Pemerhati Lingkungan Hidup Kota Batam, Azhari Hamid, menilai aparat terlalu skeptis melihat permasalahan pemutilasian kapal di PT Batamitra Sejahtera. Pandangan ini muncul karena belum ada tindakan yang cukup berarti. Padahal sudah jelas, kegiatan berjalan menabrak aturan dan berpotensi menimbulkan pencemaran. “Saya prihatin,” katanya kepada HMS, 28 September 2021.
Mewakili organisasinya, yaitu Masyarakat Peduli Laut dan Lingkungan Hidup (MAPELL), Azhari menjelaskan, setiap kegiatan penutuhan kapal tidak akan terlepas dari dampak pencemaran seperti korosi, limbah cair, dan tumpahan minyak bekas. Potensi ini menurutnya, sangat mungkin terjadi di lingkungan PT Batamitra Sejahtera, karena kegiatan berjalan tanpa pengawasan (baca: Sudah Gratis pun Tetap Tidak Melapor).
“Kalau tidak dilakukan pengawasan akan berdampak kepada media lingkungan dan badan air penerima. Laut kita terutama di Kota Batam, kami yakini kondisinya sudah cukup parah atas dampak dari kegiatan galangan kapal, ditambah lagi ada kegiatan pemotongan kapal seperti yang dilakukan oleh PT Batamitra Sejahtera,” katanya.
Kemungkinan potensi pencemaran itu terjadi kata Azhari, mengingat rekam jejak pemutilasian kapal di PT Batamitra Sejahtera sendiri. Pada tahun 2019 lalu misalnya, perusahaan galangan ini sempat “digebuk” oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam, karena laut di sekitarannya penuh dengan tumpahan oli dari kapal-kapal yang dipotong.
“Kami merasakan aroma kesepakatan jahat yang dilakukan oleh para oknum di pemerintahan dengan para pelaku usaha, sehingga negara dirugikan dalam hal ini dan lingkungan laut menerima dampak negatif atas pencemaran,” kata dia.
Menanggapi pengabaian peringatan Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Khusus Batam, yang dilakukan oleh PT Batamitra Sejahtera, Azhari mengatakan, “Kenapa para pemangku kebijakan ini seolah-olah seperti pihak yang sama sekali tidak dianggap oleh si pengusaha, apakah mereka juga telah melakukan kolusi lewat pintu belakang dengan mengatasnamakan oknum, ini perlu juga menjadi perhatian yang sangat serius.”
Terkait pengabaian peringatan syahbandar dan pekerjaan tanpa melapor pengawasan ini, HMS sedang berupaya meminta tanggapan Direktorat Perkapalan dan Kepalautan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Namun, menurut Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut DJPL, Mugen Suprihatin Sartoto, sanksi yang mestinya harus diterima PT Batamitra Sejahtera, bisa diputus melihat tingkat pelanggarannya.
“Kembali kepada semangat UU [Undang-Undang] Cipta Kerja, yang tidak tertib aturan, bisa dilakukan teguran, denda sampai pencabutan izin,” kata Mugen belum lama ini.
HMS juga sedang berupaya meminta tanggapan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kepulauan Riau, yang menurut Azhari, seharusnya berperan aktif dalam kasus ini. Terutama kapal-kapal yang dimutilasi itu harus di-tank cleaning terlebih dahulu. Kemudian pekerjaan kata dia harusnya diawasi dengan ketat.
“MAPELL dengan usia organisasi yang belum seumur jagung ini akan berkontribusi melakukan pengawasan kepada pihak-pihak yang dicurigai melakukan tindakan-tindakan non prosedur yang membuat dan berdampak pada pencemaran laut dan lingkungan,” kata Azhari Hamid.
Perlu diketahui, kalau Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Khusus Batam, sebetulnya sudah mengeluarkan surat peringatan kepada PT Batamitra Sejahtera untuk menghentikan kegiatan dan segera melaporkan dokumen kapal-kapal yang dimutilasi di galangannya. Tapi, semua diabaikan. Padahal, melapor itu gratis. Ancaman pengabaian ini adalah pencabutan izin. Sementara dampak yang ditimbulkan bisa mengarah ke pidana.
Surat teguran itu terbit pada 20 Agustus 2021. Namun, sampai pada 20 September 2021, belum ada satu pun dokumen yang masuk dari PT Batamitra Sejahtera (BMS) ke KSOP Khusus Batam. Sementara kegiatan penutuhan kapal jalan terus. “Bagaimana kami tahu soal dokumen kapalnya [yang ditutuh], sampai sekarang mereka [PT BMS] belum melapor,” kata Kepala Seksi Keselamatan Berlayar KSOP Khusus Batam, Yusirwan.
PT Batamitra Sejahtera katanya memang sudah memiliki izin otorisasi penutuhan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, tetapi perusahaan tetap wajib melapor kegiatan penutuhan kepada syahbandar. Selain untuk menghindari sengketa dan kemungkinan adanya tindak pidana, tujuan utama melapor yaitu untuk pengawasan dan pengendalian. Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 29 Tahun 2014.
Terkait sengketa dan kemungkinan tindak pidana, HMS juga sedang menunggu jawaban konfirmasi dari Polda Kepulauan Riau. Karena dari empat kapal yang dimutilasi menjadi besi tua, yaitu MT Lumba, MT Lautan Tujuh, MT Lautan Energi, dan MT Great Marine (baca: Polisi Mengusut Kapal-Kapal yang Dirajang di PT Batamitra Sejahtera), kasusnya sedang diselidiki oleh polisi. Salah satunya bahkan dilaporkan atas dugaan pemalsuan dan pencurian.