Ratusan buruh gabungan berbagai serikat pekerja menggelar demo di depan Kantor Graha Kepri, Batam, Kepulauan Riau, Kamis, 25 November 2021. Demo dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap penetapan upah minimum kota (UMK) yang ditetapkan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yang dinilai terlalu kecil.
Dalam aksinya, para buruh meminta kenaikan UMK sebesar 10 persen. Selain itu, pemerintah juga diminta menerapkan upah minimum kota sektoral (UMKS) diberlakukan. Massa aksi juga berencana menggelar demo di depan Kantor Wali Kota Batam dan Kantor DPRD Kota Batam.
Panglima Garda Metal Indonesia Kota Batam, Suprapto, mengatakan, pihaknya berharap pembahasan UMK 2022 bisa segera diselesaikan, dan pemerintah mendengarkan keinginan serikat buruh. Menurutnya, serikat buruh ingin kenaikan upah di angka 7 sampai 10 persen.
“Kalau dirupiahkan, 7 persen itu sekitar Rp200 ribuan. Jadi paling tidak kenaikan UMK tahun depan sekitar Rp4.400an juta,” katanya.
Suprapto menegaskan, penetapan kenaikan UMK sekitar Rp35 ribu dilakukan sepihak oleh pemerintah. Pihaknya sendiri sedari awal dengan tegas menolak penetapan upah dibahas menggunakan PP 36/2021. Sehingga dia menilai penetapan UMK itu terkesan dipaksakan.
“Demo hari ini diikuti seribuan buruh saja, nanti kami akan evaluasi lagi apakah akan ada aksi serupa atau tidak. Karenq surat pemberitahuan demo ini dilakukan pada 25, 25, dan 29 November,” katanya.
Dia mengatakan, saat ini daya beli masyarakat, buruh, pekerja di Batam sedang memburuk. Suprapto mencontohkan, untuk membeli bensij saja, masyarakat Batam tak lagi bisa mendapatkan BBM jenis premium dan dialihkan ke jenis petralite. Hal itu, kata dia, jelas memberatkan karena terdapat selisih harga yang cukup jauh, per liternya mencapai Rp1.550.
“Sementara harga kebutuhan pokok juga naik, minyak goreng misalnya. Dulu Rp12 ribu sekarang sudah Rp17 ribu per kilonya,”kata dia.
Suprapto menegaskan akan terus mengawal penetapan UMK itu. Menurutnya pemerintah sudah abai dengan para pekerja, maka pihaknya akan menggunakan hak mogok kerja di Undang-Undang no 9/1998.
“Mogok kerja berbentuk unjuk rasa nasional. Lobi kami lakukan, tapi sampai sekarang teman aliansi buruh tidak pernah bertemu dengan gubernur. Apalagi masalah Omnibus law, mereka menggunakan PP 36/2021, bagi kami ini tidak memanusiakan kaum buruh. Karena kenaikannya hanya sekitar 0,85 persen dan itu datang dari dewan pengupahan,” kata dia.