Kepala Ombudsman Provinsi Kepulauan Riau, Lagat Paroha Patar Siadari mengatakan, ada potensi maladministrasi dalam penerapan Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 14 Tahun 2019, yang secara khusus mengatur tentang petunjuk pelaksanaan jenis dan tarif layanan di kantor Pelabuhan Laut Batam.
Peraturan itu sendiri merupakan perubahan atas Perka BP Batam Nomor 11 Tahun 2018, yang sudah disahkan sejak dua tahun lalu, tetapi penerapannya baru dilakukan pada Juli 2019 ini. Itu pun setelah menjadi temuan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (baca: Arthur: Cuma Hantu yang Tahu).
“Potensi maladministrasi-nya hanya tidak disosialisasikan, terhadap subtansinya belum terlihat,” kata Lagat kepada HMS baru-baru ini.
Ada tiga poin menjadi catatan Ombudsman Provinsi Kepri terkait polemik penerapan Perka lama yang baru berlaku itu. Yang belakangan dikeluhkan oleh Asosiasi Pengusaha Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Kota Batam, karena disahkan tanpa sepengetahuan asosiasi dan implementasinya dilakukan secara mendadak.
“Apakah pembentukan Perka tersebut bertentangan dengan perundang-undangan lain? Apakah pengusaha dilibatkan saat pembentukannya? Apakah kenaikan tersebut menimbulkan diskriminasi?,” katanya.
Lagat pun menyarankan pihak asosiasi untuk menunggu tanggapan BP Batam setelah melayangkan surat penolakan terhadap Perka tersebut. “Kalau tidak ditanggapi setelah 14 hari kerja, laporkan saja ke Ombudsman,” kata Lagat.
Ketua Bidang Antarintansi Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Batam, Johan, mengatakan, pihaknya sudah melayangkan surat keberatan terhadap Perka itu kepada BP Batam. Terakhir, kata dia, pihaknya sudah melakukan pembahasan dengan BP Batam, Jumat, 23 Juli 2021 lalu.
“Mereka [BP Batam] minta waktu karena sedang konsultasi dengan bidang hukum mereka. Serta melakukan pembahasan dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan Perka tersebut,” kata Johan kepada HMStimes, Rabu, 28 Juli 2021.
Dia menegaskan, pihaknya ingin mengubah semua aturan yang dirasa memberatkan di Perka itu. Pihaknya juga telah melakukan pembahasan munculnya Perka baru di tahun ini, yang di dalamnya tidak hanya mengatur soal biaya bongkar muat curah saja, tapi juga soal pungli-pungli yang ada.
“Karena Perka tahun 2019 itu kan tiba-tiba munculnya. Di luar pengetahuan kami. Kami juga akan melihat perkembangan masalah ini, kalau nanti memang tidak ada perubahan maka kami akan melaporkan hal ini ke Ombudsman Kepri,” katanya. “Tapi itu opsi saja, secara internal masih melakukan diskusi juga,” kata Johan.
Satu poin yang paling dikeluhkan oleh asosiasi terkait penerapan Perka itu, yakni soal pungutan tarif jasa bongkar muat curah cair dalam negeri yang naik dua kali lipat, yang semula per tonnya seharga Rp3,360 naik menjadi Rp6,180. Penerapan tarif baru itu pertama kali dikeluhkan oleh PT Pasada Artha Cargo, pada 13 Juli 2021.
Direktur Badan Usaha Pelabuhan (BUP) Batam, Nelson Idris, sebelumnya mengaku belum mengetahui detail permasalahan kenaikan tarif tersebut, karena posisi dirinya saat ini sedang cuti ke luar kota melihat keluarga yang sakit. Meskipun begitu, ia tetap berusaha menjawab pertanyaan HMS walau tidak bisa menjelaskan secara rinci.
Menurut Nelson, kenaikan tarif itu sudah disetujui oleh Asosiasi Pengusaha Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Kota Batam. Pembahasan juga sudah dilakukan sejak tahun 2018 lalu, yang dibuktikan dengan surat rekomendasi penerapan single tarif yang dikirimkan oleh APBMI Kota Batam ke Kepala Kantor Pelabuhan Laut BP Batam pada 11 November 2018, yang sudah ia lampirkan kepada HMS.
“Itu persetujuan APBMI, masa mereka lupa persetujuan itu? Tarif itu berlaku di sistem, saya tidak mengerti persoalannya [keluhan pengusaha] apa? Untuk detailnya saya sudah beritahu Pak Budi, [General Manager BUP Batam], dan Pak Ronaldi, (Manajer BUP Batam], perihal pertanyaan ini akan mereka konfirmasi,” kata Nelson kepada HMS, 15 Juli 2021.