Komisi III DPRD Kepulauan Riau berencana meninjau lokasi pembukaan lahan yang sedang digarap PT Papan Jaya (Panbil Group) di belakang Kawasan Panbil Industri, Muka Kuning, Kota Batam, Kepulauan Riau, 10 Agustus 2021. Peninjauan dilakukan untuk memastikan apakah benar ada hutan konservasi yang dirusak tanpa izin.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi III DPRD Kepri, Widiastadi Nugroho saat dihubungi melalui pesan singkat, Senin, 9 Agustus 2021. “Kalau melanggar pasti kami rekomendasikan ke Ketua DPRD Kepri untuk dilakukan pemeriksaan dari instansi terkait,” katanya kepada HMS.
Meski tidak secara langsung, Widiastadi juga mengungkapkan bahwa pihaknya rutin menggelar rapat internal setiap minggunya untuk merencanakan giat Komisi III DPRD Kepri. Termasuk persoalan dugaan perusakaan hutan konservasi di belakang Kawasan Industri Panbil.
“[Terkait dugaan perusakan hutan konservasi] saya belum bisa komentar dulu. Semua ada mekanismenya, kami tidak mau gegabah dulu. Kami pasti terbuka kok [terkait kasus ini],” katanya.
Perihal dugaan perusakan hutan konservasi tanpa izin, HMS sudah berupaya mengonfirmasi Direktur Legal dan Human Resources Panbil Group, Jeremia Purba. Namun, sampai sekarang belum dijawab.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kepri, Decky, mengatakan, bahwa lahan itu berada di luar kawasan Hutan Konservasi meskipun berbatasan langsung. “Lokasi itu memang masih diluar kawasan hutan konservasi, area tersebut statusnya putih dan itu masih di PL-nya mereka,” katanya kepada wartawan baru-baru ini.
Kepala Bidang Perlindungan Lingkungan Hidup DLH Batam, IP, mengatakan, kegiatan tersebut telah memiliki izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan (IUPJL) dari KLHK, Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL), dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL). “Karena untuk kegiatan hutan wisata, agar dapat berkoordinasi dengan instansi yang memiliki kewenangan di hutan,” kata IP.
Menanggapi itu, Organisasi lingkungan Perkumpulan Akar Bhumi Indonesia mendesak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam, untuk menghentikan proyek yang yang diduga tidak memiliki izin tersebut. Utamanya, mereka menduga proyek tersebut berada di dalam area hutan konservasi.
“Selama ini kan kasus-kasus kerusakan hutan selalu dikatakan wewenangnya Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutan (DLHK) Kepri. Padahal DLH Batam bisa mengambil tindakan dari segi kerusakan lingkungan akibat proyek itu,” katanya Founder Akar Bhumi Indonesia, Hendrik Hermawan.
Dia mengatakan, pihaknya sudah menanyakan langsung perihal perizinan yang dimiliki oleh Panbil Group kepada DLH Batam atas penggarapan lahan tersebut. Namun, jawaban dari instansi terkait katanya mengarahkan Akar Bhumi untuk bertanya kepada BP Batam.
“Walaupun izinnya ada di BP Batam, sebaiknya DLH Batam menghentikan sementara kegiatan di lapangan, tetapi apa bisa? Sampai saat ini kami masih bingung bagaimana kajian lingkungannya sehingga pengusaha bisa melakukan aktivitas pematangan lahan di sana,” katanya.
HMS juga sudah berupaya mengonfirmasi Direktur Lahan BP Batam, Ilham. Namun, sampai sekarang konfirmasi yang dilayangkan belum ada dijawab.
Soni Riyanto, yang juga dari organisasi lingkungan Perkumpulan Akar Bhumi Indonesia, mengatakan, keberadaan hutan konservasi di sekitar Waduk Duriangkang amat vital sebagai daerah tangkapan air. Hal itu, kata dia, lantaran Batam hanya mengandalkan curah hujan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakatnya.
“Aktivitas penggundulan hutan di sana akan berdampak langsung pada menyempitnya daerah tangkapan air untuk Waduk Duriangkang. Yang pada akhirnya bakal berpengaruh pada suplai air masyarakat Batam,” katanya, kepada HMS, Rabu, 4 Agustus 2021.
Menurut Soni, Waduk Sei Beduk saat ini menyuplai 70 persen kebutuhan air masyarakat Batam. Sehingga segala aktivitas yang dapat mengganggu ketersedian air ke Waduk Duriangkang harus mendapat atensi dan dihentikan. Dia pun meminta pemerintah dan pihak terkait untuk meninjau ulang kembali kajian analisa dampak lingkungan (Amdal) akibat dari proses pengerjaan proyek yang sedang dilakukan PT Papan Jaya tersebut.
“Kalau perlu, aktivitas proyek itu dihentikan sementara sampai Amdal-nya dibahas bersama,” kata Soni.
Hal itu, kata dia, amat perlu dilakukan karena proyek itu berpengaruh pada daerah tangkapan air, dan dikhawatirkan menurunkan kualitas air di Waduk Duriangkang. Soni menjelaskan, jika curah hujan tinggi, air yang mengalir ke Waduk Duriangkang pun akan keruh. Sehingga menurutnya, paling tidak bakal ada dua dampak yang ditimbulkan dari proyek tersebut.
“Untuk itu, kami mohon kepada seluruh pemangku kepentingan di Kota Batam untuk memperhatikan masalah ini, pasalnya ini menyangkut hajat orang banyak,” kata Soni.
Sementara Founder Akar Bhumi Indonesia, Hendrik Hermawan, menyayangkan tindakan Panbil Group yang diduga melakukan proses pembangunan yang tidak sesuai dengan prosedural dan memberikan efek lingkungan di tengah krisis air yang melanda Kota Batam.
“Krisis air di Batam sudah terjadi sejak 2014. Sehingga perlu kebijakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan hal itu harus diprioritaskan,” kata Hendrik.
Dia menjabarkan, dari data yang didapatnya dari Biro Air BP Batam, kebutuhan air di Batam adalah sebanyak 3.600 liter per detik, Sementara saat ini, katanya, kemampuan suplai air di Batam berada di angka 3.400 liter per detik.
“Artinya standar kehidupan di Batam untuk mendapatkan air masih minus 400 liter per detik, makanya sampai saat ini masih diberlakukan rasioning air. Nah kalau ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin Batam akan mengalami krisis air,” kata dia.
Hendrik menuturkan, hak dasar manusia atas air adalah sebesar 60 liter per orang setiap harinya. 70 persen untuk kebutuhan rumah tangga dan 30 persen untuk bidang usaha dan lain-lain. Hal ini kemudian yang kemudian menurutnya perlu menjadi atensi. Dengan adanya proyek yang dilakukan PT Papan Jaya ini, kata dia, dapat berakibat pada tidak terpenuhinya hak dasar air masyarakat Batam.
Sumber HMS yang enggan disebutkan namanya, mengatakan dokumen yang dikantongi PT Papan Jaya tersebut adalah pembebasan lahan (PL) lama yang sedang direvisi perluasannya hingga 50 hektare.
“Tapi PL perluasannya belum keluar, mereka hanya pegang PL lama saja. Dokumen yang lain juga belum keluar. Anehnya pekerjaannya sudah mencapai 50 persen,” katanya.