Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepulauan Riau, memeriksa lima orang saksi terkait tumpahan minyak hitam atau sludge oil yang berasal dari kapal ARK Prestige di perairan Pulau Labu dan Pulau Air, Kelurahan Batu Lengong, Kecamatan Bulang, Kota Batam.
Kepala Sub Direktorat IV Ditreskrimsus Polda Kepri, AKBP Tony Pantano, lima orang yang diperiksa adalah masyarakat, selanjutnya pemeriksaan juga akan mengarah kepada manajemen pemilik atau agen kapal. “Kalau dari masyarakatnya, lima itu,” katanya kepada HMS, 4 Februari 2021.
Kasus pencemaran lingkungan ini masih didalami oleh pihkanya. Apabila dalam pendalaman ada kendala pihaknya juga akan bekerja sama dengan Kepolisian Air dan Udara. “Sementara kita dulu, nanti kalau ada terkait perairan sama Polair,” katanya.
Sementara itu, Kepala Sub Direktorat Penegakan Hukum Direktorat Kepolisian Air dan Udara Polda Kepri, AKBP Nulhakim mengatakan, pihaknya juga sudah sempat turun ke lokasi pencemaran. Namun demikian, pemeriksaan lanjutan memang ditangani langsung oleh Ditreskrimsus Polda Kepri, berdasarkan laporan dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam.
“Pemeriksaannya yang mulai Krimsus [Kriminal Khusus Polda Kepri]. Kemarinkan DLH sudah laporan di Krimsus,” katanya kepada HMS.
Sebagai informasi, tumpahan minyak yang berasal dari Kapal ARK Prestige yang bersandar di dek milik PT Marcopolo Shipyard, Dapur 12, Sagulung, pertama kali diketahui warga pada Jumat, 25 Januari 2021. Akibat kejadian itu, perairan sekitar tidak hanya tercemar, beberapa anak-anak bahkan mual dan muntah lantaran menghirup aroma yang juga berasal dari tumpahan minyak.
Perwakilan warga Pulau Labu dan Pulau Air, Ahmad (49) mengatakan, tumpahan minyak itu terjadi sekira pukul 7.00 dan perlahan menyebar ke seluruh perairan Pulau Labu. Hal yang pertama pihaknya lakukan adalah mengevakuasi warga dan anak-anak. Setelah menghubungi staf kelurahan dan Bhabinkantibmas, pihaknya pun langsung menyisir perairan untuk mengetahui sumber tumpahan tersebut.
Perihal ini warga juga telah mendatangi Kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Batam untuk mengeluhkan hal itu. Di sana, Ahmad dan beberapa warga lainnya pun disarankan untuk mengadukan persoalan itu ke DPRD Batam agar dapat dipertemukan dengan pihak agen kapal dan PT Marcopolo Shipyard.