BUKIT di balik pendakian. Ini perjalanan baru sengketa besi tua di PT Batamitra Sejahtera. Selesai diperiksa oleh polisi, pengusaha Jakarta yang merugi di Batam, mulai mempreteli internalnya sendiri. Gerah nian ia berkutat dalam lingkaran bisnis yang tidak sehat. Membongkar segala dugaan pencurian, penggelapan, dan kesengajaan menabrak aturan.
Pengusaha yang merugi itu bernama Adri. Pada 19 Oktober 2021, HMS berhasil mewawancarainya secara khusus. Ceritanya, dia membeli kapal berbendera Mongolia untuk ditutuh menjadi besi tua di Indonesia. Harganya Rp4,7 miliar, yang bila dijadikan rongsokan bisa berlipat mencapai sekitar Rp7 miliar. Tergantung harga besi.
PT Batamitra Sejahtera dipilih menjadi tempat untuk memutilasi kapal bernama MT Great Marine itu. Harga sewa galangan di sana Rp100 juta perbulan. Semula dia memprediksi pekerjaan akan rampung dalam satu bulan, tetapi masalah terus-terusan muncul. Seolah telah disengaja untuk memperlambat pekerjaan. “Sekarang, sudah hampir lima bulan kapal di sana,” katanya kepada HMS.
Bobotnya yang mencapai ribuan ton itu menyilaukan mata, alhasil para broker di Batam mulai berebut rezeki. Salah satunya adalah FS, “Karena saya sudah banyak keluar, saya minta dia cari modal kalau mau ikut,” kata Adri. Pengeluaran yang dia maksud, yaitu biaya pengurusan mulai dari biaya keagenan hingga dibawa ke PT Batamitra Sejahtera. Permintaan itu wajar, karena dalam bisnis takada orang yang mau terus-terusan keluar modal. “Akhirnya [FS] dapat pemodal Rp1 miliar, saya ajaklah dia masuk,” katanya.
Para broker lain rupanya ikut-ikutan menyempil, Adri setuju-setuju saja asal semua bekerja sesuai porsi. Hal itu juga karena dia takbisa 24 jam mengawasi pekerjaan, harus pulang balik Batam-Jakarta, “Mulai dari pengurusan keuangan, izin, dan sebagainya, saya kasih mereka yang atur. Pikir saya, pekerjaan lebih mudah dikoordinasikan kalau ada orang di Batam,” kata Adri. Pilihan yang akhirnya membuat masalah. Orang-orang yang dipersilakan masuk itu mulai “mengkudeta”, merasa berkuasa. “Lama-lama saya merasa ada semacam ada kongsi jahat. Dalam berbisnis harus transparan, tidak boleh bermain curang,” katanya.
Dalam kesepakatan tidak tertulis, Direktur PT Batamitra Sejahtera, Kasidi alias Ahok, katanya meminta semua besi dijual kepada RS, yang belakangan diketahui adalah anak buah Ahok sendiri. Harga yang dipatok Rp5,100 per kilogram. Sistem pembayaran yang berlaku ialah setelah badan kapal dipotong, besinya ditimbang, baru akan dibayar. Harga sewa galangan disepakati juga akan dipotong dari sana.
Dalam perjalanannya pembayaran mulai ditunda-tunda. Ahok sendiri dalam wawancaranya kepada HMS belum lama ini malah mengatakan, kalau Adri tidak punya bagian dalam pekerjaan itu karena yang mencari uang adalah FS. Semua pembayaran dan pengeluaran barang katanya juga harus melalui persetujuan RS dan FS. Justru Adri-lah yang katanya hanya “penumpang” dalam bisnis ini.
Sebagai pemilik barang tentu Adri berang, “Mereka ini siapa? Pemilik kapal? Bukan! Kok malah mereka yang mengatur saya. Itu kan kapal saya, jelas ada buktinya. Seharusnya tidak begini,” katanya. Akhirnya Adri meminta FS untuk mengaudit keuangan. Catatan yang diterima HMS totalnya sekitar Rp2 miliar. Dari sana barulah diketahui ada pengeluaran yang tak jelas. Tidak ada yang berani bertanggung jawab.
Untuk makin memperjelas bisnis yang terlanjur berantakan diurus para broker ini, Adri juga meminta si pembeli besi untuk menandatangani kontrak jual beli. Menurut Adri, “Kontrak itu sangat penting untuk meneguhkan hak dan tanggung jawab masing-masing pihak yang berbisnis, karena tentu saja ketika tidak ada kontrak jual beli, jadi preseden buruk, ke depan orang akan sangat khawatir menitipkan barang di galangan PT BMS, akan sangat tidak beraturan segala sesuatunya,” kata dia.
Ketidakberaturan yang dia maksud juga untuk mencegah ada barang-barang berharga dari kapalnya yang hilang. Hal ini pun diminta setelah dirinya tahu ada dua sekoci yang dijual tanpa sepengetahuannya, dan itu belum termasuk mesin-mesin lain. Total kerugian mencapai ratusan juta. Pelakunya kata dia adalah LCM dan FS. Parahnya, uang penjualan barang-barang itu sampai sekarang tidak pernah sampai kepada Adri (baca: Pengusaha Jakarta Merugi di Batam). Inilah dasar dari dugaan pencurian dan penggelapan itu muncul.
Pun sampai sekarang katanya ada sekitar 275 ton besi tua yang pembayarannya belum dilunasi RS. Kalau diuangkan totalnya mencapai Rp1,4 miliar. Tidak jelas apa alasan penundaan pembayaran, “Kalau seperti ini terus saya kehabisan waktu, bukan ini saja urusan saya. Apabila memang tidak dibayar dan kontrak tidak dibuat, saya berencana memindahkan kapal dari tempat itu. Tidak tenang pikiran saya meninggalkan Batam kalau ini belum selesai. Saya ingin semua baik dan lancar, tetapi ini malah dipersulit,” katanya.
Seharusnya kata Adri, apabila galangan benar bertanggung jawab dan menjaga keutuhan unit kapalnya, barang-barangnya itu tidak akan hilang. Sebab, dalam perjanjian sewa galangan sudah jelas tertuang bahwa selama masa sewa berlangsung, pemilik galangan berkewajiban untuk turut menjaga keutuhan unit kapal dan segala tindakan apapun berkaitan dengan unit kapal akan memberitahukan satu sama lain baik secara lisan maupun tertulis, “Tetapi itu tidak dilakukan. Entah ini miskomunikasi atau memang disengaja, saya tidak tahu,” kata Adri.
Perihal itu, Ahok mengatakan, kalau pengeluaran barang sudah mendapat persetujuan dari si pemegang Surat Perintah Kerja, Robin Stil Napolion. Dia juga mengirimkan bukti SPK kepada HMS tertanggal 22 Juli 2021. Dari situlah diketahui kalau sebetulnya yang menjadi masalah adalah uang hasil penjualan yang diberikan oleh Robin kepada para broker. “Ini masalah internal mereka, kenapa bawa-bawa saya,” kata Ahok kepada HMS.
Dia juga keberatan apabila galangannya disebut melegalkan dugaan pencurian itu. Akan tetapi, ketika ditanyakan bagaimana proses pengeluaran barang dari galangannya, Ahok mengatakan, “Bebas-bebas saja,” katanya. Ahok tidak menjelaskan satupun dokumen yang dipersyaratkan, “Intinya itu masalah internal mereka saja. Seharusnya mereka urus jangan sampai melebar kemana-mana.”
Izin Penutuhan Syahbandar
PT Batamitra Sejahtera sudah memiliki izin otorisasi penutuhan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, akan tetapi perusahaan tetap wajib melapor kegiatan penutuhan kepada syahbandar. Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan PM 29 Tahun 2021 (baca: Sudah Gratis pun Tetap Tidak Melapor).
Berkaitan dengan ini, Ahok tidak menjawab pertanyaan HMS, termasuk apakah galangannya sudah melapor syarat penutuhan kapal yang terlewati oleh PT Batamitra Sejahtera, yaitu sertifikat kapal, deletion certificate, surat jual beli, permohonan agen, Pernyataan Umum Kapal (PUK) lunas dari BP Batam, izin otorisasi penutuhan dari DJPL, surat pernyataan kebenaran dokumen dan kepemilikan, serta surat pernyataan penanggung jawab selama kegiatan.
Syarat ini sebetulnya sangat penting dipenuhi oleh Ahok, sebab galangannya sudah pernah mendapat teguran dari Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Khusus Batam. PT Batamitra Sejahtera diminta menghentikan kegiatan dan segera melaporkan dokumen kapal-kapal yang dimutilasi di galangannya. Tapi, semua diabaikan. Padahal, melapor itu gratis. Ancaman pengabaian ini adalah pencabutan izin. Sementara dampak yang ditimbulkan bisa mengarah ke pidana.
Surat teguran itu terbit pada 20 Agustus 2021. Namun, setidaknya sampai pada 20 September 2021, belum ada satu pun dokumen yang masuk dari PT Batamitra Sejahtera (BMS) ke KSOP Khusus Batam. Sementara kegiatan penutuhan kapal jalan terus. “Bagaimana kami tahu soal dokumen kapalnya [yang ditutuh], sampai sekarang mereka [PT BMS] belum melapor,” kata Kepala Seksi Keselamatan Berlayar KSOP Khusus Batam, Yusirwan.
Namun, menurut pengakuan Adri, surat permohonan penutuhan itu sebetulnya sudah lama dia berikan kepada pihak galangan, “Surat sudah saya buat dan sudah diberikan kepada pihak galangan, tetapi saya tidak tahu apakah sudah langsung diurus mereka atau tidak,” kata Adri. Sementara menurut data dari KSOP Khusus Batam, PT Batamitra Sejahtera terakhir kali melaporkan kegiatan penutuhan kapalnya pada Mei 2021 lalu, yaitu hanya pada kegiatan MT Jakarta Fortune.
Laporan Dugaan Pencurian dan Pemalsuan Dokumen Kapal
Saat ini sengketa kapal juga sedang ditangani oleh Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Pelapornya katanya adalah AR. Dia melaporkan Adri cs atas dugaan pencurian dan pemalsuan dokumen kapal. Laporan ini dibuat setelah sebelumnya AR melaporkan ke Polda Kepulauan Riau. Belum jelas duduk perkaranya, tetapi kapal itu langsung disegel polisi mulai dari awal Agustus sampai akhir September 2021 lalu.
Adri mengatakan, sampai di Mabes Polri pun si pelapor tidak bisa membuktikan tuduhannya. Malahan kata dia, justru dokumen-dokumen yang dibawa pelapor lah yang terindikasi palsu. Dokumen itu berupa bill of sale dan deletion certificate. “Dalam waktu dekat saya akan terbang kembali ke Jakarta, untuk melaporkan balik mereka ini. Mereka harus tanggung jawab, karena sudah jelas atas tuduhan mereka saya rugi banyak,” kata Adri.
Semua pihak sudah diperiksa, mulai dari Adri selaku pemilik kapal, Andi Rangga Passarella selaku penerima kuasa khusus dari Novel Marine Service Pte Ltd, yang menjual kapal kepada Adri, Ahok selaku pemilik galangan, hingga keagenan juga diperiksa. Adri mengatakan, “Jadi waktu di Jakarta, ketika pelapor ini dipanggil polisi untuk menguji laporannya, malah mereka tidak datang. Oleh karena itu, kami berniat melapor balik,” katanya.
Pada 7 Agustus 2021 lalu, terkait laporan dugaan pemalsuan dan pencurian itu, Kabid Humas Polda Kepri, Komisaris Besar Polisi, Harry Goldenhardt mengatakan, “Laporan dari saudara Abdul Rachman atas dugaan tindak pidana pencurian dan atau pemalsuan,” katanya kepada HMS.
Polisi menyebut kalau tangker minyak yang dilaporkan bernama MT Novi Sukses. Belakangan baru diketahui itu adalah nama lama kapal berbendera Mongolia ini, yang sudah diganti sekitar tahun 2019 lalu. Kapal ini sendiri akhirnya dipotong menjadi besi tua karena pada Januari 2021, diklaim mengalami kerusakan mesin dan hanyut dari Perairan Internasional ke Bintan.