Kepolisian Daerah (Polda) Kepulauan Riau sudah mulai mengusut dugaan pelanggaran pidana dalam kasus pemotongan kapal Acacia Nassau berbendera Bahama di galangan Paxocean oleh PT Graha Trisaka Industri. Kabid Humas Polda Kepri, Harry Goldenhart, mengatakan, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus)-lah yang sudah turun tangan mendalami perkara ini, “Dalam penyelidikan,” kata Harry kepada HMS, 27 Maret 2021.
Perihal ini, Kepala Ombudsman Kepulauan Riau, Lagat Patar Paroha Siadari, menilai perlu dibentuk langkah konkret dari berbagai pihak untuk menyelesaikan kasus pemotongan Kapal Acacia Nassau. Semua kemungkinan pelanggaran harus diusut sampai tuntas dan disampaikan kepada publik, mulai dari dugaan pencemaran lingkungan dan terjadinya gratifikasi yang merupakan akar dari tindak pidana korupsi.
Salah satu instansi yang memang merespon polemik ini menurut dia adalah kepolisian. Sebab, kasus ini sedang mendapat sorotan dari berbagai pihak. Terutama setelah keluarnya hasil investigasi internal Kantor Syahbandar Otoritas Pelabuhan (KSOP) Khusus Batam yang menemukan maladministrasi pada penerbitan dokumen perizinan pemotongan kapal dan juga ditemukan potensi kerugian negara di pendapatan negara bukan pajak (PNBP), sebesar Rp50 ribu per ton-nya. (baca: Drama Pemotongan Kapal Bahama).
“Sudah ada dugaan kehilangan PNBP, ini kan sudah ada dugaan unsur tindak pidana atau secara langsung kan ini sudah merugikan negara. Jadi harapan kita kepolisian sebenarnya sudah bisa turun, saya sudah sampaikan kepada Polda Kepri supaya kasus ini direspon. Ya, minimal karena ini sudah viral, publik tentu meminta kasus ini direspon,” kata Lagat kepada HMS.
Dia mengatakan, aparat penegak hukum seharusnya tidak perlu lagi menunggu laporan terlebih dahulu. Sebab, informasi mengenai dugaan pelanggaran pidana dalam kasus ini sudah bertebaran. Apalagi sudah berulangkali Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam, menggelar rapat dengar pendapat umum membahas kasus ini.
“Sebenarnya pihak Polda bisa kok, bukan harus diskresi. Tetapi inisiatiflah bahasanya, memulai penyelidikan terlebih dahulu. Kan, sudah banyak ini informasi-informasi, dan sudah ada beberapa RDP. Artinya ada dugaan tindak pidana, jadi sebenarnya penyelidikan sudah bisa jalan. Soal nanti terbukti atau tidak itu soal lain, respon dulu lah. Ini kan sudah jelas merugikan negara,” kata Lagat.
Dalam pandangannya, beberapa instansi memang terkesan lamban dalam merespon dan tidak terbuka perihal penanganan kasus ini. Hal ini dia katakan juga berkaitan dengan penanganan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam. “Soal pencemaran seharusya bukan KSOP yang memberikan statement, seharusnya DLH langsung. Saya akan minta apa yang menjadi dasar mereka bilang tidak ada [pencemaran]. Intinya begini, kita ingin tahu langsung proses investigasi yang dilakukan seperti apa,” kata dia.
Ketika ditanya soal dimutasinya lima pejabat KSOP khusus Batam baru-baru ini, Lagat mengatakan, tentu saja pihaknya mengapresiasi Kementerian Perhubungan Laut, apabila dalam dimutasinya para pejabat eselon III dan IV itu memang benar berkaitan dengan kasus pemotongan kapal Acacia Nassau.
“Para pejabat-pejabat ini kan, memang diduga berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang. Artinya memang harus dilakukan mutasi, break dulu, diberikan sanksi sementara. Saya tidak tahu mereka dipindahkan kemana apakah dengan jabatan atau tidak. Ini menjadi langkah positif dan contoh untuk pejabat lain agar tidak bermain-main dengan wewenangnya,” kata Lagat.
Namun demikian, kalau pun pemutasian ini berkaitan dengan sanksi atas kasus pemotongan kapal, ia berharap ini bukan menjadi alasan untuk menghentikan proses penyelidikan yang dilakukan oleh KSOP Khusus Batam. Karena kata dia, “Kalaupun sudah diberikan sanksi, tetapi kan publik ingin tahu apa kesalahannya, siapa berbuat apa. Artinya, juga harus dijelaskan ini mutasi atas kesalahan pemotongan kapal acacia atau bagaiamana. Jangan-jangan bukan karena itu. Harus dijelaskan apa yang menjadi dasar [Mutasi],” kata Lagat.
Sebelumnya, Lagat Paroha Patar Siadari, mengatakan sudah menerima laporan lengkap hasil investigasi penutuhan kapal berbendera Bahama dari Kepala KSOP Batam, Mugen Hartoto. Rinciannya, tidak jauh berbeda dengan laporan yang telah diterbitkan HMS (baca: Drama Pemotongan Kapal Bahama). Keterangan ini menepis diamnya KSOP Batam kepada wartawan selama ini, dan semakin memperjelas siapa oknum yang harus bertanggung jawab.
“Kepala KSOP Batam mengakui ada kesalahan yang dilakukan pihaknya. Ada pejabat yang mencoba mencari kesempatan dalam masa transisi kepemimpinan. Hal itu dapat dilihat dari terbitnya surat pengawasan dari KSOP Batam yang seharusnya baru bisa terbit ketika sudah mendapat izin penutuhan kapal dari Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut,” kata Lagat saat ditemui di kantornya baru-baru ini.
Dia menjelaskan, surat pengawasan itu terbit pada 22 Januari 2021, ditandangani oleh Kepala Seksi Keselamatan Berlayar KSOP Batam, Captain Tohara, menjawab surat permohonan yang diajukan oleh PT GTI pada 8 Januari 2021. Dalam surat itu KSOP Batam menerangkan telah mengantongi 12 syarat penutuhan yang dibutuhkan, mulai dari surat jual beli, surat penghapusan bendera, sertifikat registrasi, last port clearance, dan agreement dari PT GTI atas kapal Acacia Nassau.
Captain Tohara sendiri dikabarkan masuk dalam daftar lima pejabat yang telah dimutasi oleh Kementerian Perhubungan Laut pada 22 Maret 2021 lalu. Hal inilah yang memperkuat dugaan pemutasian ini berkaitan dengan kasus pemotongan kapal Acacia Nassau berbendera Bahama, tanpa izin dari Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Hanya saja, Humas KSOP Batam, Aina Solmidas, yang dikonfirmasi HMS, pada 23 Maret 2021, mengenai siapa saja pejabat yang dimutasi dan apakah benar berkaitan dengan kasus pemotongan kapal Acacia Nassau yang kini sedang bergulir, Aina Solmidas, tidak menjawab. Pada hari yang sama HMS juga berupaya meminta tanggapan Captain Tohara, perihal mutasi ini. Hasilnya tetap nihil. (baca: Lima Pejabat KSOP Batam Dimutasi).
Seperti diketahui, KSOP Khusus Batam kiwari ini tengah babak belur menghadapi polemik berkepanjangan seputar pemotongan kapal Acacia Nassau berbendera Bahama oleh PT Graha Trisaka Industri (GTI) di galangan Paxocean. Dua bulan kasusnya bergulir, sampai sekarang penanganan kasusnya terkesan masih samar-samar.
Penyimpangan terkuak dari adanya informasi aktivitas pemotongan kapal secara ilegal di dermaga galangan Pax Ocean, PT Graha Trisaka Industri. Beriringan dengan itu, muncul satu dokumen dari Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, perihal persetujuan keagenan kapal asing (PKKA). Isinya menyatakan, kalau kapal yang diageni oleh PT Pelayaran Sinar Mandiri Sejahtera (PSMS) itu ternyata hanya mendapat izin melakukan kegiatan docking atau pemeliharan di Batam selama 10 hari. (baca: Main Potong Kapal Bahama di Tanjunguncang, Agen: Kok Bisa Tahu?).
Setelahnya, babak baru perkara kapal berumur 40 tahun, yang dibuat pada 1981 itu pun dimulai. Instansi terkait mulai ambil bagian dan perannya masing-masing. Pada rapat dengar pendapat (RDP), Kamis, 18 Febuari 2021, Sekretaris Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam, Arlon Veristo mengatakan, ketika pihaknya melakukan peninjauan ke lokasi PT GTI, tidak ada dampak lingkungan di sekitaran perairan tersebut.
“Pemotongan itu boleh-boleh saja sepanjang itu berada di lokasi perusahaan yang mengerjakan dan tidak menimbulkan pencemaran. Saat ini kami sedang meminta surat-surat izin mereka. Kalau izinnya lengkap maka tidak akan jadi masalah dan kalau permintaan warga untuk menghentikan aktivitas itu, maka tidak cocok. Karena itu akan merugikan perusahaan yang bersangkutan” kata Arlon Veristo. (baca: Anggota Komisi III DPRD Batam: Pemotongan Kapal Acacia Nassau Tidak Mencemari Lingkungan).
Perkara ini juga mendapat perhatian dari Komisi I DPRD Kota Batam. Pada Senin, 1 Maret 2021, digelarlah rapat dengar pendapat oleh komisi yang membidangi hukum dan pemerintahan itu. Instansi terkait yang diundang untuk hadir diantaranya KSOP Batam dan Bea Cukai Batam. Sementara dari pihak perusahaan yang hadir ialah Asisten Manager HSE PT Graha Trisakti Industri, Supri.
Supri, mengatakan, kapal itu tiba di Batam pada 24 Oktober 2020 dalam kondisi mesin yang masih beroperasi. Sebelum bersandar di perusahaannya, kata dia, kapal lebih dulu didatangi oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Batam untuk dilakukan pemeriksaan bebas Covid-19 bagi seluruh awak atau kru kapal. Ia menjelaskan, seluruh kru kapal berjumlah 18 orang dengan rincian satu warga negara Ukraina dan sisanya warga negara Filipina. Setelahnya para kru kapal dipulangkan ke negaranya masing-masing.
“Kapal itu memiliki berat 31.000,28 ton dan sudah memiliki surat izin masuk dari Bea dan Cukai. Awalnya kapal itu akan dikonversi tetapi terdapat kesalahan pada gambar sehingga dilakukanlah pemotongan badan kapal. Tetapi saat ini pengerjaan pemotongannya sedang ditahan, karena sedang mengurus izin-izinnya di Bea dan Cukai Batam dan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Batam,” kata dia.
Kepala Bidang Pelayanan dan Fasilitas Pabeanan dan Cukai I Kantor Bea dan Cukai Batam, Sumarna, menjelaskan, setiap kapal asing yang masuk ke Batam harus men-submit dokumen di sistem aplikasi yang digunakan oleh perusahaan yang berhubungan dengan kapal itu. Untuk kapal Acacia Nassau, ia menjelaskan kalau kapal itu masuk dalam kondisi kosong atau tanpa barang niaga yang dimuat.
“Dalam kasus kapal ini, posisi kami menunggu selesai docking. Setelah itu baru mereka akan mengajukan outward manifest ketika keluar dari Batam dan akan dikenakan pajak jika dibawa ke luar kota ataupun luar negeri,” katanya sembari menjelaskan, jika satu kapal masuk ke Batam dalam kondisi baru maka harus memenuhi izin Kementerian Perdagangan dan Perindustrian (Kemendag) RI. Hal itu, katanya, tertuang di dalam Permendagri no 118 tahun 2018 dan harus dipenuhi. (baca: KSOP Tidak Pernah Keluarkan Izin Pemotongan Kapal Acacia Nassau).
“Kapal Acacia Nassau ini bukan lagi berstatus alat angkut. Harusnya diubah fungsinya sebagai kapal barang, kalau mau dipotong harus mengubah manifes dulu. Jadinya bukan lagi kapal angkut tapi kapal barang, dan izin itu diajukan ke BP Batam. Sementara izin pemotongan ada di KSOP Batam,” kata Sumarna.
Kasi Tata Kelola Pelabuhan KSOP Batam, Kastono, mengatakan, pihaknya tidak memberikan izin untuk pemotongan kapal Acacia Nassau lantaran hal tersebut merupakan kewenangan Dirjen Perkapalan dan Perlautan. “Prosedur yang harus dipenuhi dan diurus oleh perusahaan ini masih panjang dan banyak. Itu juga sedang diproses, tetapi pihak perusahaan sudah melakukan pemotongan,” kata Kastono.
Ia menjelaskan, selain izin untuk pemotongan yang harus didapatkan dari Dirjen Perkapalan dan Perlautan, tempat dan lokasi pemotongan kapal tersebut juga harus mendapat izin dari otoritas yang sama. KSOP Batam mengaku telah mengantongi surat jual beli, surat keterangan penghapusan bendera Bahama, surat atau sertifikat registrasi dari Bahama, last port clearance, dan agreement dari PT Graha Trisakti Industri atas kapal Acacia Nassau. Menurutnya, dari 12 surat yang diperlukan, PT Graha Trisakti Industri tinggal menunggu surat izin pemotongan dan izin otorisasi pemotongan dari Dirjen Perkapalan dan Perlautan.