Puluhan orang berkerumun di gerbang resto Puas Hati, Kota Batam, Kepulauan Riau, Sabtu pekan lalu. Mereka memakai masker; rata-rata didagu. Ada pula yang mengobrol berdekatan. Di luar, kendaraan yang terparkir memanjang di bahu jalan membuat arus lalu lintas sesekali “sesak napas”. Itulah satu pemandangan kecil dari kegiatan vaksinasi massal yang ditarget pemerintah rampung akhir Juli 2021 ini.
Siang itu, HMS hadir di sana. Baru saja satu langkah memasuki gerbang, “Silakan, Mas, mumpung lagi sepi langsung ke sana saja,” kata seorang petugas berseragam Tentara Nasional Indonesia (TNI). Terlihat pelataran depan resto sepi. Karena antrean peserta difokuskan di samping gedung. Di sana, di bawah tenda biru, ratusan orang berdiri berantai memegang formulir. Menunggu giliran dengan tertib, tetapi dalam jarak kurang dari satu meter.
Penyuntikan dilakukan di lantai dua resto. Lama prosesnya kalau peserta sudah sampai menaiki anak tangga cuma 10 menit. Seharusnya, selesai mendapat cairan pemantik imunitas tubuh itu masyarakat pulang. Akan tetapi, ada juga yang menetap menikmati secangkir kopi ataupun menunggu kenalan. “Ambil napas dulu, Mas, merokok,” kata Fery, salah satu peserta usai divaksin. Perilaku inilah yang mengundang kerumunan dalam proses vaksinasi massal yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) hari itu.
Singkat kata, hari-hari ini, kerumunan massa yang berisiko memunculkan klaster penularan baru virus corona justru diberitakan terjadi ketika vaksinasi massal Covid-19 diselenggarakan. Dalam beberapa kasus, ribuan orang dilaporkan sudah mengantre dari subuh, bahkan ada pula yang sempat ricuh. Penyebabnya, selain berlomba untuk kesehatan, antusias mayarakat juga dipicu kehawatiran tidak kebagian jatah suntik. Apalagi semenjak pembatasan aktivitas diberlakukan dan vaksin mulai menjadi syarat administrasi.
Ketua Apindo Kepri, Cahya, mengatakan kerumunan terjadi selain karena tingginya animo masyarakat pascapenerapan PPKM, juga karena kurangnya jatah vaksin. Terbatasnya stok vaksin yang mereka terima membuat sentra vaksinasi hanya cukup untuk satu titik saja, yaitu di resto Puas Hati.
“Kita berharap pusat memberi lebih banyak jatah vaksin, sehingga kita bisa membuka banyak sentra vaksinasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Jika banyak sentra-sentra vaksinasi, tentu penumpukan masyarakat akan bisa terhindari,” katanya kepada HMS, 1 Agustus 2021.
Target Apindo, 6—7 ribu orang dapat tervaksin per harinya. Jadwalnya hanya pada hari Sabtu dan Minggu. Semua biayanya murni dari kas Apindo— sumbangan para pengusaha. Ketika ditanya berapa biaya yang sudah habis dikeluarkan, Cahya menjawab, “Tidak penting untuk dipublikasi. Kami ikhlas membantu masyarakat, tidak perlu sebut angka.”
Menurut data Ketua Apindo Kota Batam, Rafki, jumlah masyarakat yang sudah divaksin dalam program Apindo Peduli sampai saat ini sudah mencapai sekitar 95 ribu orang. Rencananya, vaksinasi akan terus dilakukan sampai dianggap cukup oleh pemerintah menciptakan kekebalan kelompok.
Terhambatnya stok vaksin dari pusat ke daerah memang menjadi kendala dari program Apindo, bahkan, katanya, dua minggu ini sampai meniadakan vaksinasi osdis satu dan hanya mengadakan vaksin dosis kedua untuk vaksin Sinovac dan AstraZeneca. “Vaksin kedua juga mengalami beberapa kali penundaan akibat minimnya stok,” katanya kepada HMS, 1 Agustus 2021.
Relawan Apindo yang terlibat berjumlah sekitar 80 orang yang bergantian selama dua hari setiap minggunya. Tenaga kesehatan ada 30 orang dan ditambah mahasiswa 40 orang. Peran mahasiswa di sini, yaitu untuk melakukan penginputan sertifikat vaksin. Artinya, setiap kali vaksinasi berjalan, 40 relawan dan mahasiswa harus melayani 175 orang; 30 tenaga kesehatan menyuntik 233 orang.
“Animo masyarakat sangat tinggi terbukti ketika kita buka pendaftaran secara online dalam waktu 5 menit sudah penuh kuotanya. Untuk kerumunan kita sudah atur sedemikian rupa supaya antrean tidak rapat dan berjalan cepat. Selama beberapa kali pelaksanaan relatif tidak ada kerumunan yang terjadi,” katanya. Menurut dia, kerumunan di tempat lain terjadi karena vaksinasi dibuka untuk umum. Sementara di Apindo, hanya masyarakat yang mendapat undangan melalui WhatsApp saja.
Dampak kerumunan berpeluang besar membuat jurus ampuh 3T, testing (pemeriksaan), tracing (pelacakan), dan treatment (perawatan)—rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)—, menjadi serba ribet karena harus dilakukan secara menyeluruh apabila ada satu saja peserta yang terkonfirmasi positif Covid-19. Terutama mengingat periode inkubasi virus ini dan timbulnya gejala bisa sampai 14 hari;
dapat muncul tidak terdeteksi.
Pada kasus kematian Hartijo (49), warga Perumahan Bapede, Kota Batam, misalnya. Pria itu terkonfirmasi positif selang empat hari usai mengikuti kegiatan vaksinasi massal, gejala dia rasakan dua hari setelah mengikuti vaksin. Bila mengikuti cara kerja tracing dari WHO, pasien yang terinfeksi memang akan dirunut kegiatannya sejak timbul gejala. Namun, tidak menutup kemungkinan saat dia divaksin, virus sudah dalam masa inkubasi; sudah terpapar tetapi belum bergejala.
Kerumunan juga membuat Hartijo, sampai disuntik dua kali dalam satu hari. Proses 3T-nya belum jelas, masalah baru muncul. Keluarga menduga kematian Hartijo disebabkan oleh dua dosis vaksin yang diterimanya di program Apindo Peduli itu. Meskipun hal itu sudah dibantah oleh Ketua Komite Daerah Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komda KIPI) Kepulauan Riau, dr. Gama Isnaeni. (baca: Komda Kipi: Penyutikan Dua Dosis Vaksin dalam Sehari Tidak Masalah).
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bidang Surveiland dan Imunisasi Dinas Kesehatan Kota Batam, Solihin, mengatakan, kerumunan pada vaksinasi massal memang berpotensi menularkan Covid-19. Pihaknya sudah berupaya agar vaksinasi berjalan dengan tetap menjaga protokol kesehatan. “Tetapi, karena antusias masyarakat sangat tinggi peraturan diabaikan dan panitia kewalahan,” katanya kepada HMS, 1 Agustus 2021. Selama protkes tidak disiplin, kata Solihin, “Kegiatan vaksinasi tidak dapat menurunkan angka terkonfirmasi positif.”
Sampai saat ini belum ada laporan khusus dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) untuk pasien rawat jalan atau inap, yang terkonfirmasi positif yang ada korelasinya dengan kegiatan vaksinasi massal. Kalau itu terjadi, memang yang harus dilakukan adalah melakukan 3T secara menyeluruh terhadap peserta vaksinasi massal.
Untuk itulah pihaknya meminta seluruh masyarakat dapat bekerja sama. Terutama bagi peserta vaksinasi massal yang terkonfirmasi positif agar segera memberi keterangan kepada Fasyankes supaya bisa dilakukan pelacakan kontak.
“Bagi yang bergejala datang ke Puskesmas melaporkan dan akan dilakukan testing. Apabila terkonfirmasi akan dilakukan tracing dan treatment. Bagaiamana dengan OTG [Orang Tanpa Gejala]? Maka-nya disampaikan setelah divaksin tetap disiplin Protkes,” kata Solihin.
Sementara untuk target 70 persen vaksinasi per 31 Juli 2021, masih terkendala logistik vaksin yang terbatas. Untuk dosis 1 sudah mencapai 59,98 persen dari total penduduk Batam; dosis dua baru 12,57 persen saja. Padahal, pihaknya sudah menjadwalkan memecah vaksinasi massal ke banyak titik, yang dilakukan per Kelurahan di bawah wilayah kerja Puskesmas.
“Sudah berjalan [vaksinasi per Kelurahan]. Namun, di saat ketersedian vaksin terbatas, antusias masyarakat tinggi membuat pengabaian terhadap protkes dan memunculkan kerumunan,” katanya.
Apabila berkaca dalam kasus kematian Hartijo, katanya, proses 3T bergantung pada keterbukaan pihak keluarga. “Kita berharap pihak keluarga yang mengetahui kronologi bisa terbuka kepada Tim Tracer Puskesmas yang melakukan pelacakan,” katanya. Hingga akhir Juli 2021, jumlah keseluruh kasus positif Covid-19 di Batam berada di angka 23,238 kasus; aktif sebanyak 2,455 orang. Pasien sembuh berjumlah
20,177 orang; kematian sebanyak 616 orang.
Komitmen menjaga protokol kesehatan dalam proses vaksinasi massal adalah kunci selangkah lebih maju mengakhiri pandemi. Akan menjadi sangat berbahaya kalau dua jurus ini gagal dan “makan tuan”. Taruhan kerumunan bukan saja pada penyebaran virus, tetapi membuat kondisi semakin buruk. Rumah sakit penuh; tenaga kesehatan tumbang.
Di Kota Batam, jumlah tenaga vaksinator hanya ada 386 orang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan. Sampai sekarang, rumah sakit sudah banyak mendirikan tenda darurat. Sulit dibayangkan apabila pengabaian protkes dalam proses menciptakan kekebalan komunal ini justru berpotensi menularkan virus, terlebih kepada mereka yang memegang jarum suntik. Sosialisasi vaksinasi yang simpatik dan tegas perlu dirancang, supaya program ini tidak sekadar memberi rasa aman palsu.