Polda Metro Jaya menangkap dua tersangka FH (23 tahun) dan HH (30) komplotan pembuat sertifikat vaksin Covid-19 palsu atau ilegal yang memiliki akses ke aplikasi PeduliLindungi.
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran mengatakan kasus ini terbongkar setelah pihaknya mendapat informasi dari masyarakat. Tim Siber Ditreskrimsus yang bergerak cepat, berhasil menangkap dua tersangka tersebut dan juga dua pengguna sertifikat vaksin ilegal masing-masing AN (21) dan BI (31).
“Pelaku yang ditangkap, memanfaatkan situasi, masyarakat yang ingin mendapatkan sertifikat vaksin agar dapat dipergunakan untuk melakukan perjalanan maupun kunjungan ke tempat-tempat yang mewajibkan menggunakan platfrom pedulilindungi,” kata Kepala Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya (Kapolda Metro Jaya) Irjen Pol. Fadil Imran di Mapolda Metro Jaya, Jumat, 3 September 2021.
Berbicara dalam Konperensi Pers di Markas Polda Metro Jaya, Kapolda mengungkapkan, tersangka berinisial FH berperan memasarkan jasanya melalui media sosial Facebook. Selanjutnya tersangka HH berperan mengakses data atau membobol aplikasi PeduliLindungi .
“HH ini staf kelurahan di Muara Baru (Jakarta Utara) yang cuma lulusan SD. Modusnya HH membuat sertifikat vaksin pada sistem yang terkoneksi dengan PeduliLindugi tetapi tanpa melalui prosedur yang benar,” katanya.
Tersangka selanjutnya yakni AN dan BI berperan sebagai konsumen. Penyalahguna sertifikat. Mereka ini medapatkan sertifikat vaksin yang sudah teregister di aplikasi PedulilLindungi tetapi ternyata bukti ilegal.
Dengan cara memasukan NIK orang lain agar dapat teregistrasi ke aplikasi tersebut. NIK itu sendiri didapat HH karena pekerjaanya sebagai petugas di kelurahan.
“Tersangka HH punya akses dan mengetahui user name, maka dia bisa menjual sertifikat vaksin ilegal tersebut seharga Rp350 ribu–Rp500 ribu. Akses data untuk bisa membuat sertifikat vaksin palsu tersebut, karena melalui tugasnya sebagai staf tata usaha di Muara Baru,” kata Fadil.
Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan Pasal 30 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman enam tahun penjara dan denda maksimal Rp600 juta.