Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi atau judicial review Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Uji materi diajukan mantan Komisioner KPK Agus Rahardjo, Laode M. Syarif, dan Saut Situmorang, serta beberapa orang lainnya.
“Amar putusan, mengadili dalam provisi menolak permohonan provisi para pemohon, dalam pokok permohonan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata ketua MK Anwar Usman di Gedung MK sambil mengetuk palu, Selasa, 4 Mei 2021.
Majelis hakim berpendapat permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Kemudian, Hakim MK, Wahiddudin Adams, memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion) perihal permohonan formil uji materi UU KPK.
Tiga mantan Komisioner KPK itu mengajukan permohonan uji materiatas nama pribadi dan warga negara Indonesia. Total, ada 13 nama pemohon atas nama pribadi. Di antaranya juga ada mantan Komisioner KPK Mochammad Jasin dan Erry Riyana Hardjapamekas, serta sejumlah pegiat antikorupsi lainnya.
Dalam permohonan ini, mereka mengajukan uji materi secara formil, yakni pengujian terhadap proses pembentukan Undang-undang. Secara garis besar, ada tiga poin yang tak sejalan dalam syarat pembentukan UU dalam UU KPK.
Pertama, proses pembahasan dilakukan secara terburu-buru. UU ini tak masuk prolegnas tapi tiba-tiba muncul. Kedua, pembahasannya tak melibatkan konsultasi publik. Bahkan, daftar inventaris masalah UU tidak diperlihatkan kepada KPK sebagai stakeholder utama. Ketiga, soal naskah akademik yang tidak pernah diperlihatkan ke publik.
Protes massa terjadi, menolak pengesahan UU KPK. Namun, DPR dan Jokowi berkali-kali lempar tanggung jawab hingga UU KPK sah dengan sendirinya pada 17 Oktober 2019. Iya, Jokowi memang tak meneken UU KPK. Tapi Jokowi membiarkan UU KPK sah. Hal ini sesuai pasal 20 ayat 5 UUD 1945:
Dalam hal rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan Undang-Undang tersebut disetujui, rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan.
UU KPK sendiri disahkan dalam paripurna DPR pada 17 September 2019. Pasal 20 ayat 5 itu diperkuat dengan UU 15/2019 tentang Perubahan Atas UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan. Pasal 73 ayat 2 UU tersebut menyatakan:
Dalam hal Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama, Rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan.