Praktisi Lingkungan Hidup, Azhari Hamid melihat ada kejanggalan dalam proses hukum perkara tank cleaning ilegal di atas kapal MT Tigerwolf. Ia juga mencium ada aroma rekayasa dalam kasus yang proses peradilannya sedang berjalan di Pengadilan Negeri Batam ini.
Menurut Azhari, aroma rekasaya dalam kasus ini tercium dari munculnya hanya satu terdakwa yang diadili. Yaitu Direktur PT Jaya Agung Padaleo (JAP), Zulkarnaen Fabanyo. Ia berpendapat seharusnya perkara ini tidak hanya melibatkan satu terdakwa saja. Sebab, PT JAP dianggap berani melakukan kegiatan tanpa mengantongi izin pengelolaan limbah B3 itu karena “dimuluskan” oleh pihak tertentu. Terutama dari si pemberi pekerjaan yaitu PT Buana Lintas Lautan (BULL) Tbk.
Kata dia, hal ini merujuk pada kegiatan pengelolaan limbah B3 yang dikategorikan kegiatan berspesifikasi khusus. Akta perusahaan yang akan berbisnis dengan pengelolaan limbah B3 juga sangat spesifik, berbeda atau lebih rumit persyaratannya ketimbang pembuatan akta perusahaan reguler. Artinya, PT BULL dipastikan akan mensyaratkan mitra kerjanya itu dengan spesifikasi perusahaan yang sesuai dan memiliki legalitas untuk mengelola tank cleaning.
“Kalau saya manajemen PT BULL tidak akan mengambil resiko memberikan pekerjaan tersebut bukan kepada ahlinya dan tidak memiliki perizinan yang dipersyaratkan. Tinggal dipastikan saja kepada terdakwa ZF (Zulkarnaen Fabanyo) apakah dia yang memaksa meminta pekerjaan itu ke PT. BULL dan menyiapkan partner konsorsium dengan perusahaan lain yang memiliki izin tank cleaning?” kata Azhari yang saat ini menjabat sebagai Ketua Komisi Peduli Lingkungan Hidup Indonesia Kota Batam ini, kepada HMStimes.com, Rabu, 27 Januari 2021.
Menurutnya, dalam perkara pidana khusus ini PT BULL harusnya terlibat sebagai salah satu pihak yang bertanggung jawab merupakan salah satu indikasi adanya rekayasa. Karena dengan lolosnya perusahaan itu, semakin memperbanyak indikasi kejanggalan yang muncul. “Atau ZF sudah memiliki rekanan kerja yang memiliki izin tentu ada komitmen kontrak antar mereka. Kalau tidak ada, ya wajar saja ZF jadi pesakitan sendiri. Tapi logika pikir saya ZF tak pantas jadi terdakwa sendiri. Secara yang namanya badan usaha pasti mempersiapkan segala sesuatu secara administratif yang baik,” kata Azhari.
Saat ini kapal MT Tigerwolf yang terdaftar menjadi barang bukti di pengadilan, sejak Agusutus 2020, sudah diperbolehkan berlayar dan berganti nama oleh Direktorat Polisi Air dan Udara (Ditpolairud) Polda Kepri, (baca: Perkara Belum Selesai, Kapal MT Tigerwolf Sudah Berlayar dan Berganti Nama), menurutnya, hal itu sah-sah saja.
“Untuk kapal yang berlayar, saya sepakat dengan Polairud, tidak bisa jadi barang bukti karena objeknya adalah limbah yang sludge dan contaminated rag [Majin, skop dan peralatan lainnya] sudah dievakusi dari atas kapal. Karena itulah objek lingkungan yang dipermasalahkan. Untuk kasus ini MT Tigerwolf tidak bisa juga mutlak sebagai BB [barang bukti] karena BB nya adalah limbahnya itu sendiri” kata dia.
Hanya saja kata dia, dengan dilepaskannya kapal ada juga preseden buruk terhadap pengelolaan limbah B3 di atas kapal tersebut. Azhari mengatakan, apa jaminan kalau pembersihan tangki kapal itu sudah selesai dilakukan oleh PT JAP, atau tepatnya tidak ada lagi limbah B3 yang belum sempat dibersihkan oleh perusahaan karena pekerjaannya keburu kepergok dan dihentikan oleh petugas.
Karena kata dia, apabila pekerjaan itu belum tuntas, artinya sudah patut dicurigai pula kalau manajemen Tigerwolf akan melakukan kegiatan tersebut di wilayah out port limited atau OPL. Bahkan dia mengatakan, limbah sludge oil, yang sebelumnya mencemari Pulau Batam, belakangan ini dapat diduga berasal dari kegiatan tank cleaning kapal yang dilakukan di OPL dan sangat mungkin salah satu yang berkontribusi terhadap cemaran tersebut berasal dari kapal MT Tigerwolf atau yang sekarang bernama Petromax.
“Dan kita masih ingat beberapa minggu kebelakang Forkompinda [Forum Komunikasi Pimpinan Daerah] Kota Batam, gotong royong membersihkan tumpahan minyak di pantai kita. Seharusnya pihak Otoritas Indonesia memaksa kapal tersebut diselesaikan pembersihan tangki dan kargonya, barulah kemudian dilepas. Tidak ada masalah kapal dilepas asal kapal tidak membawa bebas material limbah B3,” katanya.
Azhari mengatakan, “Masalahnya buat orang orang lingkungan, ya, itu tadi kapal dilepas dan belum selesai tank cleaning-nya, dan dapat dicurigai melakukan tank cleaning yang tak bertanggungjawab di OPL. Dampaknya ya ke perairan kita lagi. Ini yang tak dipikirkan oleh pengambil kebijakan di negara kita. Dan sejarahnya kapal MT Tigerwolf ini juga kayaknya belum mendapat izin tank cleaning di perairan Barelang dari pihak KSOP. ini harusnya jadi tanggung jawab PT BULL juga.”
HMS sedang berupaya mengonfirmasi pihak-pihak terkait, baik dari kepolisian, maupun Kejaksaan Negeri Batam, mengenai hanya adanya satu tedakwa yang disidangkan dalam kasus tersebut. Sementara sebelumnya, ada 7 orang tersangka dalam kasus ini. Konfirmasi yang dilayangkan termasuk kepada pihak perusahaan yang terlibat dalam perkara ini.