Keributan pecah di Kelurahan Kampung Pelita, Kecamatan Lubuk Baja, Kota Batam, Kepulauan Riau, Minggu 21 Maret 2021. Sekelompok orang bersenjata tajam tiba-tiba mendatangi rapat perangkat RT/RW setempat kemudian menyerang warga secara membabi-buta. Darah berceceran. Dalang penyerangan ini diduga adalah pemimpin rapat itu sendiri.
Senin 22 Maret 2021, HMS berkunjung ke kediaman Musni (40), salah satu korban malam berdarah itu. Korban terlihat masih terbaring lemah di atas kasur kapuknya dengan posisi tidur miring ke kanan. Dia tampak menjaga kepala, dada, dan tangan sebelah kirinya, yang masih merah hitam terbalut perban supaya tidak terhimpit beban badan.
“Inilah salah satu korbannya, itu lihat kepalanya 14 jahitan. Baru keluar ini dari rumah sakit. Masih ada tiga korban lain, sekarang masih di kantor polisi dimintai keterangan,” kata Broyong, salah satu tokoh masyarakat setempat kepada HMS. Siang itu, sanak saudara korban ramai berkumpul di halaman depan rumah dengan raut wajah yang muram.
Penyerangan malam itu berakar dari permasalahan relokasi. Ceritanya, pemukiman liar yang mereka tempati status lahannya sudah dialokasikan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam kepada perusahaan. Seperti biasa, ada warga yang setuju dengan relokasi, dan ada juga yang menolak dan mencoba mengintimidasi pihak-pihak yang bersedia terima ganti rugi.
Menghindari terjadinya gesekan karena sejak awal 2021 keributan sudah empat kali hampir pecah, akhirnya kedua belah pihak menyepakati untuk berunding. Sekaligus membahas perihal tidak terimanya Ketua RW 05, atas pilihan warga yang mengangkat Ketua RT 01 yang baru, dengan status pelaksana tugas menggantikan Ketua RT lama yang mengundurkan diri. Pendek kata, si Ketua RW ini punya kandidat sendiri.
“Si RW 05, merasa dia yang berwenang mengangkat RT. Sementara dari warga tidak terima dan sudah punya penggantinya. Malam itu, mereka mengumpulkan warga untuk membentuk perangkat baru, kemudian dalam rapat itu masyarakat menjawab, ‘Kami sudah membentuk Plt sementara untuk RT 01.’ Karena itulah jadinya ribut,” kata dia.
Usut demi usut, rupanya RT 01, yang dipilih warga itu berada di kubu yang setuju untuk direlokasi. Tentu saja hal ini menimbulkan polemik baru dan kecurigaan dari kubu yang menolak. Kebetulan, si Ketua RT baru versi warga ini adalah saudaranya si Musni, korban yang setuju untuk direlokasi dan menerima ganti rugi dari perusahaan.
“Jadi si pihak RW sudah lama lah menghasut warga supaya menolak relokasi. Padahal rata-rata warga dari sini setuju. Buktinya sudah ada sekitar 300 kepala keluarga (KK) yang dipindahkan dengan kompensasi sebidang kaveling dan uang Rp10 juta,” kata Broyong.
Di tengah pembicaraan, Musni menelentangkan badannya. Sedari tadi ternyata dia mendengar percakapan HMS dengan Broyong. Kemudian dengan suara yang terbata-bata ia mulai menjelaskan kronologis keributan pada malam berdarah itu.
“Saya bersama warga lain diundang lah, saya tidak ada kepikiran ribut sampai seperti ini, karena itu kan rapat perangkat. Tetapi ternyata rapat itu berlangsung panas, puncaknya ketika suara Pak RW meninggi membentak-bentak warga,” kata Musni.
Waktu itu, Musni yang mencoba menenangkan kemarahan Ketua RW 05, malah balik menjadi sasaran omelan. Tidak lama setelahnya, datang segerombolan orang membawa senjata tajam dan balok kayu ke lapangan yang dijadikan warga sebagai lokasi rapat itu.
“RW ini bersikap arogan. Terus datanglah sekelompok orang itu, yang saya lihat mereka sudah bersenjata. Terus tidak lama salah satu dari mereka menyerang saya dengan senjata tajam. Saya awalnya mencoba mempertahankan diri, tetapi kemudian pelaku ini malah membabi-buta menyerang saya. Setelah itu saya tidak ingat lagi, badan saya lemas dan darah mengalir terus dari kepala saya,” kata Musni.
Melihat peristiwa itu, sontak warga sekitar langsung menangkap para pelaku penyerangan tersebut. “Kalau tidak cepat ditangkap, pasti sudah ada korban lainnya. Yang memukul warga, karena dia bawa senjata tajam,” katanya. Sementara korban yang sudah takberdaya langsung dilarikan ke Rumah Sakit Harapan Bunda.
Kasus penganiayaan ini sekarang sudah dilaporkan oleh pihak korban ke Polsek Lubuk Baja. Keluarga korban menyerahkan seluruh prosesnya kepada kepolisian. “Tadi sudah dilaporkan. Semoga dengan adanya permasalahan ini dan dihukumnya para pelaku dapat menimbulkan efek jera. Semua prosesnya saya serahkan kepada polisi,” kata Musni.
Perihal kasus penganiayaan ini HMS sedang berusaha mengonfirmasi pihak-pihak terkait, mulai dari perangkat setempat, pemilik lahan, serta pihak kepolisian. Jawaban konfirmasi akan diterbitkan dalam pemberitaan selanjutnya.