Kopi dan seputarannya agaknya takkan habis untuk dibahas, diulas, dikomentari, dijadikan bahan tulisan atau bahkan film sekalipun. Ia serupa satu galaksi yang cukup luas untuk dieksplorasi.
Kota Batam belakangan kian ramai ditumbuhi kedai kopi di berbagai penjuru. Sang peracik kopi atau barista pun sayup-sayup terdengar jadi profesi idaman muda-mudi di sini.
Film Raka dan Secangkir Kopi sedikit banyak menggambarkan fenomena tadi. Ia berkisah tentang seorang barista yang diperankan Raka, yang menaruh hati pada seorang pelanggan perempuan yang kerap datang ke satu kedai kopi. Agak sedikit ganjil sebenarnya. Sebab perempuan yang ditaksir Raka, justru kerap memesan kopi ditemani sang kekasih.
Film produksi Berakit Picture hanya berdurasi 22 menit. Meski begitu, ia hendak menyampaikan kisah barista yang menaruh hati pada seorang pelanggan. Di tiap kedai kopi, peran barista memang sentral. Ia tak hanya bertindak sebagai pelayan, tapi mesti piawai pula menjelaskan ini-itu tentang kopi. Termasuk mencuri hati pelanggan.
Berdurasi kurang dari setengah jam, film Raka dan Secangkir Kopi justru minim dialog. Film ini agaknya sengaja dibuat dengan pesan eksplisit di dalamnya. Adegan-adegan nir-dialog yang ada membuat penonton larut dan bertanya-tanya ke mana arah film sebenarnya.
Sang produser, Raja Rizwansyah, dalam satu kesempatan mengatakan, benang merah film Raka dan Secangkir Kopi adalah kisah romantis anak muda sekarang. Namun, kata dia, kisah itu sengaja dikemas tidak berlebihan agar tidak terlalu lebay atau berlebihan.
“Kenapa minim dialog? Karena memang sengaja dibuat begitu. Kami ingin memperkenalkan tokoh-tokohnya terlebih dahulu,” katanya kepada HMS usai gala premier pemutaran film itu di Ninos Edutainment Park, Kota Batam, Kamis, 30 September 2021.
Menurutnya, dengan durasi film yang hanya 22 menit dan pemain yang baru semua, dia berusaha memaksimalkan itu semua dengan sinematografi yang dia mau. Raja menuturkan, film yang dibuat dalam satu bulan itu tidak menemukan kendala yang berarti selama proses produksinya.
“Ya, paling faktor cuaca saja sih yang menjadi kendala. Proses pengambilan gambar kami lakukan secara acak, dan cenderung mulai dari belakang. Kayak baca Al-Qur’an,” katanya.
Raja juga mengatakan, selain akan diikutkan dalam beberapa festival film yang ada, film Raka dan Secangkir Kopi juga bakal diputar di YouTube dan beberapa aplikasi pemutar film lainnya. Dia bahkan memberi sedikit bocoran kalau film itu bakal ada seri keduanya.
“Film ini non-profit, intinya biar anak-anak muda di Batam terangsang untuk menghasilkan karya seperti ini. Filmmaker di Batam itu kan banyak, potensinya juga besar.”
Bahkan, kata dia, semua yang terlibat dalam film Raka dan Secangkir Kopi merupakan muda-mudi Batam. Mulai dari pemain, kru, penulis naskah, hingga penulis lagu soundtrack film tersebut. Untuk yang terakhir, kehadirannya bahkan beriringan syahdu dengan adegan nir-dialog. Membuat film Raka dan Secangkir Kopi tak pula hambar meski tanpa cakap-cakap pemainnya.
“Di film ini semua official soundtrack aku buatkan video klip. Jadi ada 15 video sebenarnya di film ini. 5 video klip, di balik layar ada 3, teaser-nya 1, after movie dll. Jadi memang digencarkan saja terus, sekalian jadi bagian promosi juga,” katanya.
Kepala Dinas Pariwisata Kepri, Buralimar yang ikut menonton tayangan perdana film itu mengatakan, sangat mengapresiasi semangat anak-anak muda kreatif di Kepri yang telah membuat film seperti ini. Dia tidak menampik, memang sebelumnya sudah ada film-film yang dihasilkan sinema muda lainnya. Tetapi film Raka dan Secangkir dipikirnya berbeda.
“Kali ini temannya mengarah pada kafe dan kopi. Jadi ini sesuatu lah bagi industri film dan harapannya bisa membangkitkan pariwisata di batam. Karena kopi dan kafe adalah salah satu objek wisata di Kepulauan Riau,” kata dia.
Dia sendiri mengaku telah membaca alur film Raka dan Secangkir Kopi meski hanya berdurasi 22 menit. Menurutnya, meski para pemain bukan dari kalangan profesional, film itu tetap layak untuk dinikmati. Buralimar berharap, dalam episode selanjutnya film Raka dan Secangkir Kopi dapat hadir dengan ide dan alur cerita yang lebih baik lagi.
“Jadi luar biasa untuk Berakit Picture yang sudah berani membuat film ini,” katanya.
Buralimar menjelaskan bahwa film merupakan sub sektor ekonomi kreatif dari 16 sub sektor yang ada. Sehingga industri film haruslah didukung. Menurutnya selama ini ekonomi kreatif baru terlihat pada gim saja.
“Ke depannya Dinas Pariwisata memang akan membuat film dan mudah-mudahan bisa dan memang harus melibatkan anak-anak muda yang ada di sini,” kata dia.