Komite Peduli Lingkungan Hidup Indonesia (KPLHI) akan menyampaikan surat protes kepada pemerintah dan kepolisian terkait maraknya aktivitas tambang ataupun pencucian pasir ilegal di Kota Batam, Kepulauan Riau. Termasuk yang di depan RS Bhayangkara Polda Kepri di Kelurahan Batu Besar, Kecamatan Nongsa.
“Kerusakan lingkungan akibat ulah penambang ini sudah semakin parah, kami akan menyurati DLH [Dinas Lingkungan Hidup] dan kepolisian supaya semua rangkaian aktivitasnya dihentikan. Termasuk pencucian pasir itu,” kata Ketua KPLHI Kota Batam, Azhari Hamid, kepada HMS, 22 Februari 2021.
Menurutnya, persoalan tetap berlangsungnya aktivitas ini meskipun sudah dilarang, itu karena instansi terkait tidak bersungguh-sungguh dalam melakukan pengawasan. Padahal sudah jelas, Kota Batam secara regulasi tidak memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang pertambangan, sekalipun tentang galian C atau usaha penambangan berupa tambang tanah, pasir, kerikil, marmer, kaolin, dan granit.
“Pencucian pasir itu sama saja [satu rangkaian]. Tidak ada sejengkal pun daerah di Batam bisa dilakukan penambangan dengan alasan apapun. Artinya, semua kegiatan pertambangan adalah ilegal,” kata mantan pejabat Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Kota Batam ini.
Dia mengatakan, sudah pasti aktivitas ini membuat Batam rugi secara materiel karena kehilangan retribusi dan ratusan hektare lahan milik negara rusak. Semua titik pemotongan (cut and fill) dan pencucian itu juga berdampak negatif pada lingkungan, menghambat investasi, dan menjadi berbahaya sebab lahan tambang menjadi kolam-kolam lumpur raksasa yang takbisa diprediksi kedalamannya (baca: Aktivitas Pencucian Pasir di Tanah Terlarang).
“Untuk itu memang harus segera dihentikan. Memang backup dari oknum aparat kadang membuat persoalan penambangan pasir ilegal ini menjadi hal yang sangat sulit untuk ditertibkan. Tetapi aturan tetap aturan, tegak lurus untuk kepentingan masyarakat. Jika dilarang, ya, harus ditegakkan aturan dan konsekuen dengan pengawasan yang tegas,” kata Azhari Hamid.
Azhari mengatakan, aktivitas ini sebetulnya adalah perkara lama yang takada habisnya. Hilang hanya saat ada penertiban kemudian muncul lagi alias sudah “mengakar” dengan berbagai kepentingan di dalamnya. Dia juga mengaku tahu mengenai kabar adanya oknum-oknum tertentu di balik aktivitas itu.
“Kalau saya pribadi dengan pengalaman 16 tahun sebagai aparatur sipil negara [ASN] yang pernah terlibat langsung dengan persoalan penambangan pasir ilegal ini, menurut saya harus kembali duduk antara pemerintah, Kepolisian dan TNI karena ada oknum oknum masing masing instansi tersebut terlibat dalam persoalan tambang pasir ilegal di Batam,” kata dia.