Wakil Gubernur Kepulauan Riau, Marlin Agustina Rudi, berjanji akan mencari solusi terkait keluhan calon orang tua siswa yang anaknya tidak diterima masuk di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3, Kota Batam.
Puluhan calon orang tua siswa seperti diketahui, dalam tiga pekan ini terlantar di depan gerbang halaman sekolah menunggu informasi penerimaan peserta didik baru gelombang lanjutan di sekolah favorit itu (baca: Imron: Saya Kuli Bangunan, Tidak Punya Uang).
“Mungkin ada SMA yang kekurangan anak didik, kekurangan di situ akan kita titipkan anak yang tak tertampung ini. Jadi tetap dia SMA 3, tapi kita titipkan. Tapi ini wacana kita, hari Senin saya akan ketemu dengan Dinas Pendidikan untuk menyelesaikan itu,” kata Marlin kepada wartawan, 24 Juli 2021.
Marlin menjelaskan, permasalahan utama dalam menyelesaikan keluhan ini, yaitu jumlah siswa yang tertampung cukup banyak, sementara ruang kelas tidak mencukupi. Untuk itulah penyelesaian masalah ini akan ia bahas supaya siswa yang berada di satu zonasi itu mendapatkan yang terbaik.
Ia berharap, para calon orang tua siswa yang anaknya belum diterima masuk tersebut bisa dapat bersabar. Pemerintah akan menjadikan persoalan ini sebagai prioritas utama, sebab, saat ini wajib pendidikan 12 tahun, dan pemerintah harus bisa menyediakannya.
“Mungkin yang mereka harapkan sekolah di situ. Namun, di isisi lain masih banyak sekolah yang kekurangan murid. Namanya anak-anak mungkin kepengen sekolah di situ karena ada temannya. Tetapi yakin dan percayalah, dalam waktu dekat ini akan terselesaikan,” kata Marlin Agustina Rudi.
Jumlah calon orang tua siswa yang hari-hari menunggu di sekolah favorit itu ada 51 orang. Biasanya, mereka menunggu informasi penerimaan murid tambahan di depan gerbang sekolah mulai dari pukul delapan pagi hingga pukul empat sore. Mereka semua adalah korban keterbatasan ruang kelas dan penentuan zonasi yang tak sepenuhnya mencerminkan kedekatan lokasi rumah siswa dengan sekolah.
Pada kasus Imron (40), warga Bukit Raya, misalnya, jarak rumahnya dengan sekolah itu hanya bekisar 4 kilometer. Menjadi lebih dekat kalau memotong jalan dengan jarak tempuh sekitar 3 kilometer. Akan tetapi, kesempatan anaknya bersekolah di sana pupus, karena alamat rumahnya yang tercantum di Kartu Keluarga (KK) tak memenuhi syarat daftar sekolah.
Selama tiga tahun pindah rumah ke Bukit Raya, Imron belum mengurus KK baru. Alamat lama-nya masih tercantum tinggal di Legenda Malaka. Untuk membuktikan kepada pihak sekolah ia memang warga Bukit Raya, ia sudah mencoba melampirkan surat keterangan RT/RW, bahkan sepanjang bulan ini Ketua RT-nya sudah tiga kali mendatangi sekolah itu. Akan tetapi anaknya juga tak bisa lolos masuk.
Imron mengatakan, kenapa memilih anaknya masuk ke SMA Negeri 3 itu bukan karena sekolah itu masuk kategori favorit, tetapi murni karena jarak. Kini, harapan anaknya bersekolah di sana hampir pupus. Terutama setelah beredar kabar SMA Negeri 3 diam-diam membuka PPDB gelombang kedua, dan bagi mereka yang masuk dikenai biaya jutaan rupiah.
“Kalau kayak saya, kuli bangunan ini, kalau diminta satu juta aja, kita ngorek-ngorek pasir bisalah itu. Tetapi kalau diminta lima juta sampai sepuluh juta nggak mampu saya,” kata dia.
Kabar itu membuat kesabaran para calon orang tua siswa kini sampai pada puncaknya. Awalnya kata Imron, mereka takpernah protes meski setiap hari datang, pintu gerbang sekolah tak kunjung rentang. Akan tetapi, belakangan ini banyak orang tua yang mulai geram, setelah mendapat kabar adanya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahap 2 di sekolah itu yang dianggap sangat mencurigakan.
“Tiba-tiba ada penambahan 81 siswa baru tahap 2. Padahal kita di sini sudah tiga minggu, tahu-tahu sudah ada Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah [MPLS] tahap 2. Kami tidak pernah diberi informasi, baru ketahuan dari anak-anak kami itu yang saling chattingan. Kan, berarti ada sesuatu, kenapa kita tidak masuk atau diberi kabar. Kalau saya mungkin tidak masuk, karena saya kuli bangunan, tidak ada uangnya,” kata Imron.
Sama dengan Imron, Suherman (50), juga turut geram atas sistem zonasi yang tidak dapat mengakomodasi keluhan orang tua siswa ini. Terlebih setelah adanya penerimaan murid baru tahap 2 yang dianggap mencurigakan tersebut. Menurut dia, ada jalur “khusus” yang diberikan pihak sekolah terhadap 81 siswa yang masuk pada gelombang kedua itu.
Pria yang berprofesi sebagai advokat dan ditunjuk oleh para calon orang tua siswa lain sebagai perwakilan ini, mengatakan, berdasarkan informasi yang dia kumpulkan dari para orang tua siswa yang sudah diterima masuk, ada beberapa orang tua yang mengaku dihubungi oleh pihak sekolah, dan dimintai sejumlah uang agar anaknya bisa lolos masuk pada penerimaan gelombang kedua. Mereka yang dihubungi itu menurut dia, rata-rata adalah kalangan mampu yang tidak lolos seleksi pada tahap pertama.
“Jadi 81 orang tua siswa yang diterima pada gelombang kedua itu, sebagian masuk dalam grup kami. Ceritanya, kami buat grup WhatsApp, dan mendata siapa saja yang berada di zonasi, tetapi tidak diterima. Jumlahnya itu kemarin ada 114 orang yang saya kirim ke Disdik [Dinas Pendidikan] Provinsi Kepri. Nah, sebagian dari jumlah itu rupanya tiba-tiba sudah ada yang masuk,” kata Suherman.
Berdasarkan data dari jalur dan kuota PPDB SMA Negeri 3 kata dia, dari awal sekolah hanya menampung total 288 siswa. Dengan rincian jalur penerimaan zonasi sebanyak 65 persen, afirmasi 15 persen, perpindahan tugas orang tua siswa 5 persen, dan prestasi akademik dan non akademik sebanyak 15 persen. Pendaftaran dibuka pada 28 Juni sampai 2 Juli 2021.
Diterimanya 81 siswa baru pada gelombang kedua itu lantas menimbulkan pertanyaan bagi mereka. Selain karena tanpa pemberitahuan, itu karena ada sejumlah orang tua yang katanya mengaku dikenakan biaya mulai dari Rp5 juta sampai Rp25 juta.
Ia juga memperlihatkan beberapa bukti tangkapan layar pesan singkat dari calon orang tua yang mengaku dimintai uang. Dalam pesan singkat itu tertulis orang tua anak berinisial A, membayar Rp5 juta untuk masuk bersekolah di sana.
“Dimintain uang Rp5 juta, tadi pagi ada yang kesini marah-marah ngakunya dimintain Rp10 juta. Tanyalah yang lain, tapi orangnya udah pulang karena dia emosi. Mereka yang 81 orang itu ditelponin [pihak sekolah]. Kalau memang 288 dari awal, kenapa tambah 81? Jadi janganlah dipaksakan yang masuk SMA Negeri harus bayar bla-bla. Pengumuman penerimaan gelombang kedua itu tidak ada, sementara dari awal kita sudah menunggu di sini,” katanya.