Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kepulauan Riau (Kepri) mengamankan RS (21), fotografer yang mencabuli 10 anak di bawah umur. Kesemua korban mulanya ditawari jasa foto dan dijanjikan akan menjadi model sebelum akhirnya diajak bersetubuh, dua di antaranya bahkan hamil.
Kabid Humas Polda Kepri, Kombes Harry Goldenhardt mengatakan, jumlah korban bisa saja bertambah. Lantaran, kata dia, dalam pemeriksaan awal pelaku mengaku lupa jumlah pasti dari korban aksi bejatnya.
Sementara Direskrimum Polda Kepri, Kombes Arie Dharmanto menjelaskan, pelaku telah beraksi selama satu tahun belakangan. Dalam aksinya, pelaku tidak hanya meniduri korbannya saja, tetapi juga menyimpan foto-foto tanpa busana korban dan disimpan di dalam laptop yang kini menjadi salah satu barang bukti.
“Pelaku akan dijerat pasal berlapis terkait perlindungan anak dengan pasal 81 ayat 2 nomor 17 tahun 2016, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara. Pelaku juga dapat dijerat dengan pasal perubahan kedua Undang-undang nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman kebiri kimia,” katanya kepada wartawan pada konfrensi pers di Polda Kepri, Rabu, 20 Januari 2021.
Persoalan modus yang dilakukan RS sebenarnya bukan sekali terjadi. Hal itu paling tidak menjadi desas-desus di antara orang-orang yang menjadikan fotografi sebagai hobi dan juga sebagai sumber pemasukan pundi rupiah.
Satria Syahputra, salah satu fotografer lepas di Batam mengatakan, apa yang dilakukan RS boleh jadi merupakan persoalan lama. Namun, kata dia, kejadian seperti itu acap kali sulit dibuktikan kebenarannya dengan berbagai alasan.
“Menurutku, persoalan ini lumayan berdampak bagi profesi fotogrfer yang ada di Batam. Ada kekhawatiran masyarakat akan menggeneralisir kalau semua fotografer bakal dapat ‘keuntungan’, ketika memotret seseorang atau model,” kata dia kepada HMStimes.com melalui pesan singkat, Rabu, 20 Januari 2021.
Bagi Satria sendiri, setiap orang yang difoto belum tentu bisa menjadi model sebagaimana yang dijanjikan oleh RS kepada semua korbannya. Ia menjelaskan, dalam setiap pemotretan fotogragfer biasanya dapat melihat potensi atau kriteria seseorang apakah layak atau tidak untuk menjadi seorang model.
Fotografer lainnya, Teguh Prihatna mengatakan fotografi bisa dijadikan hobi dan profesi. Menurutnya, kamera bisa dijadikan alat untuk bekerja, juga bisa dijadikan alat pendukung saat seseorang mendukomentasikan kegiatannya.
“Nah fotografer pasti menggunakan kamera dalam bekerja, dan semua itu kembali pada tujuannya. Dalam persoalan RS ini, yang perlu diperhatikan adalah psikologis orangnya. Untuk kasus ini kan kebetulan ada satu orang yang menggunakan hobi atau pekerjaannya sebagai alat untuk mencari mangsanya,” katanya melalui sambungan telpon kepada HMStimes.com.
Ia menjelaskan, untuk fotografer baik itu hobi apalagi profesi tentu memiliki kode etik yang harus dipatuhi. Seperti pengambilan gambar di ranah privat yang tentunya harus memiliki izin dari yang punya tempat.
“Apalagi kami di Pewarta Foto Indonesia (PFI) yang notabene adalah jurnalis. Berbeda ceritanya kalau pengambilan gambar di ruang publik,” kata Ketua PFI Kepri ini.
Kejadian pencabulan dengan modus menjanjikan seseorang akan menjadi model, menurut Teguh sudah banyak terjadi. Untuk itu ia mengingatkan kepada masyarakat utamanya remaja perempuan yang seringkali menjadi korban, jika ada tawaran dari fotografer coba pastikan terlebih dulu asal-usulnya.
“Apakah fotografi cuma dijadikanyan hobi, atau memang dia fotografer profesional. Kalau belum pernah ikut sesi foto, mending ajakan itu jangan diiyakan. Kalau memang mau jadi model, ikut saja melalui agensi yang lebih terjamin keamanannya. Hindari juga pemotretan di ruang tertutup. Memang ada fotografer yang memotret foto seksi yang diminta oleh satu model, tetapi dalam persoalan itu biasanya akan ada kontrak dan seluruh hasil pemotretan akan dipegang oleh subjek yang difoto. Itu pastinya bersifat komersil dan dilakukan secara profesional,” kata Teguh.
Silvia Hilda, pemilik Silhouette Model Agency dan Management mengaku prihatin atas kejadian tersebut. Menurutnya, untuk menjadi model profesional di usia remaja wajib mengikuti pelatihan profesional yang dibekali oleh instruktur yang berpengalaman. Selain itu, kata dia, pelatihan itu juga harus melalui lembaga pendidikan modeling yang berizin serta didampingi atau dibantu oleh agency model yang profesional.
“Kalaupun tidak ikut pelatihan atau masuk agency maka wajib didampingi dan dalam pengawasan orang tua dalam berbagai kegiatannya. Sehingga pelaksanaan berbagai kegiatannya terkontrol. Bagi calon-calon model jangan mudah tergoda dengan berbagai tawaran-tawaran yang menggiurkan dari siapapun itu. Karena intinya karier model sifatnya hanya sementara lantaran sangat bergantung dengan kondisi fisik seseorang,”
“Jadi sebaiknya model dijadikan sebagai hobi tapi pendidikan akademik dan non akademik lainnya yaitu bekal pendidikan agama mutlak menjadi pondasi bagi kaum remaja yang menekuni berbagai bidang kegiatan terutama bidang modeling dan entertainment, agar sukses ke depannya nanti. Kaum remaja atau calon atau para model harus menjaga diri dalam pergaulan, jangan mudah tergiur materi atau tawaran yang ke depannya akan merugikan mereka sendiri,” katanya kepada HMStimes.com melalui pesan singkat, Kamis, 21 Januari 2021.
Silvia mengatakan, untuk menjadi model, seseorang harus mengerti dulu definisi dari kata model itu sendiri. Ia menjelaskan, model adalah mediator antara produsen dengan konsumen yang bertugas untuk mempromosikan produk yang dipromosikan menjadi menarik para calon konsumen. Menurutnya, model bertugas untuk menampilkan, mempresentasikan produk atau jasa dengan menciptakan image dari produk yang ia tampilkan.
“Selanjutnya kita musti tahu dulu mau jadi model apa, sesuai dengan potensi yang dimiliki. Misalnya photo model, tinggi badan tidak menjadi persyaratan mutlak meski bakal ada kewajiban memenuhi syarat fisik yang perlu dimiliki sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa atau produk. Lalu ada Runway Model atau Model Catwalk untuk peragawati dan peragawan untuk fashion show, atau Exhibitions Model yang biasanya dipakai untuk model promosi produk atau jasa dalam pameran. Nah banyak kan? Pilihan itu disesuiakan dengan kriteria yang diperlukan oleh tiap-tiap calon model,” jelasnya.
Ia juga mengatakan, terdapat dua syarat untuk menjadi model, yaitu syarat fisik dan non fisik. Untuk syarat fisik, kata dia, seorang calon atau model paling tidak memiliki tinggi 170 centimeter untuk peragawati dan 180 ccentimeter untuk peragawan. Syarat fisik juga menurutnya menyangkut panjang kaki yang harus lebih panjang daripada panjang badan yang ramping dan lurus, kaki pun tidak boleh berbentuk X atau O. Selain itu struktur tulang pinggul tidak lebar atau tidak melebihi lebar tulang bahu, struktur wajah, rambut, kulit, dan gigi yang terawat.
“Sementara untuk syarat non fisik adalah mental dan kepribadian yang kuat, mandiri, disiplin dan bertanggungjawab, memiliki kemampuan komunikasi yang baik dan bisa bekerja sama dengan tim sepertu agensi, koreograper, klien, penata gaya, stage manager, dan lainnya. Satu lagi, calon atau model juga harus cerdas dan berwawasan,”
“Syaratnya banyak tetapi bukan berarti sulit, jadi untuk menjadi model dibutuhkan lebih dari sekadar bergaya di depan kamera, untuk itu bagi calon model yang ada di Batam dan di Indonesia secara keseluruhan, lebih hati-hati ketika mendapat tawaran dari fotografer yang tidak jelas latar belakangnya. Kalau ingin menjadi model, hubungi langsung pihak agensi dan orang tua juga wajib mendampingi seluruh kegiatan anaknya saat di luar rumah. Jangan sampai kejadian seperti ini kembali terulang,” kata Silvia.