Ombudsman Kepulauan Riau mulai mengawasi polemik berkepanjangan seputar pemotongan kapal Acacia Nassau berbendera Bahama oleh PT Graha Trisaka Industri (GTI) di galangan Paxocean. Lembaga negara ini menelisik potensi maladministrasi, berakar dari sepucuk surat yang katanya terbit pada masa transisi kepemimpinan di tubuh Kantor Syahbandar Otoritas dan Pelabuhan (KSOP) khusus Kota Batam.
Kepala Ombudsman Kepri, Lagat Paroha Patar Siadari, mengatakan sudah menerima laporan lengkap hasil investigasi penutuhan kapal berbendera Bahama dari Kepala KSOP Batam, Mugen Hartoto. Rinciannya, tidak jauh berbeda dengan laporan yang telah diterbitkan HMS (baca: Drama Pemotongan Kapal Bahama). Keterangan ini menepis diamnya KSOP Batam kepada wartawan selama ini, dan semakin memperjelas siapa oknum yang harus bertanggung jawab.
“Kepala KSOP Batam mengakui ada kesalahan yang dilakukan pihaknya. Ada pejabat yang mencoba mencari kesempatan dalam masa transisi kepemimpinan. Hal itu dapat dilihat dari terbitnya surat pengawasan dari KSOP Batam yang seharusnya baru bisa terbit ketika sudah mendapat izin penutuhan kapal dari Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut,” kata Lagat saat ditemui di kantornya baru-baru ini.
Dia menjelaskan, surat pengawasan itu terbit pada 22 Januari 2021, ditandangani oleh Kepala Seksi Keselamatan Berlayar KSOP Batam, Captain Tohara, menjawab surat permohonan yang diajukan oleh PT GTI pada 8 Januari 2021. Dalam surat itu KSOP Batam menerangkan telah mengantongi 12 syarat penutuhan yang dibutuhkan, mulai dari surat jual beli, surat penghapusan bendera, sertifikat registrasi, last port clearance, dan agreement dari PT GTI atas kapal Acacia Nassau.
“Jadi katanya tinggal menunggu izin dari pusat saja, tapi sebelum itu keluar sudah terbit surat pengawasannya. Intinya mendahului. Lagipula, ke-12 syarat itu juga kita curigai memang benar sudah ada atau tidak. Dia menceklis semua ini [daftar syarat penutuhan dalam surat] seolah-olah ini memang benar ada. Kita akan minta dokumen lengkapnya. Jangan sampai dibilang ada, tapi nyatanya tidak. Kemudian yang mengeluarkan surat pengawasan itu harus diberikan sanksi, karena sudah jelas itu menyimpang dari prosedur” katanya.
Menurut Lagat, Kepala KSOP Batam mengaku sudah membentuk tim khusus untuk menyelidiki pelanggaran yang dilakukan oleh internalnya sendiri, karena penerbitan surat itu terjadi satu bulan sebelum Mugen Hartoto memegang tonggak kepemimpinan KSOP Batam. Dalam kasus ini, Mugen Hartoto juga mengaku sebenarnya baru mengetahui ada penyimpangan prosedur yang dilakukan oleh bawahannya setelah kasus Kapal Acacia Nassau ini ramai dipublikasikan.
“Kepala KSOP merasa itu bukan produk dia dan dia meminta bawahannya itu menyelesaikan masalah yang telah dia buat. Perihal sanksi atas kesalahan terbitnya surat pengawasan tersebut. Pak Mugen menjawab, ‘Masih ditelusuri kronologisnya dan apabila sudah jelas terbukti, ada maladminsitrasi yang dilakukan bawahannya, tentu akan dikenakan sanksi.’ Yang satu ini akan saya kejar terus [perkembangannya],” kata Lagat.
Sedari awal terindikasi ada pihak-pihak tertentu yang merasa bisa menerabas prosedur. Terlihat dari baru terbitnya surat penghentian pemotongan pada 10 Februari 2021 lalu, yang itupun dilakukan setelah kapal tersisa setengah bagian (baca: Main Potong Kapal Bahama di Tanjunguncang, Agen: Kok Bisa Tahu?), dan setelah Ketua Pelaksana Unit Pemberantasan Pungli Provinsi Kepri, pada 8 Februari 2021, mengirimkan surat permintaan klarifikasi dan tanggapan serta data pemegang perizinan penutuhan kapal kepada KSOP Batam. Jawaban klarifikasi dibalas oleh KSOP Batam, pada 15 Februari 2021.
Lagat pun menilai banyak pihak yang mencoba lari dari tanggung jawab setelah kasus ini mencuat. Padahal kata dia, kesalahan itu semestinya tidak perlu diketahui setelah kesalahan surat itu terbit. Sebab, pada proses pemotongannya saja sudah terang diketahui kalau kapal Acacia Nassau tersebut masih berbendera Bahama, sementara penghapusan benderanya baru dilakukan perusahaan pada 3 Maret 2021. “Artinya kalau benderanya masih ada, berarti kapal itu masih beroperasi? Ini menjadi pertanyaan kita juga,” kata dia.
Hal lainnya yang menurut Lagat janggal ialah hasil Rapat Dengar Pendapat di Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam, pada 18 Februari 2021 lalu. Yang hasilnya menyimpulkan tidak ada pencemaran lingkungan akibat pemotongan kapal tersebut. Termasuk soal penjelasan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam, yang menyatakan kalau lembaga itu tidak menemukan bukti akurat terkait pencemaran.
Dalam RDP itu, Lagat menilai DLH seolah “tutup mata”, tidak memainkan peran pengawasannya secara utuh. Sebab, seharusnya lembaga tersebut berinisiatif melakukan pengujian dan pengambilan sampling guna mengantisipasi kemungkinan pencemaran sedari awal pengerjaan dilakukan. Karena menurut dia, seluruh bagian kapal yang dipotong adalah limbah dan sebelum dipotong harus jelas bagaimana kondisi limbah B3 yang ada di dalamnya, apakah benar sudah dibersihkan atau tidak.
“DLH menyatakan tidak ada bukti akurat terkait pencemaran, ini saya bingung ini. Mohon maaf, untuk apa mereka hadir di RDP kalau tidak ada mengambil tindakan apapun, agak janggal menurut saya. Harusnya lakukan langkah-langkah yang dibutuhkan. Bentuk tim lalu investigasi. Perihal pencemaran itu kita akan koordinasi dengan DLH Batam. Apa upaya yang mereka lakukan. Kan, mereka (DLH Batam) ada anggaran untuk itu. Kalau kapal itu tidak ada lagi, bagaimana mau ambil sampling,” kata Lagat.
Penyimpangan itu terkuak dari adanya informasi aktivitas pemotongan kapal secara ilegal di dermaga galangan Pax Ocean, PT Graha Trisaka Industri. Beriringan dengan itu, muncul satu dokumen dari Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, perihal persetujuan keagenan kapal asing (PKKA). Isinya menyatakan, kalau kapal yang diageni oleh PT Pelayaran Sinar Mandiri Sejahtera (PSMS) itu ternyata hanya mendapat izin melakukan kegiatan docking atau pemeliharan di Batam selama 10 hari. (baca: Main Potong Kapal Bahama di Tanjunguncang, Agen: Kok Bisa Tahu?).
Setelahnya, babak baru perkara kapal berumur 40 tahun, yang dibuat pada 1981 itu pun dimulai. Instansi terkait mulai ambil bagian dan perannya masing-masing. Pada rapat dengar pendapat (RDP), Kamis, 18 Febuari 2021, Sekretaris Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam, Arlon Veristo mengatakan, ketika pihaknya melakukan peninjauan ke lokasi PT GTI, tidak ada dampak lingkungan di sekitaran perairan tersebut.
“Pemotongan itu boleh-boleh saja sepanjang itu berada di lokasi perusahaan yang mengerjakan dan tidak menimbulkan pencemaran. Saat ini kami sedang meminta surat-surat izin mereka. Kalau izinnya lengkap maka tidak akan jadi masalah dan kalau permintaan warga untuk menghentikan aktivitas itu, maka tidak cocok. Karena itu akan merugikan perusahaan yang bersangkutan” kata Arlon Veristo. (baca: Anggota Komisi III DPRD Batam: Pemotongan Kapal Acacia Nassau Tidak Mencemari Lingkungan).
Perkara ini juga mendapat perhatian dari Komisi I DPRD Kota Batam. Pada Senin, 1 Maret 2021, digelarlah rapat dengar pendapat oleh komisi yang membidangi hukum dan pemerintahan itu. Instansi terkait yang diundang untuk hadir diantaranya KSOP Batam dan Bea Cukai Batam. Sementara dari pihak perusahaan yang hadir ialah Asisten Manager HSE PT Graha Trisakti Industri, Supri.
Supri, mengatakan, kapal itu tiba di Batam pada 24 Oktober 2020 dalam kondisi mesin yang masih beroperasi. Sebelum bersandar di perusahaannya, kata dia, kapal lebih dulu didatangi oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Batam untuk dilakukan pemeriksaan bebas Covid-19 bagi seluruh awak atau kru kapal. Ia menjelaskan, seluruh kru kapal berjumlah 18 orang dengan rincian satu warga negara Ukraina dan sisanya warga negara Filipina. Setelahnya para kru kapal dipulangkan ke negaranya masing-masing.
“Kapal itu memiliki berat 31.000,28 ton dan sudah memiliki surat izin masuk dari Bea dan Cukai. Awalnya kapal itu akan dikonversi tetapi terdapat kesalahan pada gambar sehingga dilakukanlah pemotongan badan kapal. Tetapi saat ini pengerjaan pemotongannya sedang ditahan, karena sedang mengurus izin-izinnya di Bea dan Cukai Batam dan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Batam,” kata dia.
Kepala Bidang Pelayanan dan Fasilitas Pabeanan dan Cukai I Kantor Bea dan Cukai Batam, Sumarna, menjelaskan, setiap kapal asing yang masuk ke Batam harus men-submit dokumen di sistem aplikasi yang digunakan oleh perusahaan yang berhubungan dengan kapal itu. Untuk kapal Acacia Nassau, ia menjelaskan kalau kapal itu masuk dalam kondisi kosong atau tanpa barang niaga yang dimuat.
“Dalam kasus kapal ini, posisi kami menunggu selesai docking. Setelah itu baru mereka akan mengajukan outward manifest ketika keluar dari Batam dan akan dikenakan pajak jika dibawa ke luar kota ataupun luar negeri,” katanya sembari menjelaskan, jika satu kapal masuk ke Batam dalam kondisi baru maka harus memenuhi izin Kementerian Perdagangan dan Perindustrian (Kemendag) RI. Hal itu, katanya, tertuang di dalam Permendagri no 118 tahun 2018 dan harus dipenuhi. (baca: KSOP Tidak Pernah Keluarkan Izin Pemotongan Kapal Acacia Nassau)
“Kapal Acacia Nassau ini bukan lagi berstatus alat angkut. Harusnya diubah fungsinya sebagai kapal barang, kalau mau dipotong harus mengubah manifes dulu. Jadinya bukan lagi kapal angkut tapi kapal barang, dan izin itu diajukan ke BP Batam. Sementara izin pemotongan ada di KSOP Batam,” kata Sumarna.
Kasi Tata Kelola Pelabuhan KSOP Batam, Kastono, mengatakan, pihaknya tidak memberikan izin untuk pemotongan kapal Acacia Nassau lantaran hal tersebut merupakan kewenangan Dirjen Perkapalan dan Perlautan. “Prosedur yang harus dipenuhi dan diurus oleh perusahaan ini masih panjang dan banyak. Itu juga sedang diproses, tetapi pihak perusahaan sudah melakukan pemotongan,” kata Kastono.
Ia menjelaskan, selain izin untuk pemotongan yang harus didapatkan dari Dirjen Perkapalan dan Perlautan, tempat dan lokasi pemotongan kapal tersebut juga harus mendapat izin dari otoritas yang sama. KSOP Batam mengaku telah mengantongi surat jual beli, surat keterangan penghapusan bendera Bahama, surat atau sertifikat registrasi dari Bahama, last port clearance, dan agreement dari PT Graha Trisakti Industri atas kapal Acacia Nassau. Menurutnya, dari 12 surat yang diperlukan, PT Graha Trisakti Industri tinggal menunggu surat izin pemotongan dan izin otorisasi pemotongan dari Dirjen Perkapalan dan Perlautan.