Perwakilan Ombudsman Provinsi Kepulaun Riau melakukan investigasi terkait meninggalnya narapidana Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II A Batam, Kepulaun Riau, Siprianus Apaitus (27), pada Sabtu, 10 April 2021 lalu. Investigasi dilakukan lantaran adanya dugaan maladministratif yang dilakukan pihak Rutan Kelas II A Batam sehingga menyebabkan Siprianus meninggal dunia.
Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Kepulaun Riau, Lagat Parroha Patar Siadari, mengatakan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan ke lokasi beberapa hari lalu. Di sana, kata dia, pihaknya menjumpai Kepala Rutan Kelas II A Batam, Kepala Seksi Penjagaan, dan dokter klinik Rutan yang semuanya mengaku telah menjalankan tugasnya dalam peristiwa yang menimpa Siprianus.
“Tapi kami prihatin mengapa baru membuat laporan ke Polsek Sagulung setelah hasil autopsi Siprianus keluar. Harusnya dilakukan dulu investigasi internal Rutan Kelas II A Batam, dan itu kan kewenangannya Kepala Rutan,” kata Lagat kepada HMS melalui sambungan telepon, Jumat, 28 Mei 2021.
Selain itu, pihaknya juga turut meminta keterangan dari pihak keluarga dan kuasa hukum Siprianus, serta RSUD Embung Fatimah. Hasilnya, kata Lagat, ditemukannya fakta baru di balik meninggalnya Siprianus. Seperti pengantaran Siprianus dari Rutan ke RSUD Embung Fatimah yang menggunakan mobil biasa bukan dengan ambulans.
“Karena pada saat kejadian kondisi korban itu sudah lemah, jadi harusnya dibawa ke RSUD Embung Fatimah dengan ambulans sembari mendapat penangangan awal dulu. Mungkin diberi bantuan oksigen atau penanganan awal ambulanslah, gitu. Korban juga saat diantar tidak ditemani oleh dokter atau paramedis rutan. Ini kan tidak lazim, harusnya yang mengantar itu paramedis atau perawat yang berjaga di Rutan. Memang pengakuan dari dokternya, karena kejadiannya pada Sabtu pagi, dia sedang tidak berada di Rutan, dan menyarankan sipir untuk membawa Siprianus ke RSUD Embung Fatimah,” katanya.
Lagat pun mengaku menerima informasi bahwa terdapat luka di beberapa bagian tubuh Siprianus. Namun, hal itu justru tidak diperiksa secara detail oleh dokter di Rutan Kelas II A Batam, meski kondisi Siprianus saat itu sudah koma, dan tensi darahnya terus menurun dan detak jantungnya semakin kencang.
“Artinya itu kondisinya sudah sangat kritis. Untuk sementara itu yang kami temukan di lapangan, nanti akan kami selesaikan. Ada dugaan maladministrasif di sini yang dilakukan pihak Rutan Kelas II A Batam karena terbukti tidak mengantar korban dengan ambulans, tidak ada dokter atau paramedis yang mendampingi, dan tidak melakukan investigasi internal. Padahal hasil autopsi menunjukkan adanya kerusakan organ dalam korban seperti paru-paru dan ginjal,” kata Lagat.
Sebelumnya diberitakan, pada penghujung Maret 2021, Siprianus dipindahkan ke sel baru. Dia dipindahkan dari kamar lamanya karena penyakit gatal-gatal yang dia alami. Sekitar lima belas hari setelahnya, pemuda malang itu menemui ajal. Bukan karena penyakit gatal-gatal, melainkan karena tubuhnya tak mampu menahan luka akibat dianiaya.
Fakta baru tentang penyebab kematian Siprianus ini terungkap setelah polisi turun tangan mengusut kasusnya. Namun demikian, tim pengacara merasa masih ada hal yang janggal dalam kasus kematian tahanan kasus pengeroyokan ini. Mulai dari soal interval waktu yang cukup lama antara terjadinya penganiayaan dan tewasnya korban, yang memunculkan tudingan ada rekayasa soal kronologi penganiayaan. “Kami percaya polisi dapat mengungkap fakta sesungguhnya karena kematian tersebut akibat kekerasan,” kata Tonny Siahaan, kuasa hukum korban, 10 Mei 2021 lalu.
Terungkapnya penyebab kematian Siprianus bermula setelah polisi menerima hasil autopsi. Dari situ ketahuan ada pendarahan pada organ di dalam perut, yang memicu respon radang sistem dan menimbulkan kegagalan multi organ korban. Berdasarkan itu, polisi kemudian berkoordinasi dengan pihak Rutan dan melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah tahanan.
Pada Sabtu 8 Mei 2021, akhirnya didapatkanlah 3 orang tahanan yang mengakui bahwa telah melakukan penganiayaan terhadap korban. Ketiga orang itu yakni Muhammad Yandi, Rinaldo Putra, dan Adi Saputra, narapidana kasus pencurian. Mereka bertiga ini sempat sekamar dengan Siprianus di kamar blok nomor 7, sebelum korban menempati sel blok C8, kamar terakhir yang ia singgahi sebelum menemui ajal.