Puluhan pencari suaka asal Afganistan mendatangi Kantor DPRD Kota Batam, Kepulauan Riau, Rabu, 22 September 2021. Beberapa di antaranya bahkan terlihat membawa anak serta anak-anak. Selain itu, mereka juga turut beranjak rasa sembari membawa poster tuntutan agar segera dikirim ke negara penerima suaka.
Ali Akbar, salah satu pencari suaka yang datang ke Batam sejak 8 tahun lalu, mengaku merasa tertekan berada di Kota Batam yang ditunjuk UNHCR sebagai lokasi pengungsian. Sekian tahun menjadi pengungsi di sini, membuat Ali akhirnya fasih berbahasa Indonesia. (baca: Takut Pulang karena Taliban)
“Kami hanya ingin mendapat kejelasan tentang janji mereka [UNHCR] untuk memindahkan kami ke negara penerima suaka,” katanya.
Menurut Ali, aduan mereka selama ini juga tidak ditanggapi oleh pihak imigrasi. Sehingga dia dan beberapa pengungsi lainnya memutuskan untuk berorasi di depan Kantor DPRD Kota Batam.
“Dengan harapan, ada anggota DPRD Kota Batam yang bisa menjadi fasilitator pencari suaka ke pihak Imigrasi, dan dapat berkomunikasi dengan pihak UNHCR,” kata Ali.
Tak lama setelah berorasi, beberapa perwakilan pun diajak berdiskusi oleh Ketua Komisi I DPRD Kota Batam, Budi Mardianto.
Usai pertemuan itu, Budi mengatakan, saat ini pihaknya hanya ingin membahas tentang kemanusiaan. Kedatangan para imigran siang itu dinilai Budi layaknya memang disambut sembari mendengarkan keluh kesah mereka.
“Kalau berkaitan dengan masalah pengungsi, memang ruang pembahasannya bukan di sini. Tapi kami ingin berbicara soal isu kemanusiaan. Karena dampak sosial yang ditimbulkan dari pengungsi ini sedikit banyak akan dirasakan masyarakat Batam,” kata Budi.
Menurut Budi, selain menuntut kejelasan terkait suaka, para pengungsi juga turut membahas isu kesehatan dan masa depan mereka. Sehingga, kata dia, meski penanganan para pengungsi ada di ranah pemerintah internasional, tetapi tetap saja ada instansi lain di sini yang mungkin bisa membantu menyuarakan aspirasi mereka.
“Apa yang disampaikan oleh para imigran ini akan kami sampaikan ke pimpinan. Kami juga ingin mendengar penjelasan dari pihak imigrasi Batam. Tadi kami dengar kalau pengungsi di sini justru di bawah pengawasan Imigrasi Tanjung Pinang.
“Jadi memang harus diperjelas dulu soal ini. Karena kalau terjadi apa-apa tentu masyarakat Batam yang merasakan dampaknya,” kata dia.
Budi mengambil contoh, jika salah satu pengungsi mengalami stres sampai akhirnya melakukan pelanggaran hukum, tentu akan menjadi repot urusannya. Sehingga menurutnya, hal itu yang harus dipikirin oleh pemerintah daerah dan dicarikan jalan keluarnya.
“Jangan hanya menonton sembari menunggu saja. Para pengungsi ini kan manusia juga,” kata Budi.