Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (RI) menerima permohonan gugatan terkait pembatalan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Batam, Kepulauan Riau. Pemohonya ialah pasangan calon (Paslon) 01, Lukita Dinarsyah Tuwo dan Abdul Basyid Has.
Permohonan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) yang diajukan pasangan calon nomor urut 01 itu, kini telah tercatat di laman MKRI, Senin, 18 Januari 2021, dengan APPP Nomor 130/PAN.MK/AP3/12/2020 dan teregister dalam nomor 127/PHP.Kot-XIX/2021. Dalam perkara ini termohon adalah KPU Kota Batam, sedangkan kuasa pemohon ialah Sultan dan Bambang Yulianto.
Kuasa Hukum Pemohon, Bambang Yulianto mengatakan, dasar gugatan perkara perselisihan hasil pilkada tersebut karena pasangan nomor urut 01 menemukan adanya kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam pilwako Batam 2020. Dalam naskah gugatannya, ia meminta MK agar menerobos berlakunya pasal 158 ayat (2) UU 10/2016. Menurutnya, pasal ini membatasi gugatan sengketa hasil pemilihan kepala daerah yang hanya bisa diajukan kalau selisih suara penggugat dengan pemenang Pilkada maksimum 2%.
“Kita meminta MK menyampingkan ketentuan pasal a quo sepanjang kita bisa membuktikan kecurangan TSM yang sangat mempengaruhi hasil pemilihan secara signifikan,” ujarnya.
Dalam naskah gugatannya, Bambang merinci sejumlah dugaan pelanggaran dan kecurangan yang dilakukan oleh Paslon 02. Seperti penggunaan kewenangan, program dan kegiatan yang menguntung paslon nomor urut 02 selaku petahana. Mulai dari pemanfaatan Program Pemerintah Pusat berupa Bantuan Sosial Tunai 2020 akibat dampak bencana Non Alam Covid -19, dan juga sembako dengan cara menempatkan, menempelkan foto pribadi untuk pencitraan diri.
Kemudian adanya mutasi atau pergantian jabatan Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Kadisdukcapil) Kota Batam. Pihaknya menduga hal tersebut adalah bentuk politisasi birokrasi serta ASN Kota Batam dengan tujuan untuk meraup suara pada konstelasi pilkada. Bukti yang dikantongi berupa: adanya perintah melalui Whatsapp Group Disdukapil dan Lurah SeKota Batam dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Batam melalui Lurah Se-Kota Batam agar Kader PKK, POSYANDU dan Desa Siaga mengajukan berkas E-KTP bagi masyarakat yang mendukung Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Batam nomor urut 02.
Kecurangan lainnya yaitu dugaan keterlibatan RT/RW dalam mendukung serta memfasilitasi kampanye paslon Nomor urut 02 dalam berpolitik praktis. Penempatan tim kampanye paslon 02 menjadi penyelenggara pemilihan (KPPS). Pemanfaatan Aparatur Sipil Negara dalam mengkampanyekan paslon nomor urut 02 yang dapat mempengaruhi perolehan suara secara Signifikan.
Pemanfaatan ASN itu salah satunya seperti, kasus Dinas lingkungan Hidup Kota Batam yang mengadakan kegiatan bersih-bersih rumah ibadah dengan membawa spanduk paslon nomor urut 02 dalam masa kampanye di sejumlah rumah ibadah. Pada tanggal 29 September 2020, tim kuasa hukum Paslon 01 telah melaporkan pelanggaran itu kepada Bawaslu sesuai Formulir Model A.1, 02 November 2020. Hasilnya, Kadis DLH, Herman Rozie, dikenai sanksi pelanggaran netralitas ASN sebagaimana pemberitahuan status yang diterbitkan oleh Ketua Bawaslu Kota Batam.
Bambang mengatakan, setelah pihaknya resmi mengantongi akta register permohonan dari MK, kini, timnya sedang mempersiapkan diri menuju ke tahapan berikutnya. “Iya kemarin kita sudah dapatkan akta register permohonan konstitusi, artinya kita sudah mau masuk pemanggilan persidangan. Sekarang kami sedang bersiap,” kata Bambang Yulianto kepada HMS dihubungi melalui telepon, 19 Januari 2021.
Dia sementara ini belum dapat menjabarkan strateginya atau seberapa besar peluangnya untuk memenangkan pengadilan nanti, pihaknya, kata dia, hari ini akan melakukan rapat kembali terlebih dahulu bersama dengan pasangan calon nomor urut 01.
Terlepas dari itu, dia mengatakan, pihaknya tetap dalam petitumnya yang telah diajukan kepada MK RI, yang memohon untuk menjatuhkan putusan: membatalkan keputusan KPU Kota Batam, mendiskualifikasi paslon nomor urut 02 atas nama H. Muhammad Rudi dan H. Amsakar Ahmad sebagai peserta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Batam Tahun 2020, memerintahkan termohon (KPU) untuk menerbitkan surat Keputusan baru yang menetapkan paslon nomor urut 01 sebagai calon terpilih, dan memerintahkan KPU untuk melaksanakan putusan ini.
“Ya ini sekarang rencana mau meeting dengan paslonnya, mungkin nanti akan kita bahas lagi. Tuntutan kita tetap untuk membatalkan penetapan hasil penghitungan suara itu,” katanya.
Ketua KPU Kota Batam, Herrigen Agsutin, mengaku mengetahui jika laporan gugatan itu sudah diterima oleh MK. Dikatakannya, MK tidak hanya menerima gugatan pilkada Batam saja, permohonan gugatan paslon diumumkan MK secara serentak, se-Indonesia dan ada 137 pemohon yang diterima dan diregister untuk lanjut ke sidang lanjutan.
Dia mengatakan, KPU Batam sekarang menunggu jadwal pelaksanaan sidang pendahuluan gugatan. Pada Rabu, 20 Januari 2021, pihaknya akan terbang ke Jakartan untuk mengikuti rapat bersama KPU RI. “KPU mengikuti hasil yang diputuskan oleh MK, dan tentunya menyiapkan bahan dan bukti yang akan diujikan,” kata Herrigen.
Pada 20 Januari 2021, HMS berupaya meminta tanggapan paslon wali kota nomor urut 02, Muhammad Rudi. Hanya saja, konfirmasi yang dilayangkan melalui pesan instan dan panggilan tidak mendapat respon. Hari berikutnya HMS mewawancarai salah satu tim kuasa hukumnya, Haryanto. Namun, dia menganjurkan agar HMS mewawancara Ketua Badan Hukum Dewan Pimpinan Wilayah Nasdem Provinsi Kepulauan Riau, Zudy Fardy. Karena dialah yang mewakili tim kuasa hukum berangkat ke Jakarta menanggapi teregistrasinya permohonan gugatan ini.
Dalam wawancara di sambungan telepon, Zudy Fardy mengatakan, agenda keberangkatannya pada 20 Januari 2021, yakni mewakili paslon 02 untuk mendaftarkan permohonan sebagai pihak terkait ke MK. Dalam perkara ini timnya optimis menghadapi gugatan yang diajukan oleh pemohon ke MK. Salah satunya kata dia, karena permohonan yang diajukan oleh pemohon sudah kedaluwarsa atau sudah melewati batas terakhir pengajuan gugatan perselisihan hasil pemilihan (PHP) pilkada ke MK.
“Pengajuan itu kan diatur paling lambat tiga hari setelah pengumuman hasil penetapan. Kemudian mengenai ambang batas, Pak Rudi kan menangnya cukup banyak, ya. Kalau berdasarkan pasal 158 ayat (1) [UU Nomor 8 Tahun 2015], pengajuan dapat dilakukan jika terdapat selisih suara 2 persen, kalau penduduknya dalam sebuah provinsi itu 2 juta [jiwa]. Sedangkan kalau kita hitungkan selisihnya itu sudah jauh melewati,” kata Zudy Fardy, 21 Januari 2021.
Perihal adanya permintaan agar MK menerobos pasal 158 UU Nomor 8 Tahun 2015, menurutnya itu sah-sah saja, mengingat setiap pemohon atau setiap warga negara berhak berpendapat. Akan tetapi, karena pasal itu masih berlaku, kata dia, sudah seharusnya MK mengacu kepada ketentuan yang tetulis dalam undang-undang itu.
“Permintaan mereka [paslon 01] itu kan hanya yang berdasarkan TSM itu. Tidak masalah, itu hak mereka berpendapat seperti itu,” katanya.
Berbicara soal dugaan pelanggaran yang dituduhkan dilakukan oleh RAMAH, dia mengatakan, kalau perkara ini mengacu pada pelanggaran-pelanggaran itu maka gugatan yang dilayangkan oleh si pemohon sudah pasti salah alamat.
“Kalau misal pelanggaran-pelanggaran itu kan harusnya ke Bawaslu bukan ke MK. Tinggal mereka misalnya ada temukan pelanggaran kampanye atau pelanggaran yang lain, ya, tinggal lapor Bawaslu. Kemudian Bawaslu menindaklanjuti ke Gakkumdu, misal terbukti mereka adukan ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara), bukan ke MK dong. Kalau MK itu kan perselisihan suara. Tapi yasudah, insyaallah, ya, doakan saja [menang],” kata Zudy Fardy.