia melanjutkan, apabila perusahaan terbukti membuang limbahnya atau lalai dalam mengelola limbahnya, maka harusnya kasus ini tidak selesai hanya dengan perusahaan membersihkan limbah yang dibuang. Tetapi kasus ini perlu dibawa ke meja hijau agar para pihak yang berkepentingan melihat bahwa hukum ada, bila perlu cabut izin lingkungan perusahaan yang terlibat. “Supaya semua tahu Law enforcement [Penegakan Hukum] ternyata tegak di Kota Batam,” kata dia.
Azhari mengatakan, “Sebelum KPLHI jauh menyikapi persoalan ini dengan dasar Undang-undang Lingkungan Hidup, perlu diketahui juga bahwa UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, pada pasal 123 mengingatkan bahwa Perlindungan Lingkungan Maritim adalah kondisi terpenuhinya prosedur dan persyaratan pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari : kepabeanan, pengoperasian kapal, pengangkatan limbah B3 di perairan, pembuangan limbah di perairan, dan penutuhan kapal.”
Menurutnya, UU tersebut sudah melahirkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yaitu PP No. 21 Tahun 2010 Tentang Perlindungan Lingkungan Maritim, kemudian diikuti dengan Permenhub No. 29 Tahun 2014 Tentang Pencemaran Lingkungan Maritim. Artinya, pemerintah sangat bisa untuk menelusuri hal-hal yang terkait dengan permasalahan pencemaran laut dari kapal ARK Prestige ini dari sudut regulasi perhubungan maupun lingkungan hidup.
“Intinya mau atau tidak berpihak kepada masyarakat, bukan berpihak kepada pengusaha semata. KPLHI meyakini ada persoalan serius dari lepasnya limbah B3 dari kapal ARK Prestige. Kepada masyarakat dan sejawat LSM yang ada di Kota Batam kami mengajak untuk sama sama mengadvokasi permasalahan ini. Media juga harus mengawal persoalan ini dengan berita-berita yang berpihak kepada kebenaran,” kata Azhari Hamid.
Sebagai informasi, tumpahan minyak yang berasal dari Kapal ARK Prestige yang bersandar di dek milik PT Marcopolo Shipyard, Dapur 12, Sagulung, pertama kali diketahui warga pada Jumat, 25 Januari 2021. Akibat kejadian itu, perairan sekitar tidak hanya tercemar, beberapa anak-anak bahkan mual dan muntah lantaran menghirup aroma yang juga berasal dari tumpahan minyak.
Perwakilan warga Pulau Labu dan Pulau Air, Ahmad (49) mengatakan, tumpahan minyak itu terjadi sekira pukul 7.00 dan perlahan menyebar ke seluruh perairan Pulau Labu. Hal yang pertama pihaknya lakukan adalah mengevakuasi warga dan anak-anak. Setelah menghubungi staf kelurahan dan Bhabinkantibmas, pihaknya pun langsung menyisir perairan untuk mengetahui sumber tumpahan tersebut.
Perihal ini warga juga telah mendatangi Kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Batam untuk mengeluhkan hal itu. Di sana, Ahmad dan beberapa warga lainnya pun disarankan untuk mengadukan persoalan itu ke DPRD Batam agar dapat dipertemukan dengan pihak agen kapal dan PT Marcopolo Shipyard.
Perihal kasus ini, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepulauan Riau, pun diketahui telah memeriksa lima orang saksi terkait. Mereka yang diperiksa adalah masyarakat, selanjutnya pemeriksaan juga akan mengarah kepada manajemen pemilik atau agen kapal.