Sejak dioperasikan pada 6 April 2020 lalu, Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI) Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau, terkesan tidak digunakan secara optimal. Rumah sakit yang menelan biaya pembangunan hingga Rp400 miliar itu tampak sepi pasien Covid-19, meski di beberapa daerah lain di Indonesia masih berkutat pada persoalan kurangnya ruang isolasi.
Pantauan HMS, POS 1 pintu masuk RSKI Galang terlihat tertutup rapat pagi itu, Rabu, 10 Maret 2021. Tidak ada penjagaan di pos tersebut, hanya terdapat beberapa kendaraan roda dua yang terparkir. Gedung isolasi ICU yang memiliki 20 ruang tidur serta hanggar helipad di kanannya juga tampak sepi. Pada bagian portal penutup jalan tertulis ‘pintu masuk hanya melalui POS 2 yang berada pada gerabang selanjutnya’. Pos 2 dijaga oleh tiga petugas keamanan dari unsur tentara.
Pantauan selama dua jam di sana, tidak terlihat dan tidak terdengar pula suara sirene ambulans yang membawa pasien Covid-19. Lalu lalang kendaraan di Jalan Trans Barelang itu didominasi sepeda motor dan mobil pribadi.
Salah satu pedagang di sekitar RSKI Galang mengatakan, dalam beberaapa bulan ini memang kondisinya sepi. Menurutnya tidak ada lagi ambulance atau bus yang hilir mudik mengantarkan pasien seperti awal-awal RSKI Galang diresmikan.
“Kalau dulu itu bahkan sampai subuh ambulans sama bus keluar masuk, sekarang ya seperti ini lah,” katanya.
Beberapa pasien berkisah tentang pengalaman mereka saat dirawat di RSKI Galang selama hampir dua minggu.
Putra (26), dirawat di RSKI Galang pada tahun lalu saat Covid-19 mengganas meski saat ini kondisinya tampak tidak jauh berbeda. Ia dinyatakan positif Covid-19 saat kantornya melakukan uji usap secara menyeluruh bagi karyawannya lantaran salah satu rekannya baru pulang dari luar kota dan menunjukkan beberapa gejala.
“Waktu itu aku posisinya sudah di rumah, tiba-tiba jam 8 malam ditelpon disuruh datang ke kantor. Langsung di-swab kan, hasilnya pun positif. Ya sudah berangkat,” katanya kepada HMS, Sabtu, 13 Maret 2021.
Putra berkisah, dirinya bahkan sempat membeli Al-quran untuk dibacanya selama menjalani masa karantina di RSKI Galang. Alasannya: ia takut mati.
“Ya walaupun selama di sana juga sebenarnya kegiatannya santai. Makan teratur, tiap pagi dan sore juga berjemur. Kalau untuk makan juga rutin tiga kali sehari,” kata dia.
Menurut Putra, selama ia diisolasi tidak ada perawatan khusus yang didapatnya. Ia dan pasien lainnya hanya diberi obat serta suplemen pendukung saja. Sehingga menurutnya pembangunan RSKI Galang yang menelan biaya hingga Rp400 miliar adalah pemborosan anggaran.
“Anggaran sebesar itu mustinya bisa dialihkan untuk memaksimalkan fasilitas rumah sakit yang ada dan untuk insentif tenaga kesehatan lah. Rumah sakit kita kan banyak,” katanya.
Cerita lain datang dari Sarma Haratua Siregar. Menurutnya, awal mula COVID-19 masuk ke Batam perspektif masyarakat memang tempat karantina harus jauh dari pemukiman untuk menghindari kontaminasi langsung maupun tidak langsung dengan penduduk. Namun, dengan perkembangan pengetahuan tentang COVID-19, sepertinya perspektif itu tidak berlaku lagi.
“Malah justru lebih dekat dengan komunitas sosial lebih bagus, tentu dengan mempertimbangkan banyak hal, termasuk prosedur standar wilayah karantina,” katanya.
Menurut Sarma, pengiriman pasien terkonfirmasi ketika rumah sakit atau tempat karantina dekat dengan masyarakat akan lebih efektif. Ia pun menceritakan pengalamannya ketika hendak pulang dari RSKI Galang ketika setelah selesai diisolasi selama 10 hari beberapa bulan lalu. Sarma mengaku sempat kesulitan pulang kembali ke rumahnya di Batam lantaran tidak adanya transportasi. Sementara keluarganya sedang bekerja saat itu sehingga tidak bisa menjemputnya.
“Usai isolasi, pasien memang disuruh pulang sendiri, tidak ada transportasi umum yang melintas. Kalau pakai transportasi online biayanya bisa mencapai Rp300-Rp500 ribu, itu juga kalau ada yang mau,” kata Sarma.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam, Didi Kusmarjadi, mengatakan, Pemerintah Kota (Pemko) Batam sebenarnya bakalan tidak butuh RSKI Galang andai fasilitas rusun, asrama haji, dan beberapa tempat dimanfaatkan sebagai lokasi isolasi Covid-19. Namun, kata Didi, pemanfaatan itu pun membutuhkan waktu dan tenaga. Dua hal yang saat ini tidak dimiliki Pemko Batam.
“Karena kekurangan itulah makanya persoalan Covid-19 kami arahkan ke sana [RSKI Galang],” kata dia.
Didi mengatakan, RSKI Galang adalah tempat untuk pasien positif COVID-19 yang tidak memiliki gejala. Menurutnya, jika dalam masa perawatan di sana pasien tadi menunjukkan gejala parah, maka akan dikirim ke rumah sakit yang ada di Batam. Hal itu, kata Didi, karena memang peruntukan awal RSKI Galang untuk menampun pasien Covid-19 tanpa gejala.
“Selain itu keberadaan RSKI Galang awalnya diprioritaskan untuk pekerja imigran Indonesia (PMI), jamaah tabligh, dan kru kapal yang dipulangkan dari luar negeri,” katanya.
Didi juga merespon keluhan pasien yang kesulitan transportasi setelah isolasi 10 hari dari RSKI Galang. Ia mengatakan, awalnya pengantaran dan penjemputan pasien menggunakan Bus Trans Batam menggunakan anggaran dari Dinas Perhubungan. Tetapi akhir tahun lalu, anggaran itu habis sehingga tidak ada lagi penjemputan pasien yang sudah selesai isolasi.
“Soal penjemputan dan pengantaran diserahkan Pemerintah Provinsi hanya serahkan kepada Pemkot. Persoalan kendala penjemputan itu juga sudah kami laporkan ke Pemerintah Provinsi Kepri tapi belum ada respon,” katanya.
Lebih jauh, Didi mengatakan, saat ini terjadi penurunan pasien Covid-19 yang cukup drastis di Kota Batam. Menurutnya, sebelumnya dalam satu hari pasien positif Covid-19 bisa mencapai 50 orang, dan saat ini angkanya hanya sampai lima orang saja.
Ia menjelaskan, penyebab penurunan itu salah satunya karena masyarakat sudah memiliki kekebalan tubuh alami. Namun, pihaknya tidak gelap mata. Didi menegaskan, pihaknya tetap melakukan tracing seperti awal pandemi masuk ke Batam.
“Hasil tracing kita juga sinkron dengan data rumah sakit, lihat saja saat ini rumah sakit sepi, kalau memang tracing kurang tentu banyak masyarakat datang ke RS untuk berobat,” kata Didi.
Menanggapi pertanyaan mengapa RSKI Galang sekarang sepi, Didi mengatakan bahwa pasien positif Covid-19 di Batam kini bisa memilih untuk diisolasi di hotel yang telah ditunjuk pemerintah. Sehingga pilihan tempat isolasi dikembalikan pada pasien itu sendiri.
Kepala Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI) Pulau Galang, Kolonel Khairul Ihsan Nasution, mengatakan, pasien rawat di RSKI Galang mengalami penurunan drastis, dan angkanya mencapai 80 persen. Ia menjabarkan, data pada 11 Maret 2021 lalu, tercatat hanya 56 pasien terkonfirmasi positif Covid-19 yang dirawat.
“Pada di awal RSKI Galang dibuka angkanya bisa mencapai 300 orang. Dengan angka yang sekarang berarti penurunannya sudah 80 persen. Memang jumlahnya berbanding terbalik dengan angka pasien di RS Wisma Atlit di Jakarta, pertanyaannya angka kasus nasional naik, kita malahan turun, apakah faktor karena masyarakat tidak mau lapor lagi, atau kodenya sudah hilang kita tidak tahu, yang penting semoga [angkanya] memang turun,” katanya.
Ihsan juga menjelaskan, saat ini terdapat perubahan aturan terkait perawatan pasien. Salah satunya lama isolasi diturunkan menjadi 10 hari dari 14 hari. Hal itu berdasarkan turunan aturan Kemenkes, dan pihaknya hanya mengikuti aturan saja.
Sedangkan terkait pemulangan pasien, Ihsan mengatakan, jika pemulangan pasien pihaknya hanya melapor ke Dinas Kesehatan Kota maupun Provinsi. Selanjutnya penjemputan diserahkan kepada Dinas Kesehatan.
“Pasien kami terima di tempat [RSKI Galang], kami pulangkan juga ditempat. Masalah siapa yang mengantar dan menjemput tidak ada kaitannya dengan pengelolaan RSKI Galang. Lalu berdasarkan aturan Kemenkes, swab pasien di RSKI Galang juga dihilangkan, kalau setelah kembali dari RSKI dia positif lagi, ya dimasukan lagi ke sini,” kata Ihsan.