Oleh : A. Ristanto
Cukup meragukan pandangan bahwa ketidakhadiran Wakil Presiden Kemala Harris ke Indonesia dalam lawatan ke Asia Tenggara pada 22-26 Agustus 2021, karena Amerika Serikat menganggap kita sudah menjadi mitra strategis China. Bahkan mengembangjan tudingan Indonesia akan menjadi koloni China pun sulit diterima.
Kita baru saja melihat sukses latihan perang bersama antara TNI Angkatan Darat (AD) dan milter Amerika Serikat (AS). Latihan bertajuk Garuda Shield – XV berlangsung sepanjang 1-14 Agustus 2021, bahkan digelar bukan hanya di satu tempat tetapi di Baturaja, Sumatra Selatan; Amborawang, Kalimantan Timur; dan Makalisung, Sulawesi Utara.
Total ada 2.161 prajurit TNI AD dan 1.547 tentara Amerika Serikat yang ikut. Sehingga latihan perang bersama ini disebut sebagai yang terbesar sepanjang sejarah kerja sama militer RI dan AS selama ini.
Fakta inilah yang menepikan pandangan bahwa AS di bawah Presiden Joe Bidden tidak lebih pro Indonesia dibandingkan Singapura dan Vietnam.
Jika konteks kunjungan Wapres Kemala Harris dianggap lebih menekankan aspek ekonomi, tentu hal tersebut pun belum cukup kontekstual. Sebab Singapura walaupun dianggap negara pusat keuangan global, namun wilayah dan penduduknya minim.
Sementara Vietnam adalah negara yang pernah mempermalukan AS. Sebab dalam perang dengan Vietnam tahun 1957-1975 ternyata AS bisa dikalahkan.
Lalu apa makna kunjungan Wapres Kemala Harris ke Asia Tenggara?
Memang agenda formal kunjungan tampaknya lebih pada peningkatan hubungan ekonomi. Jika benar demikian, kita seharusnya mengikuti dengan cermat di lapangan agar bisa memperoleh bukti tujuan kunjungan sebenarnya.
Kedua negara tersebut kita tahu tidak memiliki sumber daya alam yang menjadi salah satu kekuatan ekonomi. Demikian pula Vietnam bukan termasuk negara dengan kekuatan perekonomian yang besar.
Jika kita amati dikaitkan apa yang telah Amerika lakukan melalui latihan perang bersama, sepertinya Kemala Harris mendapat tugas mencari pangkalan militer untuk negara super power itu. Singapura dan Vietnam dengan posisi geografi yang dimiliki, ditengarai memadai untuk menjadi pangkalan alat utama sistem persenjataan Amerika. Untuk apa? Siapa lagi kalau bukan demi mempersiapkan kekuatan militernya, setelah melihat perkembangan pesat teknologi China dalam memproduksi alat perang.
Sebuah tragedi teraktual terjadi ketika kapal induk Amerika memasuki Laut China Selatan dengan dalih melakukan operasi rutin, tetapi ternyata nyasar. Sebab alat navigasi GPS yang mereka gunakan tidak berfungsi penuh, sebab kawasan tersebut sudah dikuasai dan dikendalikan sistem navigasi buatan China.
Menurut situs web Nihon Keizai Shimbun, Amerika Serikat telah lama menjadi pemimpin dalam sistem penentuan posisi satelit global. Tetapi sekarang sistem navigasi satelit Beidou dari China telah melampaui skala GPS AS.
Bagaimana dengan Indonesia? Bagi Amerika tampaknya sudah memiliki gambaran kekuatan dan posisi strategis kita, setelah terlibat latihan militer bersama. Untuk itu pemerintahan baru Amerika sepeninggal Donald Trump tidak seharusnya kita khawatirkan mengesampingkan kemitraan dengan Indonesia.
Bagi Amerika bangsa dan negara Indonesia selain berpenduduk Muslim terbesar di dunia, juga letak geografi di antara benua Asia dan Australia senantiasa akan diperhitungkan dalam segala aspek. Namun kita sebagai bangsa berdaulat pun jangan sampai berkiblat salah satu kekuatan negara lain Pemerintah seharusnya tetap mampu memainkan peranan menciptakan perdamaian dunia!.