Sejumlah warga Perumahan Bandara Mas menutup akses jalan Bandara Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau, sebagai bentuk protes atas pembangunan tower Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) Nongsa milik Bright PLN Batam, Kamis, 11 Febuari 2021. Polemik antarwarga dan Bright PLN Batam itu sebenarnya telah terjadi sejak beberapa tahun lalu. Namun, titik temu antar keduanya tak juga menemui titik terang.
Dari pihak warga, mereka merasa bahwa pembangunan tower SUTT itu harus dibangun di sebelah kanan jalan sesuai dengan master plan awal. Selain itu, beberapa warga juga khawatir tower SUTT menimbulkan radiasi dan berdampak pada kesehatan mereka. Tak sedikit pula yang takut harga properti atau rumah mereka anjlok karena kehadiran tower SUTT itu.
Persoalan itu kemudian berusaha dijawab oleh Vice President of Public Relation Brigth PLN Batam, Bukti Pangabean. Ia mengatakan, sah-sah saja jika masyarakat beranggapan tower SUTT Nongsa berdampak negatif baik bagi individu di sekitar, maupun nilai jual properti. Namun, ia merasa hal itu perlu diluruskan kembali. Bukti menjelaskan, kekhawatiran akan radiasi dari tower listrik bisa saja terjadi jika yang dibangun adalah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET). Sementara yang saat ini sedang dibangun adalah SUTT, yang secara ilmu kelistrikan justru tidak menghasilkan radiasi.
“SUTT hanya menimbulkan medan magnet dan medan listrik yang jumlahnya terbatas. Tower SUTT yang kami bangun ini kan kabelnya ada enam buah, tiga di kiri dan tiga di kanan. Jika menggunakan rumus elektro, maka satu kabel hanya akan menimbulkan 1 sentimeter medan magnet. Jadi karena tinggi tegangannya 150 kilo volt (kv), maka medan magnetnya hanya sebesar 1,5 meter saja,” katanya.
Lebih jauh, Bukti menjelaskan bahwa medan magnet yang timbul itu hanya melingkar di ujung kabel dan tidak terbawa atau tertiup angin. Dengan rumus yang sama, kata dia, tegangan 150 kv tersebut dengan magnet sebesar 1,5 meter tidak akan ke mana-mana. Sehingga pada jarak lebih dari 1,5 meter, medan magnet akan menghilang dengan sendirinya. Apalagi tinggi tower itu 30 meter.
“Jika tower SUTT Nongsa sudah beroperasi, kami tetap akan melakukan pengawasan rutin setiap enam bulan. Persoalan medan magnet atau radiasi, akan dilaporkan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam atau juga dikenal dengan istilah Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH). Setiap enam bulan akan ada tim yang turun ke lapangan. Tim yang turun pun bersifat independen dari sebuah lembaga survei. Jadi dalam pemeriksaan kalau ditemukan ada medan magnet yang lebih dari 1,5 meter atau radiasinya sampai ke bawah, maka pengoperasian SUTT harus disetop dulu,”
“Nah kalau listrik itukan satuannya volt, berat itu gram, dan medan magnet dan listrik itu ukurannya mikro tesla. Jadi kalau mengkurunya di atas kabel, nilainya ratusan mikro tesla. Tapi kalau ngukurnya dari bawah, ukurannya 0,000 lah pastinya. Artinya sudah aman bagi semua makhluk hidup. Jadi kalau ada yang menganggap itu radiasi, sudah jelas itu keliru. Yang ada hanya medan magnet serta medan listrik dan terletak di atas saja,” kata Bukti.
Soal keamanan, Bukti mengatakan tower SUTT Nongsa dilengkapi dengan bored pile dengan kedalaman 15 meter, dan jumlahnya sembilan buah dengan besi ulir 20 batang. Pada bagian atasnya juga dibangun sebuah pondasi berlapis yang membuat tower SUTT Nongsa memiliki kemungkinan kecil untuk roboh bahkan jika terkena gempa bumi.
“Memang pernah ada kejadian tower SUTT yang tumbang, itu juga karena pondasinya digergaji orang. Selain itu modelnya berbeda dengan yang akan dan sedang kami bangun sekarang. SUTT yang roboh itu tipe menara, dan bored pile-nya ditanam tidak sedalam seperti tower yang sekarang ini. Kedalamanya hanya lima meter dan rangkanya masih menggunakan baut. Sedangkan tower SUTT yang sekarang ini tingginya 30 meter dan hanya terbagi menjadi tiga section. Jadi kalau ada yang mau memanjat tidak akan bisa karena sudah dipasang anti climb,” katanya.
Disinggung mengenai kekhawatiran warga terkait turunnya harga properti mereka akibat tower SUTT Nongsa, Bukti mengaku bahwa hal itu di luar kompetensi pihaknya untuk merespon. Namun, ia mengatakan bahwa di Batam sudah banyak perumahan yang berdiri tidak jauh dari tower SUTT, dan harganya tetap tinggi. Pada kali pertama Bright PLN Batam membangun SUTT pun, pihaknya mengirimkan surat pemberitahuan tentang rencana pembangunan tower itu ke pihak developer dan mendapat respon yang baik-baik saja.
“Lalu semua tower yang akan kami bangun itu kan berada di pinggir jalan arah bandara. Sudah jelas di izin yang kami pegang dari BP Batam. Di master plan itu tergambar kalau di samping tower yang kami bangun akan dibuat jalur monorel dan rencana pelebaran jalan, serta jalur lambat. Jadi perumahan yang dilewati jaringan SUTT Nongsa ini adalah perumahan ring 1 atau perumahan metropolis. Masak gara-gara tiang listrik harganya langsung turun,” kata Bukti.
Persoalan warga yang meminta pembangunan SUTT Nongsa kembali pada master plan awal, Bukti menjelaskan bahwa izin yang pihaknya terima paling awal pada 2009 adalah dari Otorita Batam. Di izin itu, katanya, disebutkan lokasinya seperti yang sudah terpasang saat ini yaitu di kiri jalan arah bandara. Kemudian muncul izin Penetapan Lokasi (PL) yang dikeluarkan oleh BP Batam pada 2013 dan lokasinya masih sama. Lalu setahun setelahnya muncul izin dari Pemko Batam yang merekomendasikan pembangunan tower SUTT Nongsa di sebelah kanan jalan. Menurut Bukti, izin dari Pemko Batam sifatnya hanya rekomendasi dengan alasan estetika. Surat izin dari Pemko Batam itu kemudian dicabut dan tidak berlaku lagi sehingga tidak bisa dijadikan acuan.
“Setelah itu izinnya juga berubah dan isinya sama seperti yang dikeluarkan BP Batam. Kalau kami bangun tower di sebelah kanan jalan juga mustahil. Karena kami sudah pernah mendapatkan surat dari Bandara Hang Nadim, Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP), dan Kemetrian Perhubungan terkait wacana pembangunan tower SUTT Nongsa di kanan jalan itu. Atas dasar itulah tidak boleh ada bangunan di sebelah kanan jalan. Lalu kenapa warga meminta pembangunannya kembali ke master plan awal, karena mereka hanya memegang surat izin dari Pemko Batam saja. Sementara surat izin dari BP Batam tidak ada,” katanya.
Bukti berandai-andai, jika pembangunan tower SUTT Nongsa dilakukan di sebalah kanan jalan, maka hal itu dinilai akan memberatkan karena progres pengerjaannya saat ini sudah mencapai 70 persen. Sehingga jika pembangunan towernya dipindah ke sebalah kanan jalan, tower yang sudah dirancang sekarang akan mubazir. Hal itu lantaran tiang-tiang yang sudah dipesan tidak bisa dipakai lagi karena tiang tower SUTT yang sedang dibangun saat ini berbeda dengan material yang digunakan pada instalasi listrik lainnya seperti tiang beton yang mudah dipindahkan. Belum lagi kalau kontur tanahnya tidak sesuai dengan standar SNI.
“Jadi selain makan biaya, juga akan memakan waktu. Apalagi ini kan projek tahun 2014, dan sekarang sudah tahun 2021, harga material pasti sudah berubah. Kalau mau dimulai dari awal, biayanya pasti akan membengkak lima kali lipat. Sia-sia uang negara yang sudah keluar itu nanti,” ujarnya.
Bukti menjabarkan, jika tower SUTT Nongsa sudah terbangun, hal yang ia bisa pastikan adalah pasokan listrik menjadi andal, pelayanan listrik di kawasan Nogsa dan Batu Besar tidak dianak tirikan karena gardunya tidak menganggur lagi, dan beban di gardu induk di Batu Besar bisa terpecah. Menurutnya, di masa yang akan datang ketika ada permintaan daya tidak akan ada masalah, dan nawa cita pemerintah yang menetapkan Nongsa sebagai kawasan KEK dan akan dibangun MRO juga bisa terlaksana karena bakal membutuhkan daya listrik yang besar.
“Tapi kalau tidak terbangun ya pastinya akan memengaruhi keandalan listrik dan pelayanan di kawasan Nongsa dan Batu Besar. Kemudian beban di Gardu Induk (GI) Batu Besar tidak terpecah, dan otomatis akan menyebabkan pemadaman karena suplainya terbatas. Jadi ibaratnya kayak satu wilayah jumlah penduduknya 100 orang, jatah listriknya sekian maka terpaksa harus dibagi-bagi dan menjadi sedikit. Bahkan kalau kurang harus digilir atau dalam artian sebenarnya akan sering ada pemedaman listrik,”
“Memang saat ini belum terasa, efeknya mungkin baru bisa dirasa beberapa tahun ke depan. Lalu kalau ada investor yang datang dan membutuhkan pasokan listrik dengan jumlah yang besar maka tidak bisa kami layani. Di sana kan banyak instansi-instansi penting juga,” kata Bukti.
Persoalan tower SUTT Nongsa ini pun akhirnya naik ke meja hijau, dan pada Kamis, 11 Febuari 2021 sidang memasuki tahap mendengarkan keterangan saksi ahli. Pada saat itu, dihadirkanlah Prof.Dr.Ir. Bambang Anggoro, MT.IPU, Profesor in High Voltage Engineering Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Dr.Ir. Sangriyadi Setio, ahli kontruksi dan juga dosen di ITB.
Menurut Bambang, penolakan warga atas dibangunnya tower SUTT Nongsa merupakan hal biasa. Menurutnya, masyarakat mungkin belum sepenuhnya paham dan mendapat informasi utuh sehingga muncul dugaan-dugaan.
“Penolakan seperti ini tidak hanya terjadi di Batam, tapi juga di daerah-daerah lain terutama di Jawa. Saya pun sudah sering menjadi saksi ahli dalam masalah ini,” kata dia kepada wartawan usai sidang.
Ia menjelaskan, terdapat dua jenis saluran tegangan tinggi di Indonesia. Pertama SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) yang bertegangan 500 kV. Kedua, jenis SUTT (Saluran Udara Tegangan Tinggi) yang bertegangan 150 kV dan saat ini sedang dibangun oleh Bright PLN Batam. Untuk SUTET, kata dia, biasanya digunakan di Pulau Jawa. Karena sesuai dengan kebutuhannya. Sebab, pembangkit listrik berkapasitas besar banyak berada di Jawa Timur, dan pemakaian listrik banyak di Jawa Barat. Sehingga dibutuhkan tegangan yang lebih besar.
“Nah kalau SUTT memang untuk tegangan yang lebih kecil dan jarak tak terlalu jauh. Tapi pada prinsipnya, kedua jenis media pengantar listrik itu sama dan sama-sama merujuk pada aturan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sehingga pembangunannya tidak boleh berdampak negatif pada lingkungan, lalu diaturlah syarat-syarat keamanannya,” katanya.
Ia menjelaskan, dampak medan listrik dan medan magnet yang ditimbulkan dalam aturan WHO tegangan di bawah titik pengukuran tidak boleh lebih dari 5 Kv per meter. Pengukuran medan listrik dan medan magnet pun, kata Bambang, ada metodenya. Menurutnya, jika merujuk pada aturan WHO, maka aktivitas manusia di bawah tower diperbolehkan.
“Namun, untuk aktivitas di atas tower dibatasi lantaran ada tegangan. Tegangan itu diukur di bawah saluran dan di tempat kosong. Karena semakin jauh dari titik pengukuran tegangan atau medan magnet dan listrik itu makin kecil belum lagi kalau ada tanaman atau bangunan maka makin turun. Bisa-bisa sampai di pemukiman sudah nol,” katanya.
Dengan aturan itu, kata Bambang, maka rancangan tower SUTET dan SUTT sengaja dibuat tinggi karena bertujuan untuk mengurangi medan magnet dan listrik tersebut. Menjawab jika adanya kekhawatiran warga bila terjadi sambaran petir, Bambang menjelaskan, area di sekitar SUTET atau SUTT justru aman.
“Karena SUTET atau SUTT memiliki kawat paling atas berfungsi sebagai ground yang berfungsi untuk melindungi kabel atau material di sekililingnya dari sambaran petir. Sehingga sambaran petir ‘ditangkap’ kabel ground dan tidak menyambar ke mana-mana,” katanya .