Penyebab kematian Siprianus Apiatus (27), narapidana yang mendekam di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas 2 A Batam, akhirnya terungkap. Tahanan kasus pengeroyokan ini meninggal bukan karena sakit, melainkan karena dianiaya. Fakta ini menjadi lebih terang setelah polisi menerima hasil autopsi jenazah korban.
Sekretaris Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Batam, Tonny Siahaan, perwakilan tim pengacara Siprianus pun mengapresiasi kinerja polisi yang akhirnya dapat membuktikan kecurigaan dari keluarga sebelumnya, bahwa Siprianus memang bukan meninggal karena sakit, melainkan karena dianiaya. Hanya saja, mereka belum menerima salinan hasil autopsi dan belum bisa berbicara secara rinci soal kekerasan apa saja yang menimpa Siprianus.
Langkah pihaknya setelah mendapatkan fakta terbaru ini yaitu adalah menyurati Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan Presiden. Hal ini dilakukan karena pihaknya masih menduga ada hal yang ditutup-tutupi. Terlebih sedari awal pihak rutan berulangkali mengklaim kalau Siprianus meninggal karena sakit.
“Supaya peristiwa ini tidak terulang lagi, kami akan menyurati Kemenkumham, bahkan kepada Presiden. Supaya pemerintah bisa membersihkan oknum-oknum penegak hukum, apalagi di Rutan yang selama ini kita lihat banyak korban di sana, tetapi kita lihat tidak ada keberanian dari pihak keluarga, juga terbatasnya biaya untuk meminta bantuan penasehat hukum. Dan kami turun dengan rasa kemanusiaan, kami bersedia mendampingi pihak keluarga dalam kasus meninggalnya Siprianus, sampai semuanya benar-benar tuntas,” kata Tonny Siahaan, 10 Mei 2021.
Dugaan adanya rekayasa itu diperkuat dari sejumlah keterangan mantan narapidana yang sudah ditanyai oleh pihaknya. Selain itu kata dia, beberapa waktu lalu, sebelum dan sesudah Siprianus meninggal ada juga narapidana lain yang mendadak meninggal dunia.
“Dan kami dari pihak penasehat hukum telah mengumpulkan informasi dari teman-teman bahkan mereka yang pernah ditahan di sana, mereka yang sudah bebas menceritakan hal tersebut [adanya penganiayaan]. Ada juga disitu tahanan memukul tahanan tetapi bukan keinginan tahanan tersebut, tetapi perintah dari petugas,” katanya.
Atas dasar itulah pihaknya tidak akan mentah-mentah mempercayai keterangan tiga tersangka yang sudah diumumkan polisi tersebut. Tim pengacara masih menduga, ketiga orang ini memang sengaja dijadikan kambing hitam karena hasil autopsi membuat pihak Rutan tidak dapat mengelak lagi kalau Siprianus meninggal memang benar karena dianiaya.
“Harus dilindungi hak tersangka ini agar bersedia mengungkap siapa yang menyuruhnya. Karena pada awalnya Kepala Rutan mengatakan, tidak ada perkelahian atau permusuhan antara korban dan terduga tersangka. Konon karena hasil autopsi sudah menjelaskan kematian korban maka pihak Rutan mengkambinghitamkan ketiga nama tersebut. Ini harus diusut dan ketiga tersangka harus terbuka jujur tentang siapa yang menyuruhnya,” kata dia.
Selain itu pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Ombudsman Kepulauan Riau. Tonny Siahaan mengatakan, “Komunikasi berkaitan dengan perkara tersebut, kami menyerahkan informasi putusan Pengadilan Negeri Batam. Di mana setelah divonis bersalah dia [Siprianus] sampai kematiannya, dia masih ditahan di Rutan. Sebagaimana biasanya setelah selesai statusnya inkrah, harus dipindahkan ke lembaga permasyarakatan. Hingga kematian tersebut, korban masih berada di sana. Itu menjadi salah satu kejanggalan yang harus dijawab oleh pihak Rutan,” kata dia.
Sebelumnya, Kapolsek Sagulung, AKP Yusriadi Yusuf, mengatakan, kasus meninggalnya napi tersebut bukan disebabkan karena penyakit, melainkan karena hantaman benda tumpul pada bagian perut korban. “Berdasarkan hasil autopsi yang kita dapatkan, ada hantaman benda tumpul pada perut korban, sehingga menyebabkan pendarahan pada organ di dalam perut, akhirnya memicu respon radang sistem dan menimbulkan kegagalan multi organ,” kata AKP Yusriadi Yusuf kepada HMS, Senin, 10 Mei 2021.
Dari hasil autopsi tersebut, kemudian pihaknya melakukan pemeriksaan kepada beberapa para terduga pelaku dan akhirnya didapatkan 3 orang yang mengakui bahwa telah melakukan penganiayaan terhadap korban.
“Sabtu [8 Mei 2021] kemarin kita sudah melakukan penyidikan terhadap ketiga pelaku dan kita sudah menetapkan ketiganya sebagai tersangka,” kata dia.
Ketiga pelaku penganiayaan tersebut tak lain merupakan narapidana di Rutan yang sama, yakni Muhammad Yandi, Rinaldo Putra, dan Adi Saputra. “Mereka bertiga merupakan narapidana kasus pencurian,” katanya.
Pengungkapan kasus ini menurut AKP Yusriadi Yusuf, karena kerjasama antara pihak Rutan dan Kepolisian yang saling terbuka, sehingga pihaknya bisa melakukan penyelidikan lebih dalam. “Pihak Rutan bahkan memfasilitasi kita untuk pemeriksaan kepada para pelaku,” kata dia.
Sebelumnya seorang narapidana Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II A, Kota Batam, Kepulauan Riau, meninggal dunia saat menjalani perawatan di rumah sakit.
Menurut Kepala Pengamanan Rutan Kelas II A Batam, Ismail, narapidana kasus pengeroyokan itu mulanya pada Sabtu, 10 April 2021 pagi, sempat mengeluhkan sakit di bagian hulu hatinya. Lalu meninggal dunia saat melakukan perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Embung Fatimah.