Oleh : Melinia Syafitri
Mahasiswa Jurusan Farmasi Universitas Perintis Padang
Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, narkotika merupaka zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu, namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda.
Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa, juga berimbas dapat melemahkan ketahanan nasional.
Dalam rangka mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika yang terkoordinasi dan memiliki jaringan mancanegara, dalam Undang-undang ini diatur mengenai kerja sama, baik bilateral, regional, maupun internasional. Serta diatur juga peran serta masyarakat dalam usaha pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkotika dan prekursor narkotika termasuk pemberian penghargaan bagi anggota masyarakat yang berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkotika dan prekursor narkotika.
Penegakan hukum terhadap industri farmasi yang tidak melaksanakan kewajibannya menurut Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika merupakan upaya untuk memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat agar industri farmasi tidak menyalahgunakan perizinan untuk melakukan kegiatan produksi serta penyaluran obat dan bahan obat, termasuk narkotika.
Kewajiban Industri Farmasi Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Pasal 14 ayat (1) Narkotika yang berada dalam penguasaan industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib disimpan secara khusus. Ayat (2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika yang berada dalam penguasaannya.
Sanksi Pidana Bagi Pengurus Industri Farmasi Akibat Tidak Melaksanakan Kewajibannya Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika Ruang lingkup hukum pidana mencakup tiga ketentuan yaitu tindak pidana, pertanggungjawaban, dan pemidanaan. Ketentuan pidana yang terdapat dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dirumuskan dalam Bab XV Ketentuan Pidana Pasal 111 sampai dengan Pasal 148. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terdapat empat kategori tindakan melawan hukum yang dilarang oleh undang-undang dan dapat diancam dengan sanksi pidana, yakni:
1.Kategori pertama, yakni perbuatan-perbuatan berupa memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika dan prekursor narkotika (Pasal 111 dan 112 untuk narkotika golongan I, Pasal 117 untuk narkotika golongan II dan Pasal 122 untuk narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf (a));
2.Kategori kedua, yakni perbuatan-perbuatan berupa memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika dan precursor narkotika (Pasal 113 untuk narkotika golongan I, Pasal 118 untuk narkotika golongan II, dan Pasal 123 untuk narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf(b));
3.Kategori ketiga, yakni perbuatan-perbuatan berupa menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika dan prekursor narkotika (Pasal 114 dan Pasal 116 untuk narkotika golongan I, Pasal 119 dan Pasal 121 untuk narkotika golongan II, Pasal 124 dan Pasal 126 untuk narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf(c));
4.Kategori keempat, yakni perbuatanperbuatan berupa membawa, mengirim, mengangkut atau mentransit narkotika dan prekursor narkotika (Pasal 115 untuk narkotika golongan I, Pasal 120 untuk narkotika golongan II dan Pasal 125 untuk narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf (d).
Kewajiban industri farmasi terhadap narkotika yang berada dalam penguasaan industri farmasi
Kewajiban industri farmasi terhadap narkotika yang berada dalam penguasaan industri farmasi wajib disimpan secara khusus dan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan 23 Satjipto Raharjo. Hukum dan Perubahan Sosial Suatu Tinjauan Teoretis Serta Pengalaman-Pengalaman di Indonesia. Cetakan Ketiga Genta Publishing. Yogyakarta. 2009. hlm. 111. 24 Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Op.Cit. hlm. 209. Lex Crimen Vol. VIII/No. 11/Nov/2019 68 berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika yang berada dalam penguasaannya. Narkotika dapat disalurkan oleh Industri Farmasi dan wajib memiliki izin khusus penyaluran narkotika dari Menteri. Industri Farmasi wajib mencantumkan label pada kemasan Narkotika, baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan baku Narkotika.
Sanksi pidana menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Pasal 135 Pengurus Industri Farmasi yang tidak melaksanakan kewajiban
Sanksi pidana bagi pengurus industri farmasi akibat tidak melaksanakan kewajibannya untuk mencantumkan label pada kemasan narkotika, baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan baku Narkotika dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). Bagi pimpinan industri farmasi apabila memproduksi Narkotika Golongan I bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Indonesia merupakan negara hukum, hal ini telah dinyatakan dengan tegas dalam penjelasan UUD 1945 bahwa “Negara Republik Indonesia berdasar atas hukum (rechstaat)”, tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machstaat). Cita-cita filsafat yang telah dirumuskan para pendiri kenegaraan dalam konsep “Indonesia adalah negara hukum”, mengandung arti, bahwa dalam hubungan antara hukum dan kekuasaan, bahwa kekuasaan tunduk pada hukum sebagai kunci kestabilan politik dalam masyarakat.
Narkotika telah beredar dengan cepat di dalam masyarakat oleh karena itu masyarakat harus melakukan berbagai upaya pencegahan kepada keluarga, adik atau anak, saudara agar tidak menjadi penyalaguna narkotika, pencandu atau pengedar narkotika. Sanksi hukum yang berat dalam UU narkotika menjadi satu bentuk upaya untuk menjerat para pelaku tindak pidana narkotika.
Upaya yang dilakukan untuk mencegah tindak pidana narkotika adalah mengingkatkan peran serta masyarkaat, keluarga, orang tua dan aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan pengawasan (kontrol) terhadap kegiatan yang ada di dalam masyarakat Kehadiran hukum dalam masyarakat di antaranya adalah untuk mengintegrasikan suatu kekuasan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa bertubrukan satu sama lain itu oleh hukum diintegrasikan sedemikian rupa sehingga tubrukan-tubrukan itu bisa ditekan sekecil-kecilnya.