Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Menpora dan Kapolri serta Ketua Umum PSSI harus meminta maaf kepada masyarakat dan mengganti semua kerusakan dan kerugian akibat amuk suporter sepakbola di Bandung maupun kerumunan massa di bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Desakan tersebut sebagai bentuk tanggung jawab moral atas peristiwa yang dipicu kecerobohan Kapolri dan Menpora serta Ketua Umum PSSI tetap nekat menggulirkan pertandingan Piala Menpora di tengah pandemi Covid-19.
Ketua Presidium IPW, Neta Pane, juga mengecam keras pernyataan Menpora yang meminta Polri segera menangkap para suporter yang memprakarsai aksi kerumunan itu. “Pernyataan Menpora itu salah kaprah. Seharusnya dengan adanya kedua peristiwa di Bandung dan Jakarta itu, Menpora lah yang segera mundur dari jabatannya. Sebab kompetisi yang membawa label kementeriannya tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkannya keamanan dan ketertibannya, sehingga terjadi amuk dan kerumunan pasca Final Piala Menpora,” kata Neta Pane dalam siaran persnya, Selasa, 27 April 2021.
“Jangan kemudian tanggung jawabnya dilemparkan kepada suporter. Lalu para suporter dengan semena-mena ditangkap dan diproses hukum oleh aparat kepolisian,” tambahnya.
Neta juga menyoroti, peristiwa amuk suporter di Bandung dan kerumunan suporter mengepung Bundaran HI menjadi bukti nyata betapa lemahnya intelijen dan aparatur Ciber Polri. “Polisi baru sibuk dan kebingungan setelah massa berkumpul dan mengamuk. Bayangkan, jika aksi pengepungan massa itu terjadi di depan Istana Kepresidenan, apa jadinya?,” kata Neta.
Menurutnya, Polri sudah kebobolan. Antisipasi, deteksi dini, dan kepekaannya sangat lemah. Padahal rencana aksi itu sudah muncul di medsos beberapa jam sebelumnya dan Polri tidak mengantisipasinya. Sekarang setelah amuk suporter terjadi dan aksi kerumunan massa di Bundaran HI terjadi, Polri baru sibuk hendak memburu medsos pemrakarsanya.
“Polri lagi-lagi hanya menjadi pemadam kebakaran yang sangat jauh dari konsep Presisi,” kata Neta Pane.