Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selama satu dekade mengawasi Industri Jasa Keuangan di Indonesia sangat penting, saat kondisi perekonomian nasional semakin terpuruk khususnya akibat Pandemi Covid-19. Untuk itu tugas pokok dan fungsi OJK perlu kita kritisi, sejauh mana mampu berbuat dan bertindak memperbaiki keadaan buruk ini.
Hal tersebut dikatakan Mangatur Nainggolan menjawab pertanyaan HMS usai menggelar Webinar bertajuk Menilik Satu Dekade Otoritas Jasa Keuangan pada Jumat 25 Juni 2021 di aula Program Pasca Sarjana Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jl. Salemba, Jakarta Pusat. Selaku Ketua Panitia Webinar yang digagas dan selenggarakan para mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum-Universitas Kristen Indonesia (UKI), ia menyatakan kegiatan ini bermakna membuka ruang diskusi umum guna mencari solusi terbaik terkait permasalahan-permasalahan yang timbul, baik dari konsumen maupun penyelenggara Industri Jasa Keuangan selama 10 tahun berada dalam pengawasan OJK.
Dikatakan, pihak panitia merasa bersyukur webinar dengan moderator Togi M Purba yang berlangsung dua jam lebih sejak pukul 14.00 WIB berjalan lancar. Webinar pun menghadirkan para narasumber yang memiliki bobot kompetensi dan kredibilitas tinggi dalam bidangnya.
Para narasumber tersebut, Masinton Pasaribu anggota Komisi XI, DPR, mewakili Dewan Komisaris OJK, Henri Lumban Raja praktisi hukum pasar modal dan DR. Dian Puji N Simatupang dosen hukum tata negara dan pakar keuangan negara. Terhubung secara online sebagai pemberi tanggapan dan masukan Ketua Program Studi Magister Hukum UKI Dr. Gindo L Tobing dan pemerhati pasar modal, Prof. Tumanggor.
Mengatur mengatakan, sorotan terhadap OJK juga sehubungan semakin canggih dan banyak macam modus termasuk cyber crime oleh para pelaku kejahatan di sektor keuangan. “Jumlah penyidik yang ada perlu ditambah, untuk mempercepat penanganan kasus-kasus kejahatan yang dilaporkan masyarakat?” kata praktisi hukum ini.
Di sisi lain banyak pihak mengkritisi OJK yang dalam perannya juga melakukan pungutan terhadap pihak yang diawasi. Kondisi ini bisa menciptakan conflict of interest. Dalam pada itu pungutan yang juga dimaksud untuk pembiayaan operasional lembaga, tidak masuk dalam Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Untuk itu dalam penggunaanya harus ada pengawasanan khusus di luar OJK.
Mangatur melihat, arah para narasumber maupun respon peseta webinar, telah cukup memberikan kontribusi untuk menghasilkan produk kajian ilmiah terhadap keberadaan OJK. Kita ingin merangkum pendapat para ahli, apa saja hasil dan manfaat lembaga independen ini setelah sepuluh tahun melaksanakan tugas dan fungsinya. Terlebih lagi setelah satu dekade OJK terbentuk, apakah memang masih perlu dipertahankan atau cukup direvisi peraturan dan perundangan yang mengamanatkan perlunya lembaga ini.
Mangatur Nainggolan tidak menutup kemungkinan hasil webinar ini akan diserahkan kepada pemerintah dan DPR sebagai masukan dari civitas academica UKI.